BANTUL – Dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) Gus Dur, Komunitas GUSDURian Yogyakarta bersama masyarakat Padukuhan Sorowajan, Banguntapan, Bantul, menggelar serangkaian kegiatan sosial yang meliputi donor darah dan panggung bebas pada Sabtu (7/9/2024). Acara yang dihadiri oleh 64 peserta ini berhasil mengumpulkan 28 kantong darah dan menyajikan beragam pertunjukan menarik di Balai Padukuhan Sorowajan mulai pukul 08.30 sampai 12.00 waktu setempat.
Presidium Komunitas GUSDURian Yogyakarta, Najma Alya Jasmine, dalam sambutannya memberikan penekanan yang kuat pada semangat kemanusiaan yang menjadi inti dari perayaan Harlah Gus Dur tahun ini.
“Acara Harlah ini bukan sekadar memperingati hari lahir Gus Dur, lebih dari itu semua, Gus Dur meneladani kepada kita bahwa kemanusiaan di atas segalanya,” ungkapnya.
Melalui aksi sosial pemeriksaan kesehatan dan donor darah, Najma mengajak seluruh peserta untuk turut serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Gus Dur. Dengan demikian, kegiatan ini bukan hanya sekadar acara seremonial, melainkan juga menjadi bentuk nyata kepedulian terhadap sesama.
Menyambung pernyataan Najma, Firda Ainun Ula, salah satu penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta, pemantik diskusi dalam “Bincang-bincang Bersama GUSDURian Yogyakarta” dengan tema Respons Demokrasi Indonesia Hari Ini menekankan pentingnya kesadaran warga Sorowajan akan hak-hak demokratis mereka.
Ainun menjelaskan bahwa demokrasi bukan hanya sekadar pemilihan pemimpin lima tahunan, melainkan juga tercermin dalam aksi-aksi nyata keseharian seperti gotong royong dan kepedulian terhadap sesama.
“Donor darah ini,” tegas Ainun, “bukan hanya aksi kemanusiaan, tetapi juga bentuk partisipasi aktif warga dalam membangun masyarakat yang lebih baik.”
Dengan demikian, kegiatan ini menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ainun juga menyoroti ketimpangan sosial yang masih menjadi tantangan besar dalam praktik demokrasi di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa banyak orang yang bekerja keras setiap hari namun tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus-menerus, sementara gaji tetap stagnan, semakin membebani masyarakat.
“Kita kerja berangkat pagi pulang petang, gaji tetap sama, tidak naik-naik, tidak kunjung sejahtera,” ungkapnya.
“Belum lagi harga-harga naik, apa-apa naik, apalagi sekolah setiap tahun naik 10%, sedangkan kenaikan gaji kurang lebih cuma 0,3%.”
Hamada Hafidzu, salah satu pemantik diskusi yang menemani Ainun, juga turut mengenalkan Komunitas GUSDURian Yogyakarta, yang selama ini sering dikira sebagai “penjual durian” oleh masyarakat.
Hafi menjelaskan bahwa GUSDURian bukan sekadar komunitas penggemar Gus Dur, melainkan jaringan yang berkomitmen untuk mengimplementasikan nilai-nilai Gus Dur dalam kehidupan sehari-hari. Hafi menambahkan bahwa GUSDURian adalah ruang bagi siapapun yang terinspirasi oleh teladan Nilai, Pemikiran, dan Keteladanan (NPK) Gus Dur.
“Bisa dibilang GUSDURian ini sebagai fanbase-nya Gus Dur,” ujar Hafidzu. “Bagi siapa pun yang meneladani dan menjalankan nilai-nilai Gus Dur, sudah bisa disebut sebagai GUSDURian.”
Hafi menambahkan bahwa perayaan Harlah Gus Dur menjadi momen yang sangat spesial, sebab Gus Dur memiliki dua tanggal lahir, yaitu 4 Agustus dan 7 September. Kedua tanggal tersebut disebabkan oleh kesalahan administratif saat beliau lahir, namun sekaligus mencerminkan sosoknya yang plural dan inklusif.
Peringatan Harlah Gus Dur tahun ini dimeriahkan oleh berbagai kegiatan di seluruh Indonesia. Komunitas GUSDURian Yogyakarta mengambil inisiatif dengan menggelar aksi sosial berupa donor darah dan panggung bebas.
Panggung bebas, yang sering kali dibungkam, menjadi simbol perjuangan Gus Dur dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi. Melalui aksi ini, kita diajak untuk mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan Gus Dur, di mana sesama manusia harus saling membantu dan peduli.
Acara ini tidak hanya dimeriahkan oleh aksi donor darah dan panggung bebas, tetapi juga diwarnai oleh kata-kata indah milik para penyair. Pembacaan puisi oleh Khalifah Anggara Puri M, Kinar, dan lainnya berhasil menyampaikan pesan-pesan inspiratif yang selaras dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Gus Dur.
Gerakan ini membuktikan bahwa semangat Gus Dur masih hidup di tengah masyarakat. Mari kita bersama-sama melanjutkan perjuangan beliau dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan toleran.
Ingin terlibat dalam kegiatan sosial serupa? Bergabunglah dengan komunitas GUSDURian terdekat di kota Anda!