Social Media

Gus Dur dan Nilai-Nilai Kemanusiaan yang Tidak Luntur di Era Disrupsi Digital

Berbicara tentang kemanusiaan, topik ini tidak dapat dipisahkan dari sosok guru bangsa Indonesia yang mencintai keberagaman, yakni KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Jika kita membaca biografi Gus Dur atau tulisan yang memuat cerita hidupnya, kita akan kagum dan dapat mengambil banyak pelajaran. Bagaimana tidak?

Segala aktivitas dan tindakannya selalu memberi makna positif bagi para pembaca dan memberi inspirasi. Meskipun tak jarang pula Gus Dur dianggap sebagai sosok kontroversial karena keputusannya sering di luar nalar. Kalau orang sekarang menyebut pemikiran Gus Dur terlampau maju bagi orang-orang pada zamannya dulu.

Tentu perjuangan Gus Dur, baik ketika masih jadi santri hingga menjadi presiden RI, tetap menjadi inspirasi bagi masyarakat atau aktivis dalam memulai pergerakannya. Banyak nilai-nilai yang dapat diteladani dari sosoknya. Sewaktu penulis mengikuti Kelas Pemikiran Gus Dur, penulis mendapatkan pelajaran bahwa (setidaknya) ada sembilan nilai yang dikristalkan dari pemikiran dan perjuangan Gus Dur semasa hidup. Sembilan nilai tersebut meliputi ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan, dan kearifan tradisi. Makna filosofi sembilan nilai utama yang dirumuskan oleh para pecinta Gus Dur tersebut bukan berarti mengkerdilkan nilai-nilai yang lainnya.

Nilai-nilai yang diajarkan oleh Gus Dur masih relevan di era disrupsi ini, karena memberikan perubahan secara bertahap seperti orang meniti tangga. Perubahan pada era itu lebih menyerupai ledakan gunung berapi yang meluluhlantakkan ekosistem lama dan menggantinya dengan ekosistem baru yang sama sekali berbeda.

Nilai-nilai inilah yang membidani munculnya beragam komunitas dan gerakan yang berusaha menyuarakan keadilan, kemanusiaan, dan aksi sosial kemasyarakatan lainnya. Penulis sendiri tertarik dengan nilai keteladanan Gus Dur ini, utamanya yang berkaitan dengan kemanusiaan. Semua manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya.

Segala perbedaan baik agama, suku, jenis kelamin, maupun kelengkapan fisik itu ada bukan untuk saling dicela, namun supaya manusia bisa saling menghargai dan menghormati. Sebagaimana yang telah dikatakan Gus Dur, “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Begitu sebaliknya, merendahkan manusia berarti merendahkan penciptanya.”

Memandang manusia tak sekadar apa yang nampak di mata, namun lebih dalam lagi, pada dasarnya di dalam diri setiap manusia terdapat perwujudan Tuhan yang biasa disebut wujud majazi (bayang-bayang). Oleh karena itu sebagaimana yang telah dilakukan Gus Dur, kita seharusnya turut membela kemanusiaan tanpa syarat apa pun.

Hal ini senada dengan pernyataan Husein Muhammad dalam bukunya Islam: Cinta, Keindahan, Pencerahan, dan Kemanusiaan yang menjelaskan bahwa Islam berperan sebagai agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) jika dapat dimaknai sebagai agama kemanusiaan, cinta, keindahan, dan perdamaian. Kemanusiaan universal yang mengakui hak dan kewajiban seluruh masyarakat tanpa pendeskriminasian perlu digaungkan kembali kepada seluruh lapisan masyarakat.

Apalagi di era disrupsi digital di mana arus informasi tersebar begitu cepat. Hal ini memungkinkan pengokohan nilai kemanusiaan melalui literasi digital atau kampanye-kampanye sosial di kalangan pemuda. Hal demikian mengingat bahwa generasi muda sekarang ini sangat dekat dengan dunia digital sehingga perlu pendekatan-pendekatan yang lebih inovatif.

Pendekatan tersebut diperlukan supaya jati diri bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, santun, dan menjunjung tinggi budaya gotong royong tidak hilang ditelan zaman. Pentingnya menjaga spirit kemanusiaan, melihat manusia secara luas menjadi modal utama bagi masyarakat Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

Akhirnya, perpecahan yang disinyalir dari golongan-golongan pemilik kepentingan dengan dalih “kesucian agama” dapat diminimalisir dengan pemahaman nilai-nilai kemanusiaan yang universal, utuh, dan menyeluruh serta menciptakan kedamaian yang menghargai.

Jurnalis Radar Cirebon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *