Ketika lonceng sekolah berbunyi, seorang guru memasuki kelas dengan buku pelajaran dan spidol di tangan. Anak-anak duduk rapi, menanti dimulainya pelajaran. Namun, kini ada sesuatu yang baru di sudut ruangan: sebuah layar komputer yang menyala dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) siap membantu.
Di tengah perubahan zaman yang kian cepat, kita tidak hanya merayakan Hari Guru Nasional dengan mengenang dedikasi para pendidik, tetapi juga merenungkan bagaimana AI memengaruhi peran mereka. Apakah AI akan menjadi kawan setia yang memperkuat guru, atau malah menjadi pesaing yang mengancam keberadaan mereka?
Seorang guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan. Mereka adalah pembimbing yang memahami emosi, memotivasi siswa, dan menjadi inspirasi. Guru membantu membentuk karakter, menanamkan nilai-nilai moral, dan merangkul siswa dalam proses pembelajaran. Dalam peran ini, tidak ada teknologi yang bisa menggantikan sentuhan manusiawi seorang guru.
Bayangkan seorang siswa yang kesulitan memahami pelajaran matematika. Sebuah aplikasi berbasis AI mungkin dapat menjelaskan rumus dengan sempurna atau memberikan latihan tambahan, tetapi hanya guru yang mampu menangkap rasa frustrasi siswa melalui ekspresi wajahnya. Guru yang baik akan mendekati siswa itu, memberinya motivasi, dan mungkin berkata, “Kamu pasti bisa. Mari kita coba lagi bersama.”
Hubungan emosional ini adalah sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh AI. Teknologi pintar mungkin menguasai logika, tetapi empati adalah keahlian unik manusia yang tetap menjadi fondasi pendidikan.
AI Hanya Alat, Bukan Pengganti
Meski demikian, kita tidak bisa menutup mata terhadap manfaat AI. Selama pandemi, teknologi ini terbukti menjadi penyelamat. AI memungkinkan pembelajaran daring berjalan lebih lancar, dengan kemampuan adaptif yang dapat menyesuaikan materi sesuai kebutuhan individu siswa.
Aplikasi seperti Grammarly, misalnya, membantu siswa dan guru memperbaiki tulisan mereka secara instan. Platform seperti Khan Academy bahkan menggunakan AI untuk melacak perkembangan siswa, memberikan soal latihan yang sesuai, dan menyarankan strategi pembelajaran yang lebih efektif. AI juga mengurangi beban administratif guru, seperti menilai tugas atau menganalisis data kemajuan siswa, sehingga guru dapat lebih fokus pada tugas inti mereka: mengajar dan membimbing.
Namun, kita perlu memahami batasannya. AI hanya alat, bukan pengganti. Meski bisa memproses data dengan cepat, ia tidak memahami konteks budaya atau etika. Jika basis data yang digunakan AI tidak lengkap atau bias, hasil yang diberikan bisa keliru. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting untuk mengawasi, memverifikasi, dan mengontekstualisasikan informasi.
Keberadaan AI tidak hanya memberikan manfaat tetapi juga tantangan. Guru di era ini harus terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi baru agar tidak tertinggal. Tapi bukankah pembelajaran seumur hidup adalah esensi seorang pendidik? Guru adalah pelajar sejati, yang belajar tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk siswa-siswanya.
Di sisi lain, AI memberikan peluang untuk menciptakan pembelajaran yang lebih personal. Dengan analisis data yang canggih, guru dapat mengetahui siswa mana yang membutuhkan perhatian lebih atau memahami gaya belajar tertentu. AI menjadi alat yang memperkuat kemampuan guru untuk merancang pendekatan pembelajaran yang lebih efektif.
Harmoni Antara Guru dan AI
Kolaborasi adalah kunci. Guru dan AI harus berjalan berdampingan, bukan saling menggantikan. Teknologi ini bisa menjadi asisten yang mempermudah pekerjaan, sementara guru tetap menjadi aktor utama dalam proses pendidikan.
Bayangkan sebuah kelas di mana AI membantu menganalisis hasil ujian dan memberikan rekomendasi perbaikan secara otomatis, sementara guru menggunakan informasi itu untuk berinteraksi langsung dengan siswa yang membutuhkan bantuan. AI mengerjakan tugas teknis, tetapi guru tetap fokus pada aspek-aspek yang membutuhkan sentuhan manusiawi.
Guru juga memiliki tanggung jawab penting untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan kritis dalam penggunaan teknologi. Siswa perlu diajarkan bahwa AI adalah alat yang hebat, tetapi penggunaannya harus bijak dan bertanggung jawab.
Di Hari Guru Nasional ini, kita perlu mengakui bahwa teknologi seperti AI memang membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan. Namun, secanggih apa pun teknologi, ia hanyalah alat. Guru tetap menjadi hati dan jiwa dari proses pembelajaran.
Guru adalah pendidik, pembimbing, dan inspirasi yang tidak bisa digantikan oleh algoritma atau perangkat lunak. AI hanya memperkaya pengalaman belajar, tetapi guru-lah yang memberikan makna dan membangun hubungan.
Mari kita hormati para guru yang terus beradaptasi di era teknologi ini, yang tidak hanya menguasai spidol dan buku pelajaran tetapi juga layar dan algoritma. Karena tanpa mereka, bahkan AI paling canggih sekalipun hanya akan menjadi sekadar kode tanpa jiwa.
Selamat Hari Guru Nasional 2024!
*) Choirul Anam, Penulis Partikelir, Ketua PAC Ansor Balen, Jamaah Gusdurian Bojonegoro-Jawa Timur