Humor, Penceramah, dan Realitas Masyarakat

Dalam realita sosiologis, penceramah yang lucu dan penuh humor sering kali lebih disukai oleh masyarakat kebanyakan dibandingkan penceramah yang tegang, kaku, dan tegas.

Humor adalah media rekreatif, ekspresi diri, kritik sosial, motivasi, dan alat penalaran. Tetapi, humor atau guyonan tentu memiliki batas. Sayangnya masyarakat malah menganggap ceramah terasa garing jika tak ada humor.

Selain berupaya menanamkan pesan agama, mereka mencoba membangun suasana yang tidak monoton, agar yang mendengarkan “kerasan” tetap di tempat.

Secara umum, audiens hanya memiliki batasan waktu 10 menit dalam mendengarkan ceramah monolog, lebih dari itu pikiran audiens akan bertarung dengan persoalan pribadinya, seperti mengantuk, melamun, mengingat-ingat pekerjaan, dan sebagainya. Pada kondisi demikian dibutuhkan alat penyambung konsentrasi audiens, yakni humor.

Tidak bisa dipungkiri jika ceramah yang dianggap “baik” oleh audiens adalah ceramah yang ada sisipan humor di dalamnya. Humor yang dimaksud untuk menjaga dan menyambung konsentrasi audiens untuk tetap “khusyuk‟ dan fokus mendengarkan penceramah sampai kegiatan itu benar-benar berakhir.

Nah, dalam humor tentunya harus ada batas-batas yang tidak melampaui kaidah adab, misalnya harus faktual (bukan dusta), harus ilmiah atau tidak mengada-ada, tidak boleh ada unsur penghinaan dan pelecehan, tidak boleh ada ghibah, meremehkan ras dan etnis tertentu, dan tentu saja proporsi humor dalam ceramah tidak boleh melampaui pesan utama yang harus disampaikan.

Di Gorontalo, ceramah yang paling banyak dilaksanakan saat takziah pasca kematian seseorang, ada 3 hari, 5 hari, 7 hari, 20 hari, dan 40 hari. Saat yang lain adalah jelang keberangkatan dan kepulangan jamaah haji.

Di Gorontalo pula, penceramah yang memiliki selera humor cukup banyak, antara lain Ustaz Korek Api, Ustaz Ruslan Demanto, Ustaz Iqbal Pakaya, Ustaz Bentor, dan banyak ustaz lainnya. Masing-masing memiliki ciri khas dan gaya yang bisa memikat masyarakat.

Secara nasional, salah satu yang paling terkenal soal humor dalam ceramahnya adalah Gus Dur, bahkan banyak yang telah membukukan humor-humor Gus Dur dalam bentuk buku. Gus Dur mampu melontarkan kritik-kritik sarkas yang dibahasakan secara humoris untuk menyoroti kebijakan publik.

Jadi, humor itu penting sebagai media rekreatif sekaligus kritik bagi perilaku masyarakat hingga kebijakan publik. Asalkan masih dalam batas-batas kewajaran dan bisa sinkron dengan tujuan utama ceramah hingga yang paling utama adalah membangun hubungan erat penceramah dengan masyarakat.

Alumnus Workshop Religious Leader Jaringan GUSDURian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *