Social Media

Menyoal Demokrasi Desa yang Feodalistik

Pendaftaran para bacaleg (bakal calon legislatif) telah berlangsung secara serentak di seluruh wilayah Indonesia sejak awal Mei 2023. Para tokoh muda tampaknya akan menghiasi wajah-wajah baru di kursi parlemen sekaligus menjadi penantang bagi para petahana. Menariknya, dalam proses pendaftaran calon di kantor KPU tampak beberapa wajah seperti dari simpatisan pemerintah desa.

Jika menelisik pesta demokrasi beberapa tahun ke belakang, sering sekali kita melihat kepala desa memiliki peran penting dalam memenangkan para calon pilihannya. Bahkan dalam satu wilayah desa kadang hanya memilih berdasarkan arahan kepala kampung ini. Jika melihat kondisi yang terjadi di wilayah pedesaan ini, tentu menimbulkan beberapa pertanyaan: apa yang terjadi dan bagaimana bisa? Masyarakat yang memiliki hak penuh secara de jure dalam menentukan pilihannya justru malah tunduk dan patuh pada kepala kampung atau kepala desa tersebut.

Kita semua paham bahwa keberlangsungan demokrasi yang baik ada di tangan rakyat dan rakyatlah yang memiliki kedaulatan penuh terhadap keberlangsungan hajat hidup bangsa Indonesia, sehingga konsep dasar dari demokrasi adalah kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Penting kiranya kita melihat akar budaya penduduk Indonesia pada zaman dahulu yang menyebabkan feodalisme bisa mengakar kuat sampai hari ini.

Sejak dahulu rakyat Nusantara telah hidup dan dipimpin oleh seorang kepala suku hingga perkembangannya menjadi sebuah pemerintahan monarki dalam bentuk kerajaan-kerajaan kecil hingga yang besar dan masyhur seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.

Feodalisme adalah konsep yang menempatkan kekuasaan dan hak istimewa kepada elite tertentu yang memiliki kuasa sepenuhnya terhadap suatu kelompok atau golongan tertentu dengan berbagai kebijakan yang sangat berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial dalam struktur masyarakat. Hal ini telah terjadi sejak dahulu yang pada akhirnya berkembang dengan sendirinya seiring dengan hadirnya institusi negara yang mengakibatkan terjadi interaksi antarstruktur relasi kuasa, dalam hal ini mulai dari tingkat tertinggi sampai tingkatan terendah dalam hal ini pemerintah desa.

Tahapan pemilu yang sedang berlangsung ini tentu sangat berpotensi terjadi yang namanya transaksi politik, terutama dalam hal pencarian dukungan suara terhadap peserta pemilu. Dalam pesta demokrasi, kepala desa/kades memegang peranan sangat penting mengingat terpilihnya mereka tak sedikit yang dibantu oleh para peserta pemilu sebelumnya. Tentu bantuan ini adalah “mahar” berupa kesepakatan dukungan suara dalam pemilu nantinya.

Menurut Prof. Habib Mustopo, ciri khas dari praktik feodalisme ialah tunduknya rakyat terhadap arahan dan kebijakan pemimpin secara mutlak sehingga melahirkan kultur masyarakat feodal yang membuat masyarakat condong terhadap pilihan tertentu dengan iming-iming nominal yang tak seberapa (katadata.co.id. 2022)

Hal ini terjadi karena kepala desa telah menerima sejumlah hadiah dari calon tertentu ditambah berbagai kebijakan pemerintah desa yang kelihatan sangat membantu warga, padahal ada rencana terselubung di dalamnya yang mengakibatkan warga memilih bukan berdasarkan analisis tetapi arahan dan tawaran materil yang mereka terima. Menjelang pemilu 2024, praktik demokrasi feodalistik kepala desa ini mesti harus diminimalisir mengingat sangat berpengaruh terhadap kualitas demokrasi kita.

Arah kebijakan dan kesejahteraan bangsa ini berada di tangan pemilih yang cerdas dan merdeka agar mereka yang menjadi boneka partai tak terpilih dan duduk di singgasana kursi pemerintahan yang tentunya akan melanjutkan praktik-praktik feodalisme yang baru.

Penggerak Komunitas GUSDURian Bone, Sulawesi Selatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *