Social Media

Forum Demokrasi ala Gen-Z: Dari Obrolan Gimmick Paslon hingga Politik Identitas

Jaringan GUSDURian bersama Jaga Pemilu kembali menyelenggarakan Forum Demokrasi pada Senin, 29 Januari 2024. Fordem kali ini mengangkat tema “Pemuda Bersuara: Pemilu & Demokrasi di Mata Gen-Z” dengan menghadirkan beberapa narasumber muda. Beberapa narasumber tersebut yaitu, Laura (Pegiat Literasi Kalbar, Traveler), Dinda (Tiktoker, Influencer), Rafi (GUSDURian Ciputat, Wibu), Nafidah (SUPI ISIF, Penyuka Filsafat), dan Trisna (Jaga Pemilu).

Mengawali paparan, Laura menyampaikan bahwa Gen-Z merupakan generasi yang mempunyai semangat tinggi, apalagi dalam dunia teknologi. Menurutnya, akses yang mudah terhadap teknologi sejak dini membuat generasinya mempunyai kecanggihan dalam mengakses dunia digital.

“Sebenarnya Gen-Z itu yang paling besar berpotensi untuk punya wawasan yang lebih luas, karena pertama Gen-Z sekarang itu lebih melek teknologi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Meski mungkin generasi sebelumnya banyak juga yang sudah melek teknologi, bahkan lebih melek lagi dibanding dari Gen-Z. Tapi Gen-Z itu canggih-canggih karena dari lahir aja udah mendapatkan akses ke dunia digital,” paparnya.

Di sisi lain, Dinda sebagai Tiktokers yang memiliki lebih dari dua juta jumlah likes di akunnya, memaparkan bahwa gemparnya para paslon yang membuat konten dan menciptakan tren di medsos, membuat masyarakat yang tidak terlalu mengikuti politik gampang terbawa arus.

“Misalnya nih, adakan sekarang ya janji-janji paslon yang lewat lagu atau juga joget-joget dan semacamnya, itu bener-bener ngasih impact yang besar buat masyarakat. Terlebih kalau misal pengguna baru Tiktok. Apalagi anak-anak, bukan hanya orang dewasa. Itu memang sudah kebawa,” kata Dinda.

Selanjutnya, Rafi sebagai seorang GUSDURian dan pecinta manga Jepang itu mengaku bahwa dirinya tidak mudah termakan oleh politik yang menggunakan konten-konten gimmick.

“Konten-konten gimmick, khususnya terkait politik, saya merasa tidak termakan dengan itu karena saya cenderung berpikir, ‘ini orang ngapain sih’, padahal harusnya dia berwibawa. Walaupun gimmick itu perlu, tapi cobalah untuk membuat gimmick itu secara elegan dan jujur gitu,” tuturnya.

Nafidah, seorang Gen-Z dan penyuka filsafat itu juga memaparkan bahwa Gen-Z tidak memiliki Instrumen atau kapasitas untuk mengetahui informasi yang benar.

“Mereka gak punya instrumen dan kapasitas untuk memilih informasi dengan benar, dan gimmick-gimmick itu sulit dihindari oleh Gen-Z. Itu masalahnya adalah kondisi si Gen-Z memang belum punya instrumen untuk bisa melihat informasi-informasi yang ada dengan baik,” paparnya.

Terakhir, Trisna dari Jaga Pemilu menyampaikan bahwa ada politik algoritma dalam Gen-Z tersebut. Dirinya juga menyampaikan bahwa hal ini berbahaya dalam politik.

“Bagi saya ada komodifikasi pemuda di ruang politik sekarang. Kalau Gen-Z ini menurut saya berada dalam politik algoritma. Politik algoritma di sini akan mengumpulkan satu proyeksi yang sama sehingga seolah-olah mereka di satu horizon yang sama, padahal ada banyak horizon di luar itu, sehingga cukup berbahaya dalam isu politik identitas dan politik dewasa,” paparnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Jogja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *