Pilkada Seolah-olah, Seolah-olah Pilkada

Menjelang diselenggarakannya pemilihan kepala daerah se-Indonesia yang akan dilaksanakan 27 November nanti, kita diingatkan kembali betapa pentingnya menjaga demokrasi. Awal tahun ini, bangsa kita sukses melaksanakan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden dengan damai. Namun, setiap pesta demokrasi selalu diwarnai tantangan, salah satunya adalah munculnya isu-isu sensitif seperti politik identitas dan sentimen SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) maupun polarisasi sosial, yang membuat pecah belahnya bangsa, hanya demi kepentingan politis semata.

Fenomena ini sangat berpotensi merusak tatanan demokrasi dan memperburuk hubungan sosial di masyarakat. Tantangan utama yang sering terjadi dalam proses pelaksanaan pemilu/pilkada antara lain: Pertama, politik identitas. Kandidat atau pendukungnya sering kali memainkan isu identitas, seperti etnis, agama atau suku untuk meraih suara. Hal ini bisa memperburuk ketegangan antarkelompok dan menumbuhkan sentimen negatif berdasarkan golongan tersebut. Kedua, isu SARA. Pemanfaatan isu SARA dalam kampanye dapat menambah keretakan sosial. Misalnya beberapa kampanye yang berusaha memecah belah masyarakat dengan menekankan perbedaan rasial atau agama yang akan memperburuk keadaan.

Ketiga, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Di era digital, informasi yang tidak benar atau menyesatkan sering kali tersebar luas melalui media sosial. Ini bisa mencakup berita palsu tentang calon tertentu yang memicu kebencian dan antargolongan. Keempat, polarisasi sosial. Kampanye yang memperburuk polarisasi sosial akan menyebabkan masyarakat terpecah belah dan terjangkit sindrom tanpa tahu apa yang menjadi visi misi besar calon. Akhirnya masyarakat hanya sebagai korban ketidaktahuan dan polarisasi sosial terbentuk pasca pilkada. Kelima, keterbatasan pendidikan politik. Pemilih yang kurang informasi akan mudah diadu domba, bahkan dipengaruhi oleh kebencian kepada yang tidak didukungnya.

Melalui diskusi dan bedah buku Demokrasi Seolah-olah, Komunitas GUSDURian Lamongan mengajak masyarakat, khususnya warga Lamongan, untuk lebih waspada terhadap upaya polarisasi yang dilakukan oleh tim sukses maupun pasangan calon (paslon). Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk menilai kapasitas dan integritas calon pemimpin, bukan panggung politik berbasis kebencian atau diskriminasi.

GUSDURian Lamongan mengajak semua pihak yang berwenang baik dari pihak penyelenggara (KPU), pengawas (Bawaslu), dan keamanan (TNI/Polri) untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran, termasuk ujaran kebencian, diskriminasi, dan kecurangan yang terjadi selama pilkada, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Kami juga mendukung sepenuhnya pelaksanaan pilkada yang adil, damai, dan demokratis.

GUSDURian Lamongan percaya bahwa kemajuan Lamongan terletak pada penghormatan terhadap keberagaman. Lamongan yang kuat adalah Lamongan yang mengedepankan keadilan sosial, mempererat solidaritas antarelemen masyarakat, serta mendorong kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Dengan kebersamaan dan gotong royong, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Lamongan.

Mas Puguh, salah satu narasumber acara bedah buku ini, menyampaikan bahwa demokrasi ada sejak negara ini ada. Hal tersebut nampaknya hari ini masih sama dirasakan. Tak ada bedanya antara Orde Baru maupun Era Reformasi. Namun menurut Anis Suadah, narasumber lainnya, ada beberapa peninggalan Gus Dur yang patut kita apresiasi, yaitu Gus Dur memperjuangkan hak-hak perempuan.

Sementara itu Dr. Sauqi Futaqi menyampaikan bahwa hari ini semua itu serba seolah-olah. Ada yang seolah-olah jadi ustaz, ada yang seolah-olah jadi pendeta, ada yang seolah-olah jadi pejabat tapi kenyataanya penjahat. Menurutnya, diksi “Demokrasi Seolah-olah” yang menjadi judul kumpulan tulisan Gus Dur ini tampak menggambarkan hari-hari ini. Sementara itu, Pendeta Mahardika dari GKJW Lamongan mengatakan bahwa jika tidak ada Gus Dur entah bagaimana dengan nasib kelompok minoritas. “Saya sedih ketika membaca buku ini. Gus dur telah meneladankan mari kita melanjutkan,” terangnya.

GUSDURian Lamongan menyerukan kepada seluruh calon kepala daerah, partai politik, pendukung, dan masyarakat untuk menjaga [ilkada tetap bermartabat, damai, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Mari bersama membangun Lamongan yang kuat, yang menghormati keberagaman, menjunjung keadilan sosial, dan memperkuat solidaritas melalui kebersamaan dan gotong royong. Lamongan yang maju adalah Lamongan yang menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Mari wujudkan pilkada yang adil, demokratis, dan membawa manfaat bagi semua lapisan masyarakat.

Penggerak Komunitas GUSDURian Lamongan, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *