Gus Dur Sang Pejuang Keadilan Sejati

Ketika kita mendengar sosok Gus Dur, sebagian besar dari kita pasti tahu siapa beliau. Sosok yang mempunyai nama lengkap Abdurrahman Wahid itu dikenal banyak orang karena pemikiran dan jasanya yang cukup besar bagi Indonesia. Walaupun Gus Dur sudah meninggal secara jasmani, tetapi pemikiran-pemikiran beliau akan selalu hidup dan sering kali relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.

Dedikasinya dalam memperjuangkan kebebasan beragama di Indonesia menjadikan beliau dikenal sebagai “Bapak Pluralisme”. Perjuangan-perjuangan beliau dalam kebebasan beragama, keberpihakannya terhadap orang-orang tertindas (mustadafin) dan orang-orang yang terpinggirkan, merupakan wujud sosok Gus Dur sebagai pejuang keadilan sejati.

Keadilan dalam Pandangan Gus Dur

Dalam Islam, keadilan menjadi salah satu nilai penting dalam ajaran-ajarannya. Salah satu legitimasinya ada dalam Al-Qur’an. Salah satunya perintah dari Allah SWT yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman tegakkan keadilan dan jadilah saksi bagi Tuhan kalian, walau ada kerugian (sebagian dari kalangan) kalian sendiri” (QS An-Nisa:135). Keadilan yang begitu penting dalam Islam dan legitimasinya dalam Al-Qur’an, menjadi titik berangkat dari pemikiran Gus Dur tentang keadilan.

Gus Dur memandang manusia harus memenuhi janji, tugas, dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah, dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan lain-lain. Selain itu beliau juga memandang keadilan tidak hanya dalam lingkup kecil (mikro) atau perorangan, tetapi keadilan harus mencakup masyarakat secara luas (makro). Maka dari itu tuntutan berbuat adil ini tidak hanya untuk orang Islam saja, tetapi juga kepada mereka yang berbeda. Dengan membiarkan kebebasan dalam mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.

Dalam pandangan Gus Dur, wawasan keadilan juga harus mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, khususnya bagi mereka yang lemah dan menderita, seperti yatim piatu, kaum miskin, dan lain-lain. Hal ini bertujuan supaya harta yang terkumpul tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya. Maka dari itu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat menjadi penting dalam penyelenggaraan pemerintah. Dalam ungkapan fikih ada ungkapan “tasharrof alImam ‘ala al-ro’iyyah manuthun bi al-mashlahah” (kebijakan atau tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpinnya harus terkait langsung dengan kesejahteraan mereka).

Gus Dur Sang Pejuang Keadilan Sejati

Dalam memperjuangkan keadilan, Gus Dur selalu mengaitkannya dengan perintah agama (Islam). Karenanya menegakkan keadilan menjadi tanggung jawab yang harus dipenuhi setiap orang. Itulah pondasi keadilan yang dipegang teguh oleh Gus Dur. Menurut Gus Dur, ada dua cara untuk bisa menegakkan keadilan, yaitu dengan cara struktural dan kultural. Cara struktural bisa dilakukan dengan cara mengubah secara sistematik-struktural pondasi yang berorientasi pada ketidakadilan. Dalam konteks bernegara, hal ini bisa dilakukan dengan rangkaian proses menciptakan perundangan-undangan, keputusan hakim, menciptakan birokrasi yang menjunjung tinggi rasa keadilan, dan lain sebagainya.

Dalam proses struktural ini juga sudah dilakukan oleh Gus Dur, salah satunya adalah pencabutan TAP MPRS tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini beliau lakukan karena TAP MPRS tersebut bertentangan dengan spirit Pancasila dan konstitusi yaitu Bhineka Tunggal Ika. Selain itu beliau juga melakukan rekonsiliasi terhadap tahanan politik (tapol) PKI, NII-DI/TII, dan kelompok-kelompok lainnya yang menjadi korban ketidakadilan. Dalam konteks ini, pembelaan Gus Dur bukan berarti kesetujuannya dengan paham tersebut, tetapi dilihat dari sisi martabat kemanusiaannya. Pembelaan yang beliau lakukan, karena bagian dari moral sebagai manusia, untuk berbuat adil kepada siapa pun tanpa memandang agama, suku, golongan, ataupun afiliasi politiknya.

Selain langkah struktural, keadilan juga bisa ditempuh dengan jalan kultural. Cara ini dilakukan dengan berupaya terus-menerus mengubah konsep, mendinamisasikan budaya, menyelaraskan sikap, dan membangun pengetahuan di tengah masyarakat. Langkah kultural ini yang sering dilakukan oleh Gus Dur. Kesabaran keistiqomahannya dalam menemani dan mengayomi orang-orang kecil adalah bukti bahwa Gus Dur merupakan sosok pejuang sejati.

Referensi:

Nur Kholik Ridwan. Ajaran-ajaran Gus Dur: Syarah 9 Nilai Gus Dur. (Yogyakarta: Noktah, 2019).

Abdurrahman Wahid. Islamku, Islam Anda, Islam Kita. (Jakarta: The Wahid Institute, 2006).

Nurcholish Madjid, dkk. Islam Universal. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).

Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *