Kunjungan Sri Paus Fransiskus di Indonesia, 3-6 September 2024, merupakan momentum untuk mensyukuri perdamaian, keterbukaan, dan toleransi yang ada di Indonesia. Rasa syukur yang ada harus menjadi penyemangat kepada seluruh bangsa Indonesia untuk terus bekerja dalam menciptakan ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kunjungan Sri Paus Fransiskus juga merupakan momentum yang sangat berharga untuk menegaskan kembali pentingnya kerja kolaboratif antar-iman dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Gus Dur bersama Romo Mangunwijaya bergandengan tangan untuk mengadvokasi korban penggusuran warga di Kedung Ombo oleh rezim Soeharto adalah contoh kolaborasi antar-iman yang harus kita teruskan. Dialog antar-iman sudah berhasil kita wujudkan di Indonesia, saatnya mewujudkan kerja kolaboratif antar-iman.
Kunjungan Sri Paus Fransiskus sekaligus merupakan hadirnya teladan yang nyata. Sri Paus tidak meminta Pemerintah Indonesia memberikan fasilitas super-mewah. Sri Paus bahkan hanya naik mobil standar kelas menengah Indonesia pada umumnya, di bawah standar pejabat madya dan pejabat utama di Indonesia. Di tengah wabah nafsu pada harta, politik uang, korupsi, kolusi, nepotisme, dan hasrat kekuasaan yang bertentangan dengan nilai agama dan demokrasi, Paus Fransiskus hadir dengan teladan kesederhanaannya.
Kunjungan ini merupakan momentum yang sangat berharga untuk memberikan panduan kepada semua pihak untuk meletakkan persoalan dasar kehidupan manusia sebagai agenda bersama. Beberapa isu dasar yang dapat menjadi agenda bersama adalah demokrasi, perdamaian, keadilan sosial, kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan, kebebasan, dan rusaknya lingkungan hidup akibat keserakahan manusia.
Komitmen Paus Fransiskus terhadap perdamaian, keberpihakannnya pada kelompok lemah, kesederhanaan, serta pertaubatan ekologisnya adalah teladan yang harus kita junjung bersama.
Dalam konteks ini, kehadiran Paus Fransiskus bukan hanya sebuah kunjungan simbolis, tetapi juga sebuah dorongan kuat untuk memperhatikan nilai-nilai fundamental yang sering kali terabaikan dalam praktik demokrasi kita. Dengan memberikan teladan dalam kesederhanaan dan komitmennya terhadap keadilan sosial, kehadiran Paus Fransiskus mengingatkan kita akan pentingnya mengedepankan etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga semua suara —termasuk kritik terhadap kebijakan pemerintah—dapat didengar dan diperhitungkan. Kunjungan ini harus menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk tidak hanya fokus pada prosedur demokrasi, tetapi juga memastikan bahwa etika serta nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan tetap menjadi praktik nyata demi kepentingan semua warga negara.
Alissa Wahid
Direktur Jaringan GUSDURian