Social Media

GUSDURian Pare Adakan Pagelaran Kesenian Wayang Blang Bleng bersama Anak-anak SIBAGUS

KEDIRI – Selasa 02 Januari 2024, Komunitas GUSDURian Mojokutho Pare mengadakan pagelaran wayang blang bleng yang didalangi oleh Ki Ompong Soedharsono asal Temanggung. Pagelaran ini diadakan di Pasar Loak Pujasera untuk menghibur anak-anak Sinau Bareng GUSDURian (SIBAGUS) dalam menyambut libur awal tahun baru.

Pagelaran sederhana ini dimulai pukul 08.00 WIB pagi dan ditonton anak-anak SIBAGUS secara serempak dan antusias. Selain itu, warga sekitar Pasar Loak juga turut hadir menonton pagelaran yang dibuka dengan menyanyikan lagu anak-anak, sholawatan, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan pembacaan Pancasila.

Asal Mula Pagelaran Wayang Blang Bleng

Wayang blang bleng adalah kesenian wayang kulit yang diadakan oleh seorang dalang yang memiliki nama panggung Ki Ompong. Pengambilan nama panggung ini cukup unik karena memang dalang ini asli bergigi ompong. Ki Ompong sudah bertahun-tahun menjadi dalang dan mengadakan pagelaran wayang dengan metode keliling dari kota ke kota, lintas daerah hingga ke penjuru desa-desa pedalaman.

Daftar pulau yang sudah dikelilingi Ki Ompong untuk pagelaran di antaranya Sumatera, Kalimantan, dan Jawa (Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah). Ki Ompong mulai aktif di dunia pagelaran wayang kulit bermula sejak mengikuti kakak kelasnya seorang dalang kondang yang bernama Ki Mantep Hikayat di Provinsi Lampung pada tahun 2004 selama 3 bulan.

Selama mengikuti kakak kelasnya tersebut, Ki Ompong hidup di Lampung dan melihat cara mengembangkan kesenian wayang kulit dan pola kakak seniornya dalam mendakwahkan kesenian wayang tersebut. Di sana juga Ki Ompong belajar cara pemetaan wilayah pagelaran panggung kesenian.

Bagi Ki Ompong, mengembangkan kesenian wayang kulit ini diawali dengan kecintaan dan dinamika zaman yang berubah setiap harinya. Ki Ompong ingin menemukan sesuatu yang baru melalui pagelaran kesenian wayang kulit yang mengemas interaksi dan bernilai edukasi. Dirinya sangat ingin melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia yang ada, mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa, peradaban dan adi luhur.

Pagelaran wayang kulit “Wayang Blang Bleng” mulai dirintis menggunakan konsep pagelaran kontemporer sejak tahun 2011. Pagelaran kontemporer ini berangkat dari adanya keinginan mengembangkan seni pertunjukan, yaitu peleburan antara tradisi modern zaman ini namun tidak meninggalkan tradisi otentik bangsa. Ki Ompong menggunakan wayang sebagai sebuah alat peraga penyampai informasi yang membangun dan untuk berkomunikasi, bukan provokasi.

Dalang asal Temanggung ini juga memiliki keunikan di setiap pagelarannya. Pagelaran ini biasa diadakan untuk menghibur dan mengenalkan kesenian wayang kepada anak-anak kecil. Dalam setiap berkeliling daerah, Ki Ompong membawa semua alat-alat yang digunakan untuk pagelaran wayang menggunakan satu karung besar yang berisi semua tokoh pewayangan lengkap.

Ki Ompong juga membawa beberapa alat musik sederhana yang terdiri dari satu rebana besar, gantungan berisi beberapa batang besi, dan alat musik tradisional lain yang mendukung pagelaran wayang blang bleng. Ki Ompong selalu menggunakan pohon pisang (debok pisang) dan kain putih sebagai panggung wayangnya. Sebelum manggung, ia juga tidak lupa merias diri menggunakan bunga dan tumbuh-tumbuhan untuk menjadi penghias kepala berambut gimbalnya.

Kebiasaan ini cukup unik dan membuat anak-anak modern hari ini jadi tertarik, khususnya anak-anak Sinau Bareng GUSDURian (SIBAGUS). Pasar Loak Pujasera yang terletak di tengah ramainya Kota Pare membuat mereka jauh dari sentuhan-sentuhan tradisi lokal dan keunikan lingkungan sekitar yang bisa dimanfaatkan. Ki Ompong sendiri totalitas mendedikasikan hidupnya untuk berkeliling dan menyebarkan dakwah kesenian wayang kulit untuk menjaga budaya ini agar tetap hidup dan diterima generasi mendatang.

“Wayang itu adalah seni tutur, wayang juga bisa menjadi literatur budaya masyarakat, dan sarana edukasi untuk semua umur. Pesan moral yang bisa diambil dari pagelaran seni wayang blang bleng adalah, semoga kita hari ini bisa menjadi wayang dan dalang di panggung pertunjukan dan panggung kehidupan nyata,” ungkap Ki Ompong dalam pertunjukkan bersama SIBAGUS.

“Seni tutur adalah seni nasehat. Ketika seseorang menasehati itu bukan masalah usia atau pengalaman, tapi kebijaksanaan dengan rasa cinta. Wayang juga seni interaktif, yaitu dalang tidak harus mendominasi di dalam panggung pertunjukan. Dalang itu hanya berperan ngucal, bukan maksudnya sebagai guru, tapi figur yang bisa membersamai di kehidupan masyarakat. Di kehidupan wayang itu sama seperti kehidupan nyata. Wayang juga sama seperti kehidupan di negara ini, suka mengeluh. Ada kalanya penonton pertunjukan merasa bosan dengan dalang dan wayangnya. Itu sebabnya dalang harus bisa interaktif dan komunikasi dengan masyarakat,” tuturnya.

“Menjadi dalang itu bukan profesi. Bagi saya dalang itu sebagai ritual spiritual pribadi saya, ungkapan rasa syukur dan wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ungkap Ki Ompong.

Pagelaran wayang blang bleng bersama SIBAGUS GUSDURian Pare ditutup dengan tebak-tebakan, nyanyi bersama, dan berfoto bersama Ki Ompong Soedharsono. Adanya pagelaran kesenian wayang kulit oleh Ki Ompong diharapkan dapat menjadi sarana anak-anak bangsa mengenali satu dari sekian banyaknya tradisi dan budaya bangsa ini. Lebih dari itu, semoga generasi selanjutnya dapat turut serta dan aktif mengembangkan kesenian bangsa Indonesia.

Relawan Rumah Kemanusiaan GUSDURian. Penggerak Komunitas GUSDURian Mojokuto Pare, Kediri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *