JAKARTA – Momentum Hari Raya Waisak adalah momentum umat beragama dan kepercayaan untuk mengenal satu dengan lainnya. Peringatan Hari Raya Waisak menjadi pengingat akan pentingnya toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Dalam hal ini, Komunitas GUSDURian Jakarta mengadakan salah satu kegiatan rutin, yakni “Walking Tour Keberagaman” dengan berkunjung ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berada di daerah Pantai Indonesia Maju (PIK) Jakarta Utara, pada Selasa 13 Mei 2025.
GUSDURian Jakarta mencoba mengajak para peserta dari latar belakang berbeda. Pada kegiatan walking tour ini terdapat 35 peserta yang mengikuti walking tour keberagaman. Untuk rute trip keberagaman ini berawal dari Fresh Market PIK kemudian para peserta diajak berjalan kaki menuju Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Pada kegiatan awal walking tour keberagaman ini, peserta terlebih dahulu diajak untuk memperkenalkan diri dengan melakukan sesi check-in, setelah itu para peserta diberi challenge untuk bisa merasakan sensing experience di dalam Fresh Market PIK.
Sensing experience ini bertujuan agar para peserta bisa mengetahui dan merasakan keberagaman yang terdapat di dalam pasar modern PIK ini. Beberapa peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang dengan waktu 15 menit dan diberi kertas untuk mencatat hal-hal yang mereka lihat dan rasakan. Di antara peserta ada yang melakukan kegiatan belanja, bertanya kepada penjual atau pembeli.
Beberapa peserta menyampaikan keunikan yang ada di dalam Fresh Market PIK ini dikarenakan mayoritas dagangan makanan adalah non-halal. Sehingga tidak banyak makanan halal yang tersedia di sini, karena pengunjung dari Fresh Market PIK ini juga merupakan masyarakat keturunan Tionghoa. Namun dari banyak pembahasan makanan halal dan non-halal, peserta merasa kagum akan keberagaman bahwa ternyata para karyawannya merupakan seorang Muslim.
“Di Fresh Market ini menurut saya unik sekali, karena penjual (owner maupun pekerjanya) bisa menjadi satu tanpa membedakan latar belakang suku, agama dan ras. Selain itu rata-rata penjual atau pekerjanya memanggil calon pembelinya yang dengan sebutan ‘Ci’ walaupun calon pembeli tersebut bukan orang keturunan Tionghoa, ujar Milana salah satu peserta walking tour keberagaman.
Dirinya melanjutkan, ada juga beberapa pekerja mereka yang bukan keturunan Tionghoa bahkan mampu mengucapkan beberapa kosa kata dasar bahasa Mandarin untuk menyapa atau berterima kasih kepada para pembeli. “Hal ini yang membuat saya takjub dan saat melakukan sensing experience di Fresh Market. Dari sini saya menyadari bahwa ternyata perbedaan tidak menjadi sebuah persoalan di kehidupan seperti yang saya saat mengunjungi Fresh Market,” tambahnya.
Pengalaman lain juga diutarakan oleh peserta lain saat merasakan sensing experience di Fresh Market PIK. Fiona menyampaikan bahwa di Fresh Market toleransinya terasa sekali.
“Di sini ada satu lane yang memang dikhususkan untuk menjual daging babi, sedangkan di belakangnya persis tepatnya di lane sebelahnya menjual daging-daging halal seperti sapi, ayam, dan sebagainya. Walaupun berbeda, tapi bisa berdampingan dan saling menghormati,” papar Fiona.
Ia melihat bahwa di sini SARA tidak berlaku. Mereka tidak melihat latar belakang siapa pun, karena memang blend in untuk satu tujuan yang sama, yakni mencari nafkah. “Dan selama saya melakukan sensing experience di sana, saya tidak melihat sama sekali menemukan orang yang mempermasalahkan atau mempertanyakan agama maupun ras dari orang lain,” lanjutnya.

Kegiatan walking tour keberagaman ini juga dihadiri oleh peserta disabilitas. Iman adalah salah seorang peserta disabilitas mengikuti trip ini. Di trip ini ia memberikan apresiasi karena baginya kehadiran trip ini sangat inklusif untuk semua kalangan. Bukan hanya latar belakang agama saja, melainkan teman-teman difabel seperti dirinya juga bisa merasakan sesuatu yang bisa dipelajari. Ia juga berharap semoga kegiatan ini bisa berlangsung secara rutin dan bekerja sama dengan teman-teman disabilitas lainnya.
Trip ini diakhiri dengan berkunjung ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Para peserta dipandu dan diberikan penjelasan mengenai Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang bergerak di bidang kemanusiaan dan diinisiasi oleh Master Cheng Yen dari Taiwan. Uniknya dalam Yayasan ini juga bukan hanya diisi oleh relawan yang beragama Buddha saja, melainkan yayasan ini justru berasal dari lintas agama, sebuah harmoni di tengah kondisi negara yang tidak bisa dibilang baik-baik saja ketika menyoal toleransi.
Walking tour keberagaman adalah salah satu cara kegiatan yang unik dan asik dalam menyampaikan arti nilai keberagaman yang selama ini menjadi spirit perjuangan Gus Dur. Sehingga tentunya GUSDURian Jakarta akan terus mencoba membuat kegiatan unik ini dalam merawat nilai-nilai Gus Dur yang coba disesuaikan oleh zaman.