Salah satu koran Jepang, Seikyo Shimbun (聖教新聞) kembali memuat dialog antara Presiden ke-4 Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Presiden Kehormatan Sokka Gakkai Internasional, Daisaku Ikeda.
Laman koran yang diterbitkan Rabu (25/1/2023) tersebut mengulas kejadian langka pertemuan antara kedua tokoh kenamaan yang memiliki latar sosial, budaya, dan spiritual yang berbeda.
Daisaku Ikeda adalah tokoh Jepang yang gigih dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dari Buddhisme di seluruh dunia. Ia juga telah banyak menulis tentang perdamaian dan kemanusiaan. Di samping itu, telah banyak penghargaan yang disematkan kepadanya antara lain Hadiah Perdamaian PPB dan Hadiah Kemanusiaan dari UNHCR.
Sedangkan Gus Dur merupakan mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (organisasi muslim terbesar di Indonesia) yang juga dikenal oleh dunia internasional sebagai intelektual muslim berhaluan moderat yang rajin melakukan dialog antaragama untuk perdamaian.
Di Indonesia, dialog antarkedua tokoh ini diabadikan dalam buku yang diberi judul Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian terbitan Gramedia Pustaka Utama. Buku ini berisikan pandangan keduanya dalam menyuarakan ajaran-ajaran luhur tentang perdamaian, toleransi, dan hak asasi manusia.
Perkenalan Gus Dur dengan Daisaku Ikeda
Sebelum melakukan dialog, Gus Dur telah lama mengenal sosok Daisaku Ikeda, khususnya melalui buku dialog yang dilakukan Ikeda dengan Arnold Toynbee. Bahkan dalam beberapa tulisan dan kesempatan, Gus Dur kerap mengutip dialog tersebut.
Awal pertemuan Gus Dur dengan Daisaku Ikeda terjadi di tahun 2002. Saat itu, Gus Dur datang ke Universitas Soka untuk memenuhi undangan sebagai penerima gelar Doctor Honoris Causa. Sejak peristiwa itu, munculnya keinginan kedua tokoh untuk berdialog muncul.
Hal ini tidak lepas dari apresiasi Daisaku Ikeda terhadap Gus Dur yang dikenal sebagai sosok yang konsisten dalam memperjuangkan Islam yang damai. Keinginan tersebut akhirnya dijembatani oleh Soka Gakkai Indonesia.
Sepanjang tahun 2009, delapan seri dialog kedua tokoh yang ada dalam buku diterbitkan oleh majalah USHIO di Jepang. Majalah bulanan berbahasa Jepang ini mempunyai oplah sebanyak 400 eksemplar yang juga menyisipkan dialog Gus Dur dengan Daisaku Ikeda di dalamnya.
Pada akhirnya, di tahun 2010 bulan September, dialog tersebut telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia yang disunting oleh The WAHID Institute dan Soka Gakkai Indonesia.
Agama Hadir untuk ‘Kebahagiaan Manusia’
Pembicaraan yang beresonansi dengan keyakinan bahwa Gus Dur ada untuk kepentingan orang lain, dilanjutkan setelah konferensi pers melalui korespondensi, dan berlangsung hingga sesaat sebelum Presiden ke-4 Indonesia tersebut meninggal dunia pada Desember 2009.
Kumpulan wawancara yang diterbitkan di tahun berikutnya seolah-olah menjadi “wasiat terakhir” Gus Dur. Seperti dalam versi bahasa Jepangnya yang memuat “Perdamaian adalah Misi Agama” dan “Asal Usul dan Sejarah Relaksasi”.
Sambil memperkenalkan kata “Bineka Tungal Ika” (Bhinneka Tunggal Ika), yang melambangkan semangat toleransi Indonesia, Gud Dur mengatakan, “Walaupun kita berbeda pendapat, kita berada dalam kerangka yang sama.” Menanggapi hal ini Daisaku Ikeda menjawab, “Menghormati keragaman adalah sumber vitalitas dan kekuatan pendorong kemakmuran. Ini adalah pelajaran berharga dari sejarah.”
Dialog keduanya yang memiliki latar belakang keagamaan berbeda yakni sebagai tokoh Islam dan Buddha, bertujuan agar masyarakat global dapat hidup damai dan berdampingan satu dengan yang lain.
Di samping itu, dialog ini juga merupakan pertama kalinya karya Daisaku Ikeda diterbitkan oleh Asosiasi Kebudayaan Mesir. Langkah ini diharapkan mampu membawa cahaya humanisme ke tanah romantis tempat lahirnya peradaban.
__________________________________
Penerjemah: Miftachul Mubarokah, Alumnus Kobe University of Welfare 2022.
Pewarta: Isyatami Aulia, Penggerak Komunitas GUSDURian Tangerang.