Pengalamanku Mengikuti Komunitas Sega Mubeng Bersih-Bersih Pantai

Pada hari Sabtu 17 Mei 2025, saat raga masih enggan berjaga, saya harus bangun dari tidur yang lelap. Jam 04:40 alarm dari HP android yang sudah berusia tujuh tahun berdering, membangunkan saya dari tidur panjang pasca-merayakan kemenangan Barcelona di Liga Spanyol.

Hari ini (17/05) saya ikut kegiatan bersih-bersih pantai bersama Komunitas Sega Mubeng Kotabaru di Pantai Cangkring, Bantul. Sebagai informasi, Komunitas Sega Mubeng adalah komunitas lintas iman yang kebetulan saya sambangi sejak tahun-tahun awal kuliah di Jogja. Komunitas ini berpusat di Gedung Karya Sosial Widyamandala Kotabaru, Paroki Santo Antonius Padua Kotabaru, Yogyakarta.

Biasanya, Komunitas Sega Mubeng punya kegiatan rutin yakni berkeliling membagi nasi bungkus (sega mubeng dari term bahasa Jawa artinya nasi keliling). Kegiatan bagi nasi bungkus ini dilaksanakan setiap Sabtu pagi pukul 05:15.

Lalu pada hari Rabu jam 18:15 komunitas yang sudah berdiri sejak 2017 ini ‘berkeliling sambil berbuat kebaikan’, membagi minuman hangat dan roti untuk saudara-saudara pemulung, tukang sapu jalan, tukang becak, dan masyarakat yang termasuk kelas menengah bawah, yang sudah bekerja keras banting tulang, tapi sistem yang tak adil memaksanya untuk tetap hidup demikian, hidup begitu-begitu saja. 

Sebagai komunitas filantropi dan juga lintas iman, Komunitas Sega Mubeng mengajarkan saya bahwa keberagaman dalam hidup adalah suatu keniscayaan, dan merayakannya sebagai bagian dari kehidupan adalah sebuah keharusan. Di komunitas ini saya berkenalan dengan teman-teman yang berangkat dari beragama latar belakang agama, suku, dan ras. Hal itu memberikan pelajaran bagi saya untuk lebih terlibat dalam isu sosial. 

Selain membagi nasi bungkus dan minuman hangat, setiap setahun sekali, Komunitas Sega Mubeng juga mengadakan kegiatan bersih-bersih pantai. Hari ini adalah kali keduanya saya mengikuti kegiatan bersih-bersih pantai tersebut.

Menumpang mobil operasional polisi pamong praja, kami berangkat dari Kotabaru jam 05:20 WIB. Sebelum berangkat, menyempatkan diri untuk berdoa dan foto bersama. Jalanan yang belum dipadati oleh hiruk pikuk kesibukan Jogja di akhir pekan, membuat membuat perjalanan terasa lebih cepat, tanpa harus berlama-lama antri di lampu merah.

Sampai di pantai, kami berkumpul bersama sambil menikmati sarapan pagi yang dibungkus dengan daun jati. Menikmati view Pantai Cangkring kami menghabiskan sekitar 30 menitan untuk sarapan dan juga koordinasi pembagian kelompok. 

Semua peserta yang ikut bersih-bersih dibagi dalam 10 kelompok. Dalam kelompok yang terdiri dari 7-9 orang, kami bersama-sama membersihkan sampah. Setiap kelompok memisahkan sampah plastik dengan batang dan ranting kayu yang berserakan di pinggir pantai. 

Setelah kurang lebih 2 jam kegiatan bersih-bersih, para peserta pantai mengakhiri kegiatan dengan bermain game bersama. Jam 10-an setelah foto bersama dan menyerahkan tong sampah kepada pengelola Pantai Cangkring, kami bersama-sama kembali ke Jogja.

Momen bersih-bersih pantai ini, menjadi satu alarm pengingat bagi saya untuk lebih sadar akan kebersihan lingkungan. Keterlibatan siswa SMA dalam acara bersih-bersih pantai ini juga menjadi angin segar akan keterlibatan generasi muda akan persoalan lingkungan.

Santri tanpa sholat yang tertarik pada nilai dan pemikiran Gus Dur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *