Komunitas GUSDURian Makassar menghadiri undangan silaturahmi ke Komunitas Baha’i Makassar dalam rangka Perayaan Kelahiran Kembar Sang Bab dan Baha’u’llah yang berlangsung di salah satu kediaman penganut agama Baha’i Makassar (17/10/2023).
Kegiatan ini diawali dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan nonton bareng film dokumenter visi Baha’u’llah (Mirza Husain Ali) tentang Kesatuan Umat Manusia.
Para penggerak dan koordinator GUSDURian Makassar datang dan melangsungkan kegiatan dengan hikmat. Rombongan tersebut disambut baik oleh Komunitas Baha’i Makassar.
Helmy, Ketua Majelis Rohani Setempat Baha’i Makassar menyatakan bahwa perayaan seperti ini biasanya hanya dilakukan oleh Penganut Agama Baha’i saja, namun kali ini berbeda karena dihadiri oleh Komunitas GUSDURian Makassar.
“Perayaan ini merupakan perayaan yang serentak dilaksanakan oleh Penganut Agama Baha’i di seluruh penjuru dunia. Kami ingin melibatkan teman-teman GUSDURian untuk terlibat dan berdiskusi ringan sambil nonton film dokumenter,” ungkapnya.
Selain itu M. Irham Tuppu, Koordinator GUSDURian Makassar menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat berharga terkhusus untuk teman-teman yang baru bergabung di GUSDURian.
“Tentu ini perjumpaan yang sangat berharga. Kami senang sekali menjadi bagian dalam perayaan dalam kesederhanaan dan suka cita. Semoga perjumpaan penuh cinta ini dapat terus terjalin,” tuturnya.
Adapun Muthrib yang merupakan salah satu anak muda dari Komunitas Penganut Baha’i Makassar mengungkapkan bahwa kunjungan seperti ini sangat menyenangkan.
“Kami sangat senang jika bisa dikunjungi lagi ke depannya agar kami lebih sering berjumpa dengan teman-teman GUSDURian yang menyenangkan,” ujarnya.
Mengenal Lebih Dekat Agama Baha’i
Baha’i sendiri merupakan agama monoteistik yang menekankan kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama ini lahir di Persia, sekarang Iran, pada 1863. Pendirinya adalah Mirza Husayn-Ali Nuri yang bergelar Baha’u’llah, yang berarti kemuliaan Tuhan.
Berdasarkan hasil riset Balitbang Kemenag tahun 2014 (juga beberapa pihak lain), menyimpulkan Baha’i adalah suatu agama tersendiri dan bukan aliran dari suatu agama tertentu. Baha’i memiliki nabi, kitab, doktrin, dan ajaran tersendiri.
Agama Baha’i merupakan agama yang ditunjukkan pada ajaran Baha’u’llah. Agama Baha’i lahir di Iran sekitar tahun 1844. Ajaran Baha’i memiliki penekanan kesatuan hakikat semua agama. Dalam rangka kesatuan ini, Tuhan diibaratkan sebagai Matahari. Sementara umat-umat beragama diibaratkan orang yang hidup dalam keluarga dan di rumah tertentu. Setiap orang hanya bisa melihat matahari berdasarkan warna kaca jendela masing-masing, sehingga ada yang melihat matahari itu berwarna hijau, merah, biru, dan sebagainya.
Menurut ajaran Baha’i, setiap orang beragama harus keluar dari eksklusivisme agama masing-masing, sehingga mampu melihat hakikat kebenaran Tuhan Yang Satu. Setiap orang harus keluar dari rumahnya masing-masing, sehingga bisa melihat sinar matahari yang hakiki, tidak melalui kaca jendelanya. Atas dasar itu, ajaran Baha’i sering disebut memiliki prinsip kesatuan agama.
Baha’i memiliki 19 prinsip yang meliputi: Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Percaya Kepada Para Rasul Sebagai Utusan Tuhan, Percaya Kepada Akhirat, Dasar Semua Agama Adalah Satu, Kesatuan Umat Manusia, Penyelidikan Kebenaran Secara Bebas, Persesuaian Agama Dan Ilmu Pengetahuan, Persamaan Hak Antara Pria Dan Wanita, Kesucian Dan Kemurnian Sangatlah Penting, Segala Prasangka Harus Dihapuskan, Pendidikan Wajib Bagi Semua Anak-Anak, Perdamaian Dunia, Bahasa Sedunia, Bermusyawarah Dalam Segala Hal, Wajib Bekerja Untuk Mencari Nafkah, Penyelesaian Masalah Ekonomi Secara Rohani, Kemiskinan Dan Kekayaan Yang Berlebihan Harus Dihapuskan, Tidak Boleh Bercampur Tangan Dalam Urusan Politik, Kesetiaan Kepada Pemerintah.
.
Apakah Agama Baha’i Diakui di Indonesia?
Semua agama yang ada di Indonesia dijamin dan dilindungi oleh negara berdasarkan konstitusi kita. Dalam UUD 45 Pasal 28 E ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Dalam Pasal 28 I Ayat (2), juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya, dalam Pasal 29 Ayat (2) ditegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama. Pasal-pasal tersebut sangat jelas menjamin hak dan kebebasan beragama setiap warga negara.