Dalam rangka memperingati Harlah (hari lahir) Gus Dur, Jaringan GUSDURian bersama UIN Walisongo Semarang menggelar acara “Gus Dur Memorial Lecture” di Gedung KH. Soleh Darat UIN Walisongo Semarang pada Rabu (30/08) kemarin.
Dengan mengambil tema “Gus Dur dan Kebijakan Adil Gender”, acara ini berlangsung lancar dan ramai. Lebih dari 150 peserta turut meramaikan kuliah umum ini, di antaranya dari para penggerak GUSDURian se-Semarang, mahasiswa UIN Walisongo Semarang dan kampus-kampus sekitarnya, serta beberapa peserta dari lembaga lintas iman seperti Konghucu, Katolik, Penghayat Kepercayaan, dan lain-lain.
Acara Gus Dur Memorial Lecture menghadirkan kuliah umum dari Badriyah Fayumi selaku Ketua Majelis Musyawarah KUPI dan murid Gus Dur, sambutan dari Jay Akhmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian, dan keynote speech dari Imam Taufiq selaku tuan rumah dan Rektor UIN Walisongo Semarang.
Acara dimulai dengan menyanyikan Indonesia Raya dan Mars UIN Walisongo, kemudian disambung dengan sambutan oleh Jay Ahmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Ia menyampaikan bahwa kedua narasumber yaitu, Badriyah Fayumi dan Imam Taufiq memiliki kedekatan secara personal dan ide dengan sosok Gus Dur.
Jay juga menyebutkan bahwa Gus Dur Memorial Lecture diselenggarakan untuk memperingati Hari Lahir (Harlah) Gus Dur dan untuk menyebarkan nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur.
“Gus Dur Memorial Lecture diadakan bukan sekadar untuk mengagungkan atau membesar-besarkan sosok Gus Dur. Gus Dur sudah punya nama besar tanpa kita mengadakan acara ini. Namun, harapannya adalah kita dapat senantiasa mengenang, mengingat, dan menyebarkan ide serta gagasan yang dibawa oleh mendiang Gus Dur di berbagai isu,” ungkap Jay.
Jay menambahkan, acara ini nantinya juga akan digelar di tiga kampus lainnya, yaitu UIN SATU Tulungagung, ISIF Fahmina Cirebon, dan UNU Yogyakarta.
“Jadi, UIN Walisongo menjadi kampus pertama yang menjadi tempat terselenggaranya acara Gus Dur Memorial Lecture ini,” terang Jay diikuti tepuk tangan dari peserta.
Pada kesempatan selanjutnya, Rektor UIN Walisongo Semarang Imam Taufiq menjelaskan bahwa sebagai tokoh bangsa, Gus Dur bukanlah milik satu kelompok tertentu. Gus Dur adalah milik semua orang, terutama bagi masyarakat yang sadar akan pentingnya rasa kemanusiaan dan sejalan dengan visi UIN Walisongo sebagai kampus kemanusiaan dan peradaban.
“Gus Dur itu tidak bisa main klaim milik kelompok tertentu, Gus Dur adalah milik kita semua. Dan hal itu tentu sejalan dengan visi UIN Walisongo Semarang,” ujar Imam.
Ia juga mengapresiasi keberadaan agenda Gus Dur Memorial Lecture dan terbuka untuk kolaborasi bersama ke depannya.
Selanjutnya, Badriyah Fayumi membuka paparannya mengenai esai Gus Dur yang membahas isu keadilan gender. Menurutnya, meskipun Gus Dur hanya satu tulisan bertema keadilan gender, namun hal itu menunjukkan bahwa Gus Dur memiliki integritas mengenai kesetaraan dan keadilan gender.
“Satu tulisan (terkait gender) itu bukan berarti Gus Dur tidak memiliki pandangan adil gender, melainkan pemikiran adil gender Gus Dur lebih banyak diterapkan dalam implementasi sehari-hari,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits tersebut.
Ia juga menjelaskan beberapa interaksinya dengan Gus Dur dan keluarga Ciganjur sewaktu menjadi staf Ibu Negara dan aktif di PKB. Interaksi ini melahirkan bukti nyata betapa sosok Gus Dur begitu memuliakan perempuan, terutama di keluarganya. Menurutnya, Gus Dur tidak pernah mengekang atau memaksa istri dan anak-anaknya untuk selalu menuruti kemauan Gus Dur.
“Saya bersaksi bahwa perlakuan Gus Dur pada istri, anak-anaknya, ibunda, dan perempuan pada umumnya sangat adil gender,” tegas Badriyah.
Terkait kebijakan yang dikeluarkan Gus Dur, Badriyah menyinggung banyak kebijakan-kebijakan yang mendorong kemajuan perempuan saat Gus Dur menjadi ketua umum PBNU. Beberapa kebijakan Gus Dur tersebut di antaranya meliputi pendampingan pada forum-forum kajian perempuan di tubuh NU hingga penerbitan buku tentang perempuan.
“Saat menjadi ketua umum PBNU, Gus Dur banyak membersamai kajian-kajian Lakpesdam NU tentang perempuan dalam perspektif agama-agama. Bahkan dalam Muktamar NU di Lirboyo, Kediri, Gus Dur memberi satu ruang khusus bagi para aktivis perempuan NU untuk membahas apa saja di situ. Itu jadi euforia betul bagi kami dulu,” terangnya.
Acara ditutup dengan sebuah kalimat yang menurut Badriyah menjadi ciri khas padangan Gus Dur, yaitu “Yang sama jangan dibeda-bedakan, yang beda jangan disama-samakan.”