Social Media

Gelar Bioskop Rakyat, GUSDURian Majene Belajar Nilai Utama Gus Dur lewat Film ‘Ustad Hotel’

Dalam rangka memperingati Harlah (hari lahir) Gus Dur, Komunitas GUSDURian Majene menyelenggarakan Bioskop Rakyat dengan memutar film Ustad Hotel. Kegiatan ini dibungkus dalam kegiatan rutin bulanan yakni Forum 17-an pada hari Selasa (29/8/2023) di Toko Buku Manifesto, Majene, Sulawesi Barat.

Pemutaran film Ustad Hotel ini dihadiri oleh sekitar 13 orang peserta, di antaranya ada delapan orang laki-laki dan lima orang perempuan. Adapun narasumber yang dihadirkan adalah Muhammad Ilham yang aktif dalam kajian pascakolonial, Syamsuddin yang aktif di Ansor Majene dan Pagar Nusa, serta dimoderatori oleh Megawati selaku penggerak inti GUSDURian Majene.

Film yang rilis tahun 2012 ini berdurasi lebih dari dua jam, sebelum akhirnya dilanjutkan dengan sesi diskusi. Baik peserta maupun narasumber sama-sama menyaksikan film tersebut, lalu narasumber memantik jalannya diskusi yang dipandu oleh moderator.

Muhammad Ilham, dalam memantik diskusi filmnya, menuturkan bahwa film Ustad Hotel memiliki perbedaan dengan film-film India yang lainnya. “Mungkin jika kalian menonton film Ustad Hotel itu, mungkin agak berbeda dengan film India yang kebanyakan teman-teman tonton sebelumnya dan itu memang khas di India selatan,” tuturnya.

Lebih jauh, narasumber pertama itu juga mengatakan tentang negara India yang dikenal dengan keberagamannya. “India juga merupakan negara yang plural seperti halnya Indonesia, banyak yang berbeda-beda”.

“Biasanya juga film India itu kental dengan Hindu sendiri, tapi di film ini kita melihat sisi lain dari India, bahwa India juga itu terdapat masyarakat-masyarakat yang Islam. Sebenarnya India sendiri itu memiliki banyak ragam agama atau kepercayaan, seperti halnya Sikh, Hindu, Buddha, kemudian Islam dan lain-lain.” lanjutnya.

Sedangkan narasumber kedua, Syamsuddin mencoba merumuskan titik temu pemikiran Gus Dur dengan film India tersebut. Ia menyentil titik temu Gus Dur dengan film Ustad Hotel dari sisi kesederhanaan, kemanusiaan, dan juga lokalitas. “Faizi adalah orang yang sangat kaya tapi ia hidup dalam kesederhanaan. Nah, Gus Dur pada saat ia menjadi seorang presiden, di istana makannya cuman pakai tempe doang sama tahu,” tandasnya.

“Film ini bercerita tentang konsep kesederhanaan seorang Faizi, meskipun hartanya itu banyak sekali. Ia juga menawarkan konsep lewat kakeknya untuk mempertahankan hal-hal yang lama tapi tidak menolak hal yang baru. Itu juga yang ada pada Gus Dur mempertahankan tradisi yang lama juga tidak menolak hal yang baru,” lanjutnya.

Setelah narasumber memantik diskusinya, dilanjutkan dengan sesi diskusi. Moderator memberikan dua kuota umpan balik dari peserta karena keterbatasan waktu. Salah satu peserta kemudian memberikan umpan balik sehingga diskusinya berjalan. “Untuk menjadi seorang Faizi ini, dalam hal tertentu kita dituntut untuk harus mengedepankan kemanusiaan,” ujar Siraj, salah satu peserta.

“Setelah kita menonton dan berdiskusi film tadi, kita bisa melihat seperti apa nilai kemanusiaan, kesederhanaan, dan lokalitas yang ada di film tersebut. Begitupun dengan Gus Dur yang dikenal dengan kemanusiaannya, kesederhanaannya, lokalitasnya, dan lain-lain sebagaimana terdapat dalam sembilan nilai utama Gus Dur,” ujar Megawati selaku moderator saat menutup nobar dan diskusi Film Ustad Hotel.

Penggerak Komunitas GUSDURian Majene, Sulawesi Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *