KEDIRI – Di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan tantangan, terdapat dua individu yang membuktikan bahwa keterbatasan intelektual bukanlah hambatan untuk belajar. Mereka adalah Saudara D, 24 tahun, dan Saudara P, 17 tahun, teman-teman istimewa yang memiliki keterbatasan karena trauma yang mereka alami. Meskipun demikian, mereka memiliki semangat yang luar biasa untuk belajar untuk mencoba mengenal dunia.
Mereka bergabung dengan program Sinau Bareng GUSDURian (Sibagus) di Rumah Kemanusiaan GUSDURian Pare terhitung sejak akhir April 2025. Sibagus adalah program yang dirancang untuk membersamai anak-anak dan individu dalam belajar, khususnya belajar mengaji dan bahasa Inggris. Meskipun usia D dan P berbeda dengan peserta Sibagus lainnya yang berusia sekitar 7-13 tahun, mereka tetap bersemangat untuk belajar membaca.
Asri Wulandari adalah salah satu relawan di Rumah Kemanusiaan GUSDURian yang sabar dan teliti dalam mengajarkan D dan P. Dengan memulai dari dasar, Asri membantu mereka memahami huruf, kata, dan kalimat dengan metode yang menyenangkan dan interaktif.
“Saya senang dapat mengajar mereka, karena sangat berbeda dengan mengajar teman-teman lain dari biasanya. Saya jadi bisa belajar lebih banyak dalam menghadapi teman-teman istimewa, khususnya dalam belajar. Rasanya seperti mengisi gelas kosong, meski harus berkali-kali memberikan pemahaman pada mereka supaya bisa terisi,” ujar Asri.
Ia berharap semoga lingkungan di masa kini bisa lebih terbuka dengan teman-teman istimewa, tidak memandang sebelah mata dengan adanya diskriminasi apalagi terjadi perundungan. Terlebih lagi bagi para orang tua, diharapkan dapat mendidik anak-anak mereka untuk tidak membeda-bedakan manusia, dan dapat memperlakukan semua orang dengan setara.

Ibu dari P mengatakan, “Saya berharap semoga setelah P bisa belajar membaca dengan benar, ia bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya meski dengan menempuh pendidikan paket B dan C. Apalagi dia seorang lelaki, saya sangat berharap dia bisa menjadi manusia yang bisa menghidupi dirinya sendiri, dan juga karena tidak selamanya saya bisa mendampinginya”.
Kisah D dan P membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk belajar. Dengan semangat dan tekad yang kuat, mereka dapat mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan mereka. Program Sibagus dan dukungan dari relawan seperti Asri Wulandari memberikan mereka kesempatan untuk memahami dunia dan meningkatkan kemampuan akademis mereka.
Melalui kisah D dan P ini, kita dapat belajar bahwa setiap individu memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, tidak peduli apa pun keterbatasan yang mereka miliki karena itu bukanlah sebuah hambatan, setiap manusia itu sama dan memiliki kesempatan yang sama.