Dalam beberapa tahun mendatang, sebagian besar manusia, terutama di negara-negara miskin, akan menderita kelaparan, kekurangan air, dan berbagai bencana karena perubahan lingkungan yang drastis. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2018 telah mengeluarkan laporan bahwa ulah manusia mengakibatkan peningkatan suhu global telah mencapai satu derajat Celcius pada 2017 dan terus naik 0,2 derajat Celcius setiap tahun. Laporan IPCC 2018 tersebut menegaskan bahwa harus ada upaya serius untuk tetap menjaga agar kenaikan suhu global hingga tidak lebih dari 1,5°C, yakni batas suhu yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan iklim yang mendukung kehidupan. Melampaui batas ini berisiko besar membawa dunia ke jalur pemanasan yang tidak terkendali.
Saat ini tantangan makin menguat karena terus meningkatnya emisi. Laporan IPCC 2023 mengatakan, tantangan tersebut menjadi semakin besar akibat terus meningkatnya emisi gas rumah kaca. Kecepatan dan tindakan global yang telah dilakukan sejauh sangat tidak memadai. Perubahan yang luas dan cepat telah terjadi di atmosfer, lautan, dan biosfer. Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sudah berakibat pada berbagai cuaca ekstrem di setiap wilayah di seluruh dunia.
Perubahan iklim ini telah menjadi isu bagi seluruh umat manusia. Secara global telah dilakukan berbagai upaya untuk mencoba mengatasi persoalan krisis iklim tersebut. Pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasi, 1992 dibentuk UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) atau Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim yang merupakan perjanjian internasional yang menjadi dasar bagi kerja sama global dalam menangani perubahan iklim. Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 (COP21) di Paris, Prancis, pada 2015 telah melahirkan kesepakatan internasional Perjanjian Paris yang menyepakati untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C dibandingkan dengan tingkat pra-industri serta berupaya lebih keras untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C guna mengurangi dampak buruk perubahan iklim. Perubahan iklim juga menjadi salah satu fokus utama dalam Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal itu secara eksplisit tertera dalam Tujuan 13 (Climate Action) sebagai kerangka kerja untuk aksi perubahan iklim. Isu perubahan iklim juga memengaruhi hampir semua Tujuan SDGs seperti Affordable and Clean Energy, Life on Land, Sustainable Cities and Communities, Zero Hunger, dan Clean Water and Sanitation, No Poverty, Good Health and Wellbeing, dan Quality Education.
Di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat juga mulai meningkat seiring banyaknya organisasi yang memulai inisiasi penyelamatan lingkungan dengan menjalankan program-program, baik di level akar rumput, jejaring, hingga kebijakan. Termasuk dalam hal ini adalah berbagai kampanye mengenai penyelamatan lingkungan,
Narasi tentang kerusakan lingkungan yang ada selama ini memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, narasi tersebut sering disampaikan dalam bahasa ilmiah yang kompleks, rumit, dan sulit dipahami oleh masyarakat umum. Kedua, sifat narasi ilmiah tentang kerusakan lingkungan, meskipun berbasis fakta, cenderung dingin, kaku, tidak menggerakkan, dan tidak menggugah. Ia sering kali kurang memiliki daya gugah emosional yang mampu mendorong tindakan. Ketiga, tantangan lainnya berkaitan dengan sifat kerusakan bumi itu sendiri yang biasanya berlangsung secara perlahan dan bertahap. Selain itu akibat kerusakan juga tidak dirasakan secara langsung dan secara sama oleh semua orang dalam waktu yang sama.
Diperlukan pendekatan baru yang lebih mempunyai daya dorong dan menggugah yang merupakan kemampuan utama narasi agama. Kombinasi antara narasi ilmiah yang berbasis data dengan pendekatan agama yang berbasis moral dapat menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan pemahaman dan meningkatkan kepedulian bersama terhadap kelestarian lingkungan.
Islam
Allah SWT menciptakan semesta berisi beragam kehidupan dan bukan kehidupan. Makhluk-makhluk hidup, planet-planet, matahari, udara, dan semuanya merupakan wujud kebesaran Yang Maha Kuasa dalam keseimbangan yang sempurna. Allah menciptakan semua makhluk itu untuk mengabdi hanya kepadaNya. Tanah yang subur, udara yang segar, air yang bersih, dan iklim bumi yang menjadikan semua makhluk bisa terjaga kehidupannya adalah anugerah dan wujud kasih sayang Allah.
Namun akibat ulah manusia, keseimbangan (mizan) alam tersebut dapat rusak sehingga kehidupan semua makhluk terancam sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” Manusia telah berbuat fasad/kerusakan yang mengakibatkan pencemaran di laut, udara, dan daratan, menghancurkan keanekaragaman hayati, merusak perubahan iklim lapisan ozon, sehingga bumi sudah nyaris mencapai ambang batas untuk ditinggali dengan nyaman bagi semua makhluk.
Manusia perlu menyadari bahwa ia hanyalah bagian saja dari semesta yang besar, ia hanya salah satu ciptaan dari berbagai ciptaan yang hidup di lingkungan alam yang sama sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Ghafir ayat 57, “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari kesembangan alam yang diciptakan Allah dan tidak diberi hak untuk merusak makhluk lain namun diberi mandat untuk memperlakukan segala sesuatu dengan baik sebagai wujud pengabdian kepada Allah. Sebagai bagian dari alam, manusia perlu memperhatikan hablum minallah (hubungan dengan Allah), hablum minannas (hubungan dengan sesama manusia), dan hablum minal ‘alam (hubungan dengan alam dan ciptaan Allah lainnya). Tiga hal ini adalah tugas manusia sebagai di muka bumi. Tidak ada teladan yang lebih baik selain Rasulullah, Muhammad SAW, yang telah mencontohkan bagaimana menjaga hubungan dengan Sang Khalik, dengan sesama manusia, dan dengan sesama makhluk.
Dengan segala kerusakan yang telah tercipta akibat ulahnya sendiri, manusia harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan. Kerusakan yang telah sedemikian besar hingga titik ambang bencana yang akan membuat milyaran manusia dan makhluk lain kepada kekeringan, gelombang panas, kelaparan, banjir, dan cuaca ekstrem lainnya. Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah adalah dengan teguh berusaha sekerasnya untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi semua mahkluk dan menunjukkan kasih kasih sayang kepada makhluk-makhluk lain, menjadi ‘rahmatan lil ‘alamiin, rahmat bagi semesta alam.
Katolik
Kehadiran Allah di dunia adalah kasihNya yang teramat besar kepada semua makhluk. Allah hadir ke bumi untuk melindungi dan memelihara. Kasih Allah di bumi tidak hanya ditujukan pada manusia namun juga pada segala ciptaanNya.
Bumi adalah rumah bersama (domus communis). Semua harus turut memikul tanggung jawab bersama untuk memastikan kelestariannya. Manusia bersama ciptaan-ciptaan lain adalah bagian yang sama dari linkgkungan hidup. Semuanya terkait dengan erat. Tuhan telah menciptakan bumi dan segala isinya dengan keseimbangan dan harmoni.
Dalam perjalanannya, manusia lalu menjadikan diri sebagai penguasa atas lingkungan alam. Alam dianggap sebagai penyedia segala kebutuhan bagi manusia yang tiada batasnya. Pemahaman ini membuat manusia semakin berperilaku rakus dan serakah.
Paus Fransiskus, dalam Laudato Si’: Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama (2015) menyatakan bahwa perilaku manusia modern sebagai akar krisis ekologis dewasa ini. Karena masalahnya adalah manusia, solusinya juga harus datang dari manusia. Umat manusia harus bekerja sama merawat ekosistem bumi, rumah kita bersama, agar tetap layak dan bisa dihuni. Dengan demikian, merawat ekosistem bumi adalah kewajiban moral dan spiritual.
Krisis ekologis yang terjadi saat ini tidak hanya mencerminkan retaknya hubungan manusia dengan alam, melainkan juga dengan Allah dan dengan sesama manusia. Krisis ekologis merupakan panggilan untuk melakukan pertobatan batin yang mendalam.
Umat manusia harus mengakui perlunya perubahan dalam cara hidup, produksi dan konsumsi, untuk tidak semakin merusak bumi. Perubahan tersebut adalah “pertobatan ekologis” yang dimulai dengan kesediaan untuk mengevaluasi pola hidup. Kerusakan lingkungan yang semakin parah membuat manusia harus memeriksa gaya hidup masing-masing.
Kuncinya adalah tanggungjawab manusia untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama. Krisis ekologi harus dimaknai sebagai tanda untuk bekerjasama sebagai sesama manusia. Sebagai ciptaan yang a yang secitra dengan Allah, manusia mempunyai martabat sebagai pribadi, menyadari kebersamaan dirinya dengan orang lain, dan bertanggung jawab atas makhluk ciptaan yang lain. Manusia adalah rekan kerja Allah dalam menata, menjaga, memelihara alam semesta. Karena itu, manusia harus mengelola lingkungan alam dan bumi dengan segala isinya ini secara baik. Sebagaimana Tuhan menciptakan semua itu baik adanya.
Kristen
Tuhan menciptakan bumi baik adanya dan manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mengelola dan melestarikannya. Bumi adalah rumah bersama bagi setiap makhluk ciptaan Tuhan. Manusia berada dalam kesejajaran dengan hewan, tumbuhan, dan material dalam tataran ciptaan Tuhan. Manusia diciptakan hidup bersama dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan secara harmonis (Kejadian 1:29). Bumi sebagai rumah bersama ini harus nyaman dan menopang seluruh warganya agar hidup sejahtera dan berkelanjutan. Manusia dan yang lainnya terhubung dalam persekutuan ciptaan dan di dalam persekutuan ini manusia ditempatkan Allah untuk menjalankan tanggung jawab pemeliharaan (Kejadian 1: 26).
Sejak awal penciptaan manusia bukanlah pusat dunia dan di atas makhluk hidup lainnya namun berada dalam kesalingan satu sama lain. Manusia adalah bagian dari alam dan ditempatkan dalam persekutuan dengan alam dan seluruh ciptaan.
Namun manusia bisa jatuh dalam dosa. Kedagingan yang lebih berkuasa dapat menimbulkan sifat tamak dan membuat alam lingkungan diperlakukan sebagai alat pemuas keinginan semata. Keinginan untuk selalu lebih dari hari ke hari dan tidak pernah merasa cukup menjadi akar dari rusak alam.
Kini manusia sampai pada puncak kerakusannya, dengan melakukan pembongkaran dan pengerukan alam di daratan dan lautan, serta perubahan lahan untuk pangan secara luas demi peningkatan produksi dan akumulasi kapital guna memenuhi hasrat kedagingannya. Karena manusia bukan satu-satunya makhluk di bumi dan berada dalam keterhubungan dengan makhluk lain, cara hidup dan perilaku tersebut mengganggu habitat makhluk dan kualitas lingkungan itu sendiri.
Manusia harus melakukan pertobatan. Pertobatan adalah tentang mengucapkan maaf dan melakukan hal-hal secara berbeda dari sebelumnya. Dengan pengakuan atas kesalahan, datanglah pembebasan dan lebih peka terhadap ayat-ayat berbicara tentang keadilan Allah sehingga lebih mengupayakan keadilan dalam hubungannya dengan ciptaan lainnya dan kualitas hidup generasi mendatang.
Manusia harus kembali pada spiritualitas yang dilandasi semangat hidup dalam kecukupan atau kebersahajaan dengan menyadari bahwa Tuhan telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini sungguh amat baik adanya dan menyediakan segala sesuatunya cukup bagi seluruh ciptaan-Nya.
Buddha
Segala sesuatu di alam semesta ini mempunyai keterhubungan dan saling bergantungan. Manusia dan makhluk-makhluk lain ada dengan saling terhubung. Semua kehidupan di alam raya merupakan wujud-wujud dari “dharma.” Semua makhluk hidup di dunia ini saling tergantung dan memerlukan satu sama lain. Manusia dengan sesama manusia, manusia dengan sesama makhluk lainnya, serta manusia dengan lingkungan alamnya. Bumi dengan segenap isinya, air, udara, pepohonan, , hewan, sungai, gunung, laut, dan sebaginya adalah sahabat seperjalanan dalam menempuh kehidupan ini.
Manusia bukanlah penguasa bumi yang ditakdirkan untuk menaklukkan dan menundukkan alam dan kehidupan lainnya. Sebaliknya, alam semesta sebagai satu kesatuan makhluk hidup, di mana manusia hanyalah bagian kecil saja dari semesta. Manusia dan semua kehidupan lainnya, termasuk lingkungan alam dan adalah bagian dari jaringan hubungan yang saling bergantung dan harmonis. Semuanya berfungsi untuk mendukung dan mempertahankan kehidupan.
Masalah akan timbul masalah jika manusia tidak menjaga lingkungan dan terjerumus pada keinginan-keinginan fana akan keuntungan material dan pribadi, yang mengarah pada konsumsi berlebihan. Dalam skala besar hal itu akan menciptakan dan gangguan seperti perubahan iklim serta berbagai masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Manusia dan semua ciptaaan terikat pada karma. Karma adalah hukum aksi dan reaksi di alam semesta. Setiap tindakan akan mendatangkan akibat yang sesuai. Demkian halnya, segala tindakan manusia terhadap lingkungan alam juga akan menghasilkan karma yang akan mempengaruhi kondisi lingkungan di masa depan. Tindakan yang merusak akan mendatangkan kerusakan pula.
Lingkungan alam sesungguhnya mencerminkan apa yang terjadi dalam diri manusia, dan diri manusia sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di lingkungan. Penderitaan batin pribadi dan kerusakan lingkungan saling terkait dan berasal dari sumber yang sama. Manusia mencari kesenangan dari hubungan sosial, akumulasi materi, dan aspek-aspek lain dari dunia luar. Padahal mencapai kesenangan seperti itu tidak membawa kesejahteraan yang lebih baik. Justr berharap bahwa pencapaian tersebut akan membuat kita “bahagia” akan menjadi penyebab penderitaan batin.
Manusia perlu menghargai dan menghormati bumi dengan perilaku yang sungguh-sungguh demi kebahagiaan semua makhluk hidup di dunia ini. Dengan pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar dan mencapai peningkatan kualitas batin, niscaya akan tercermin dalam sikap kita terhadap alam dan lingkungan.
Hindu
Manusia dan alam semesta diciptakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk selalu menjaga dan memelihara semua makhluk ciptaanNya termasuk umat manusia dan alam. Terdapat tiga hal ntuk mencapai kebahagiaan jasmani rohani di alam semesta dan kebahagiaan abadi menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa terdapat tiga hal. Tiga hal itu adalah Tri Hita Karana, yakni Parahyangan (hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, (Pawongan) hubungan harmonis antar sesama umat manusia, dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya).
Hubungan baik antara manusia dengan Tuhan diwujudkan dengan jalan bakti, dengan menyembah dan memuja Tuhan. , manusia merasakan sebuah ketenangan dan kenyamanan mental. Hubungan harmonis antara sesama umat akan membawa pada solidaritas, toleransi, dan kerjasama. Hubungan selaras dengan alam diwujudkan dengan menjaga kesucian alam, menjadikan lingkungan alam tetap lestari karena segala sesuatu di dunia adalah milik Brahman dan manusia hanya perlu mengambil yang dibutuhkan.
Semesta terdiri dari lima unsur atau elemen yakni tanah, air, udara, api, dan angkasa/ether. Kelimanya adalah pondasi dari jejaring kehidupan yang saling terhubung. Bumi yang kita tinggali ini adalah perwujudan dewi yang harus diperlakukan dengan hormat. Manusia menjalankan dharma dengan tanggungjawab menjaga dan merawat kelestarian bumi yang menyangga kehidupan. Perlakuan kita terhadap ligkungan alam secara langsung memengaruhi karma kita. Ketika manusia memperlakukan alam dengan tidak seimbang, mengeksploitasinya secara serakah dan tanpa mengindahkan kelestariannya akan ada akibat buruk yang bukan hanya menimpa manusia namun juga pada seluruh makhluk di bumi ini.
Dengan segala kerusakan yang sudah terjadi saat ini, manusia perlu segera berbenah, beruapaya kembali untuk memperbaiki apa yang sudah dirusaknya dengan memandang bahwa segala sesuatu tidak lepas dari diri kita sendiri. Sebab, segala-galanya adalah Brahman/ Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi. Atman adalah Brahman. Kita adalah Brahman, hewan adalah Brahman, tumbuhan, air, batu dan segalanya adalah Brahman. Manusia merupakan bagian tidak terpisahkan dari alam raya sehingga wajib untuk terus menjaga alam seperti menjaga diri sendiri.
Konghucu
Kehidupan manusia dan lingkungan alam di bumi adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Semua saling terhubung satu dengan yang lain. Manusia, alam semesta dan Tuhan sebagai satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dalam kaitan menciptakan suatu keseimbangan hidup yang harmonis. Ketiganya berhubungan dan berkesinambungan. Konsepsi sancai menegaskan hubungan harmonis antara Tian atau Tuhan Yang Maha Esa, Di atau alam semesta (termasuk di dalamnya adalah bumi), dan Ren atau manusia dan segenap makhluk hidup.
Tian adalah sumber hukum kosmis yang menciptakan dan memelihara kehidupan. Manusia, sebagai bagian dari ciptaan, memiliki tugas untuk hidup sesuai dengan kehendak Langit, yaitu menciptakan kebaikan, keadilan, dan keberlanjutan. Manusia memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan alam dan menghormati ciptaan Tuhan.
Kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan alam, merupakan peringatan bahwa manusia telah melanggar prinsip harmoni ini. Kerusakan alam akibat sikap manusia yang serakah, tidak peduli, dan mengabaikan keharmonisan dengan alam. Ren tidak hanya mencakup hubungan antarmanusia, Ren juga mencakup kepedulian terhadap lingkungan sebagai tempat hidup bersama. Kerusakan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran udara, dan penggunaan sumber daya secara berlebihan menunjukkan kurangnya penerapan Ren dalam kehidupan manusia.
Hidup manusia seharusnya bukanlah tentang berkuasa dan memiliki, hidup adalah tentang bagaimana menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia, dengan alam, dengan binatang, dengan pepohonan dan dengan Tuhan. Setiap manusia diciptakan mempunyai benih- benih kebajikan seperti cinta, kebenaran, kesusilaan, kebijaksanaan. Watak sejati manusia itu jangan sampai rusak oleh keserakahan sehingga bisa tetap terus menjaga keharmonisan dengan alam. Demi kehiduap yang lebih baik bagi anak cucu.
Dengan hidup selaras dengan Langit dan Bumi, manusia dapat mencapai harmoni sejati. Manusia harus kembali pada prinsip-prinsip menghormati alam, mengendalikan hawa nafsu, dan mengutamakan kebajikan dalam setiap tindakan.
Penghayat Kepercayaan
Siapakah Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa? Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah individu yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini diwujudkan melalui hubungan pribadi dengan Tuhan, berdasarkan keyakinan yang tercermin dalam perilaku ketaqwaan, peribadatan, dan pengamalan budi luhur. Ajaran-ajaran ini bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
Konsep spiritualitas dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa meliputi:
Pertama, Tuhan Yang Maha Esa (Sangkan Paraning Dumadi). Yakni Tuhan sebagai pencipta alam semesta yang bersifat mutlak dan menjadi sumber kehidupan. Bimbingan Tuhan memberikan pencerahan batin, sehingga manusia dapat kembali kepada-Nya. Nilai ini menanamkan kecintaan terhadap tanah air, penghormatan kepada leluhur, kebanggaan terhadap bangsa dan negara, serta kecintaan pada budaya lokal. Sikap ini menjadi landasan dalam membangun karakter bangsa yang bijak dan bermartabat.
Kedua, Proses Spiritual (Manunggaling Kawula Gusti): Proses ini membantu manusia menemukan keterhubungan dirinya dengan Tuhan yang akan memberikan kesadaran seutuhnya atas keberadaannya di dunia, serta peran dan fungsinya sebagai makhluk Tuhan. Nilai luhur ini menekankan pentingnya hubungan antara manusia dan Tuhan. Kesadaran ini menghasilkan perilaku hidup yang penuh kebajikan, hati yang suci, serta sikap saling tolong menolong dan menghargai sesama. Hasil akhirnya adalah terbentuknya moral bangsa yang berakhlak mulia dan berkeadilan.
Ketiga, perwujudan dalam Kehidupan (Memayu Hayuning Bawana): Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dituntut menjaga harmoni dengan alam dan sesama. Selalu dalam tuntunan Tuhan dalam proses kehidupannya sehingga menjadi manusia berbudi luhur dan panutan bagi kehidupan di sekitarnya. Kesadaran akan tanggung jawab menjaga kelestarian alam menjadi bagian penting dari kehidupan spiritual. Konsep ini mengajarkan pentingnya menjaga harmoni dengan alam semesta. Manusia memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian alam demi kesejahteraan bersama. Sikap ini melahirkan rasa cinta dan penghargaan terhadap alam, serta kebijakan dalam memanfaatkannya secara bijaksana dan penuh tata krama.
Penghayat Kepercayaan harus memiliki kualitas dan karakter yang mencakup aspek spiritual, sosial, intelektual, dan kebangsaan. Pengayat Kepercayaan secara spiritual meyakini bahwa manusia berasal dan akan kembali kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari membangun diri menuju kesucian, moral, dan budi luhur. Secara sosial mengamalkan cinta kasih dan mewujudkan persaudaraan antarsesama. Kepedulian sosial menjadi bagian penting dalam penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Secara intelektual Penghayat Kepercayaan selalu berusaha memperluas pengetahuan dan pengalaman, baik secara lahir maupun batin, dalam masyarakat yang plural. Dalam hal kebangsaan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, serta kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara untuk menjaga persatuan dan keharmonisan.
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus berperan dalam menjaga ekosistem yang baik. Dengan landasan spiritualitas, tidak hanya memperkuat hubungan dengan Tuhan tetapi juga menciptakan harmoni dalam hubungan antarsesama manusia dan dengan alam. Melalui nilai-nilai luhur Penghayat Kepercayaan harus bisa menjadi benteng dalam menjaga kelestarian alam dan membangun kehidupan yang bermartabat.