GUSDURian Academy menggelar wisuda perdananya pada Jumat, 20 Oktober 2023. Akademi daring di bawah naungan Jaringan GUSDURian tersebut sebelumnya telah membuka lima kelas yang berlangsung selama sekitar dua bulan. Selain memuat materi yang berbeda setiap kelasnya, masing-masing kelas juga didampingi satu fasilitator dan satu wali kelas.
Kelima wali kelas GUSDURian Academy angkatan pertama tersebut adalah Abdul Gaffar Karim yang mengampu kelas Gus Dur dan Demokrasi, Asman Azis yang mengampu kelas Gus Dur dan Keadilan Ekologi, Marzuki Wahid yang mengampu kelas Gus Dur dan Pribumisasi Islam, Hairus Salim yang mengampu kelas Gus Dur dan Kebudayaan, dan Nur Rofiah yang mengampu kelas Gus Dur dan Keadilan Gender. Para wali kelas ini berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi, budayawan, hingga aktivis lingkungan.
Dalam sambutan wisuda, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menyebut bahwa GUSDURian Academy menjadi ruang digital untuk mempelajari pemikiran Gus Dur secara intensif.
“Saya kira Jaringan GUSDURian kembali mencatatkan sejarahnya, bahwa kita bisa belajar tentang gagasan Gus Dur terus menerus sembari mendalaminya lebih intensif secara online, berdasarkan tema-tema yang sudah kita petakan dan kelompokkan. Nah, ini ibaratnya seperti kampus digital. Ke depan memang ini akan menjadi ruang belajar teman-teman GUSDURian di ruang digital,” ujar Jay.
Dirinya menambahkan, para peserta yang berjumlah lebih dari dua ratus orang tersebut memiliki animo yang sangat tinggi. Jay berharap angkatan pertama ini akan menjadi role model untuk peserta angkatan selanjutnya.
“Total peserta GUSDURian Academy ini ada 209 orang yang mengikuti enam kali pertemuan di setiap kelasnya. Nah, ini animo teman-teman untuk belajar gagasan Gus Dur dari berbagai dimensi masih sangat kuat. Tentu ini orang-orang yang sudah kita seleksi juga. Semoga ini menjadi langkah awal teman-teman Jaringan GUSDURian untuk terus memperluas resonansi nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur. Kami sangat berharap teman-teman GUSDURian Academy angkatan pertama ini menjadi role model untuk peserta GUSDURian Academy angkatan berikutnya,” pungkasnya.
Sejalan dengan itu, Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menambahkan, sebagai perhelatan perdana pastinya GUSDURian Academy yang telah selesai diselenggarakan tersebut otomatis menjadi uji coba, baik dari segi teknis maupun materi. Ke depan, kelas daring ini akan terus dikembangkan agar semakin lebih baik.
“Saya ingin mengucapkan selamat kepada teman-teman yang telah mengikuti GUSDURian Academy. Teman-teman adalah angkatan pertama, berarti kira-kira juga angkatan uji coba untuk mekanisme. Kalau materi, mungkin juga setelah ini akan ada perubahan-perubahan, melihat dari dinamika atau respons teman-teman sekalian. Terima kasih karena telah berkomitmen untuk belajar bersama, terima kasih juga karena teman-teman menjadi prototype dan model bagi angkatan-angkatan setelah ini,” terang Alissa.
Alissa kemudian merefleksikan alasan terselenggaranya kelas GUSDURian Academy, khususnya dalam mendalami pemikiran Gus Dur. Menurutnya mempelajari nilai, pemikiran, dan keteladanan (NPK) Gus Dur dalam sebuah kelas intensif seperti ini merupakan sesuatu yang ‘agak unik’ dan bukan hal yang mudah ditemukan. Ia membandingkan sosok Gus Dur dengan tokoh-tokoh dunia lainnya yang juga banyak dipelajari karena perjuangannya selama hidup.
“Tidak banyak tokoh dunia yang secara sengaja kemudian nilai-nilai dan pemikirannya terus didiseminasikan, ditularkan, dipelajari, dikembangkan secara masif dan dengan sengaja. Yang paling banyak misalkan Gandhi dan Martin Luther King. Mereka menyediakan bahan-bahannya begitu saja, lalu ya unda-undi kalau kata orang Jogja. Unda-undi itu artinya, moga-moga ada cendekiawan-cendekiawati yang tertarik untuk mempelajari kemudian mereka terilhami lalu menjadi pengikut Martin Luther King atau menjadi Gandhian. Tapi tidak ada yang secara sistematis seperti kita (Jaringan GUSDURian) yang membuka kelas-kelas yang diikuti ribuan orang. Itu sesuatu yang jarang sekali dilakukan,” papar putri sulung Gus Dur tersebut.
Pada kesempatan terakhir, akademisi Australia yang menulis buku biografi Gus Dur Greg Barton juga memberi komentar pada sosok yang cukup lama ditelitinya tersebut. Menurutnya, untuk memahami garis besar pemikiran Gus Dur kita harus mulai dari titik tolaknya tentang kemanusiaan dan sikapnya terhadap sesama manusia.
“Bagi Gus Dur, memahami manusia adalah kunci untuk memahami agama. Karena agama merupakan pesan dari Tuhan untuk manusia. Sikap Gus Dur memang mendapat banyak masukan dari agama, tapi tidak ada rasa takut bahwa kalau bergaul dengan dunia manusia ada resiko agamanya menjadi kurang murni. Bagi Gus Dur, agama yang tidak memperhatikan nasib manusia, yang hanya bagus pada hal-hal agamawi, itu merupakan agama yang kurang lengkap,” ungkap Greg.
Sebagai informasi, acara ini digelar via Zoom Meeting dan dihadiri oleh sekitar 100 orang. Wisuda dipandu oleh Rifqi Fairuz dan Abdul Gaffar Karim selaku salah satu fasilitator dan wali kelas GUSDURian Academy.