Diskusikan Keberpihakan pada Kelompok Rentan, GUSDURian Majene dan Lingkar Belajar LESEHAN Gelar Haul Gus Dur ke-14

MAJENE – Komunitas GUSDURian Majene dan Lingkar Belajar LESEHAN menggelar peringatan Haul Gus Dur ke-14 pada Selasa malam (16 Januari 2024) di Centralismo Bookshop and Space, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Dua narasumber dihadirkan dalam Haul Gus Dur ini, yaitu Dr. Muh. Ilham Usman, M.Fil.I atau yang akrab disapa Cummank, yang juga merupakan Dewan Pembina GUSDURian Majene sendiri. Sedangkan narasumber kedua adalah Annangguru Munu Kamaluddin yang merupakan Imam Masjid Darussalam Tammangalle. Acara dimoderatori oleh Budiman Idrus, penggerak GUSDURian Majene.

Dalam pemaparannya, Muh. Ilham Usman membagi pemikiran Gus Dur dalam tiga tahapan, yaitu dimulai sejak sekembalinya Gus Dur dari Mesir. Lebih lanjut lagi, menurutnya Gus Dur merupakan sosok yang sangat kosmopolit. Ia mampu mengetahui banyak sekali pengetahuan.

“Pada 1980 sampai 1990, pemikiran Gus Dur sudah mulai berbicara mengenai demokrasi, berbicara mengenai keberpihakannya kepada kaum tertindas atau mustad’afin,” ujar narasumber pertama tersebut.

Gus Dur tidak hanya berbicara soal demokrasi, toleransi, dan yang lainnya, lanjut Cummank, tetapi juga berani bicara terkait pembelaannya kepada kaum mustad’afin. Adapun kaum yang dilemahkan itu dikarenakan oleh masalah struktural. Itulah yang menjadi salah satu hal yang dibela oleh Gus Dur.

“Pelemahan oleh strukturlah yang dilawan oleh Gus Dur pada waktu itu, melalui pendekatan agama. Ia tidak menggunakan pendekatan Marxian walaupun Gus Dur belajar Marx,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Annangguru Munu Kamaluddin selaku narasumber kedua mengatakan bahwa Gus Dur merupakan cerminan figur di Indonesia yang totalitas dalam beragama. Kalau kita ingin mencari Islam sesungguhnya, lanjutnya, carilah pada diri Gus Dur.

“Islam kaffah ada pada diri Gus Dur. Salah satu perintah Islam adalah membela kaum yang dilemahkan atau mustad’afin. Gus Dur melakukan itu. Dalam konteks Indonesia, orang yang dilemahkan akhir-akhir ini dan tahun-tahun kemarin adalah minoritas. Ahmadiyah dilemahkan, Inul Daratista dilemahkan, orang-orang Tionghoa dilemahkan, itu termasuk kaum mustad’afin,” ungkapnya.

Dalam penjelasan lebih jauh, Annangguru Munu Kamaluddin menganalisis kerangka berpikir seorang Gus Dur sehingga ia selalu berpihak pada kaum mustad’afin.

“Pertanyaannya kemudian, apa kerangka berpikir Gus Dur, sehingga ia selalu berpihak kepada orang-orang yang lemah dan dilemahkan? Gus Dur ini mengembangkan konsep rahmatan lil ‘alamin. Sehingga ketika ia menatap wajahmu, maka di wajahmu ada Tuhan, ketika menatap wajah non-Muslim maka di wajah non-Muslim ada Tuhan. Ketika Anda melemahkan orang yang lemah, maka sesungguhnya Anda tidak menerima wujud Tuhan dalam bentuk manusia,” ujar Annangguru Munu Kamaluddin.

Peringatan Haul Gus Dur ini merupakan kerja sama yang kesekian kalinya yang dilaksanakan oleh GUSDURian Majene dan Lingkar Belajar LESEHAN. Adapun peserta dalam acara ini mayoritas berasal dari Kampus STAIN Majene, dan sebagian lagi berasal dari Universitas Terbuka, UNSULBAR, bahkan ada yang dari UIN Alauddin Makassar. Selain itu, para peserta berasal dari berbagai organisasi. Sebanyak 20 peserta hadir dalam peringatan haul Gus Dur ini, di antaranya 5 perempuan dan 15 laki-laki.

Penggerak Komunitas GUSDURian Majene, Sulawesi Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *