JEMBER – Gus Dur Corner UIN KHAS Jember dan Komunitas GUSDURian Jember bersama 39 komunitas dan lembaga pendidikan menyelenggarakan nonton bareng (nobar) dan diskusi film dalam rangka peringatan Hari Bumi dan Hari Kartini di GKT Lantai 2 UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember (30/4/2025).
Acara belajar bersama bulanan ini terselenggara berkat kolaborasi “jumbo” dengan beragam komunitas, baik komunitas siswa pegiat lingkungan, aktivis lingkungan, santri pesantren, komunitas belajar, organisasi mahasiswa beberapa kampus, maupun komunitas guru madrasah.
Setelah menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan lagu “Belajar Sama-sama,” para peserta saling berkenalan dan menonton bersama film Lakardowo Mencari Keadilan yang mengisahkan perjuangan masyarakat Desa Lakardowo menuntut haknya atas akses air bersih dan lingkungan sehat yang terampas oleh industri pengolah limbah B3 yang berdiri di desanya.
Setelah sesi menonton film bersama, dalam sesi diskusi, Safitri seorang ulama perempuan di desanya menceritakan, bahwa masyarakat di desanya harus menerima dampak kerusakan bukit tempat hidup mereka, akibat aktivitas penambangan bukit, selain kerusakan jalan akibat lalu-lalang truk pengangkut hasil tambang.
Ia juga berpesan pada para orang muda yang hadir untuk bersama-sama menjaga kelestarian potensi sumber daya alam dari perusakan yang dilakukan para pemilik usaha tambang.
“Ternyata lingkungan harus kita yang menjaga, mereka hanya orang yang ingin mengeruk keuntungan. Film tadi mengajarkan kita bahwa kita harus bersatu menyampaikan aspirasi,” ungkap aktivis PGM Jawa Timur ini.
Tata, siswa aktivis lingkungan yang menjadi Green Ambassador Jember, memaparkan strategi yang merespons pencemaran lingkungan adalah dengan mengajak orang muda untuk menjadi relawan lingkungan.
“Waktu karnaval budaya, Kita pernah membuka volunteer untuk membersihkan sampah. Ternyata yang daftar lumayan banyak. Yang jadi masalahnya generasi muda tidak tahu bagaimana melakukan aksi tersebut,” tuturnya.
Selain itu, ia juga menyoroti peran penting pemerintah meningkatkan untuk meningkatkan kesadaran pengelolaan sampah ramah lingkungan.

“Nah di desa-desa, sedikit yang memiliki TPS. Warga desa itu bingung harus buang sampah di mana. Akhirnya dibakar dan dibuang ke sungai yang dampaknya kembali ke kita sendiri. Nah, pemerintah memiliki peranan di situ,” tambahnya.
Iqbal, pegiat Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Jember, juga terkejut karena nobar dan diskusi film yang diselenggarakan secara kolaboratif tersebut mengajak berbagai elemen orang muda berpartisipasi mendiskusikan masalah lingkungan. Ia juga menilai, bahwa sebagai penonton film, sebaiknya peserta tidak cepat menilai pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Lakardowo.
“Cukup menarik diskusi ini. Ada gebrakan baru ngobrolin lingkungan dengan berbagai elemen. Untuk menilai film dokumenter yang satu jam itu rasanya kurang etis, karena perjuangan mereka sejak 2013, itu kurang etis saat bilang salah dan benar, karena teman-teman belum merasakan kehidupan mereka itu.” tambahnya.
Mahmud Zain, Koordinator Penggerak GUSDURian Jember menilai, bahwa aktivitas belajar bulanan melalui aktivitas menonton bersama film ini, publik menyadari, hingga beberapa tahun lalu, beberapa pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan masyarakat dalam melakukan. Ia juga menilai, keadilan perlu diperjuangkan oleh semua pihak agar tercipta harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana cita-cita Gus Dur “perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi”.
“Melalui nonton bareng Lakardowo Mencari Keadilan, kita dapat merefleksikan bahwa pemerintah belum sepenuhnya berpihak kepada kepentingan masyarakat dalam pembangunan, sehingga keadilan perlu diperjuangkan agar keharmonisan menjadi harapan kita semua. Sebagaimana yang disampaikan oleh Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi,” tandasnya.