Lawan Kekerasan Aparat, Perkuat Konsolidasi Massa, dan Galang Dana untuk Pengawal Demokrasi

Mengecam Kekerasan Aparat

“Satu kata: brutal. Pengamanan yang semula kondusif, berujung brutal,” kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia (AII) Usman Hamid merespons kekerasan Aparat Penegak Hukum kepada demonstran menolak pengesahan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) (CNN Indonesia, 2024).

Demonstran yang peduli atas rusaknya demokrasi di Indonesia justru mendapatkan kekerasan. Termasuk para jurnalis. Beberapa alasan kekerasan diberlakukan sebab demonstran mengganggu ketertiban dan merusak. Lalu, kenapa Aparat Penegak Hukum (APH) diam saat Konstitusi Indonesia dirusak? Artinya, sudah waktunya APH mengubah cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi demonstran.

Jika ada aksi membakar ban saat demonstrasi (meski saya tidak sepakat), APH bisa fokus memadamkan ban yang dibakar itu. Bukan menembak water cannon, apalagi gas air mata kepada demonstran. Apabila ada demonstran yang hendak menerobos, APH cukup bikin pagar pertahanan. Sekali lagi tidak perlu memukul demonstran yang sudah lari, tidak membawa senjata, dan mengangkat tangan. Untuk demonstran yang terbukti menyerang, cukup ditangkap. Tidak perlu dipukuli. Soal pagar yang roboh, dapat dibangun kembali. Anggaran membangun pagar jelas tidak lebih dari anggaran sewa mobil Alphard untuk acara Agustusan di Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Penggunaan kekuatan berlebih dan/atau kekerasan dalam menangani aksi demonstrasi beresiko melanggar HAM (Hak Asasi Manusia), khususnya dalam hal ini pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat serta berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan UU HAM,” tegas Ketua Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) Atnike Nova Sigiro (NU Online, 2024).

Tempo.co merilis, beberapa deretan kekerasan APH selama demonstrasi menolak pengesahan RUU Pilkada dan/atau Mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024: 1) Jurnalis Tempo dipukul dan ditendang, 2) Ada 27 demonstran tetapi dibantah oleh Polda Metro Jaya, 3) Polda Metro Jaya halangi upaya bantuan hukum untuk demonstran yang ditangkap, 4) Ada 150 orang yang ditangkap di Polres Jakbar, dan 5) Ada upaya tenggelamkan protes di media sosial. Tentu saja, masih ada kekerasan lainnya selain di atas. Di antaranya 11 jurnalis (Narasi hingga IDN Times) menjadi korban kekerasan dan mahasiswa-mahasiswa yang mengalami penganiayaan.

Konsolidasi Jadi Bahan Bakar Panjang Umur Aksi Massa

Saya masih ingat, sekitar tiga belas tahun lalu, saat mengikuti materi dan praktik Materi Manajemen Aksi dalam Pelatihan Kader Dasar (PKD) Pengurus Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ngalah, Universitas Yudharta Pasuruan. Perlu persiapan sebelum aksi massa. Di antaranya memahami perihal adanya provokator di luar anggota aksi, menghindari anarki, hingga bersiap menghadapi represi APH. Saya pun pernah merasakan sesak gas air mata dan salam dari sepatu besi aparat.

Sehingga penulis tak lelah untuk selalu memastikan komunitasnya dan berpesan kepada mahasiswa serta adik tingkatnya, dalam berdemonstrasi harus mempersiapkan manajemen aksi dengan detail. Berfokus hanya untuk menyuarakan gagasan atau tuntutan. No bakar-bakar.

Saya bersyukur dan memberi hormat setinggi-tinggi kepada media, lembaga bantuan hukum, lembaga negara, dan organisasi masyarakat yang mengecam dan mengawal demonstran yang ditangkap dan mendapatkan kekerasan dari APH. Melalui media sosial, siapa pun dapat dengan segera mengetahui dan ikut menolak kebrutalan APH. Dengan jejaring lembaga bantuan hukum, memastikan demonstran mendapatkan keadilan.

Menyadari itu semua, kekuatan konsolidasi menjadi bahan bakar panjang umur aksi massa. Mari bersama-sama memperkuat konsolidasi warga negara untuk mengawal mundurnya demokrasi dalam Rezim Mukidi.

Galang Dana untuk Demonstran Korban Kekerasan Aparat

Satu bentuk konsolidasi itu dengan membantu demonstran yang menjadi korban kekerasan aparat. Upaya ini menjadi pilihan bagi Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) GUSDURian Pasuruan. Keputusan menggalang dana itu berdasarkan pilihan yang mampu dilakukan dan belum banyak dilakukan secara massif oleh banyak kalangan.

Donasi dapat ditransfer di Nomor Rekening 8610603999 Bank Central Asia (BCA) atas nama Yay Jaringan Gusdurian Peduli. Mohon disertakan keterangan Pasuruan atau menambahkan kode unik “09” ketika transfer. Donasi yang terkumpul akan diberikan kepada demonstran tolak RUU Pilkada yang menjadi korban kekerasan aparat di berbagai daerah. Donasi kita untuk para pengawal demokrasi Indonesia.

Semoga, lembaga Negara semacam Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) hingga kementerian dan lembaga-lembaga Negara dapat menganggarkan untuk membantu korban kekerasan aparat tersebut.

“Mari ikut membantu kawan-kawan kita yang turun ke jalan untuk menjaga demokrasi di Indonesia. Sampai hari ini masih ada yang dirawat,” ujar penulis (Wartabromo.com, 2024).

Koordinator Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) GUSDURian Pasuruan. Dosen UNU Pasuruan. Ketua LTNNU PCNU Kabupaten Pasuruan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *