Melawan lewat Seni, Komunitas GUSDURian Pasuruan Belajar Cukil bersama Komunitas Punk

PASURUAN – Komunitas GUSDURian Pasuruan melakukan kunjungan ke Kompatriot Sablon di Bangil, tempat sablon yang dikelola oleh Fariz, seorang pemuda punk sekaligus salah satu penggerak komunitas. Kunjungan ini membuka mata para penggerak ketika mereka disuguhkan karya-karya cukil yang sarat makna dan menyuarakan kritik sosial secara lugas dan penuh daya.

Pengalaman tersebut kemudian mendorong sekelompok anak muda dari komunitas untuk mengadakan kegiatan belajar bersama bertajuk “Mengenal Cukil: Suara dari Akar Rumput”, yang diselenggarakan pada Jumat (18/7) di Stapa Center Bangil.

Kegiatan ini menjadi ruang perjumpaan lintas latar belakang untuk saling belajar, mengekspresikan keresahan, dan menyuarakan kritik sosial melalui media visual. Seni cukil dipilih karena kekuatannya dalam menyampaikan pesan secara langsung, tegas, dan penuh karakter.

“Seni cukil ini cocok untuk menyuarakan perlawanan dan keresahan. Teman-teman punk terbiasa mengekspresikan diri lewat musik dan visual, salah satunya lewat seni cukil. Beberapa karya Mas Fariz, owner Kompatriot Sablon, memberikan perspektif baru tentang bagaimana seni bisa menjadi alat perlawanan, kami bisa belajar dari mereka,” ujar Nur Rizky Amania, Koordinator GUSDURian Pasuruan.

Di tengah kegiatan belajar cukil, para penggerak komunitas juga berdiskusi tentang kondisi demokrasi Indonesia, kebebasan berekspresi, marjinalisasi kelompok rentan, isu anak dan lingkungan, hingga ketimpangan sosial yang semakin terasa di kota-kota kecil seperti Pasuruan.

Kegiatan ini mendapatkan apresiasi dari Fariz sebagai pemilik Kompatriot Sablon. Ia menyampaikan rasa senangnya atas kehadiran teman-teman GUSDURian yang ingin belajar dan berdiskusi bersama soal kemanusiaan, serta terbuka terhadap bentuk seni alternatif seperti cukil.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, para penggerak bersama Komunitas Kompatriot dan mengajak komunitas-komunitas lain berencana menciptakan mahakarya cukil bergambar tokoh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berukuran satu meter, yang akan dikerjakan secara kolektif. Rencananya, hasil karya tersebut akan diserahkan langsung kepada Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dalam kegiatan Temu Nasional Jaringan GUSDURian (Tunas) Agustus bulan depan. Selain itu, mereka juga akan terlibat dalam kegiatan Forum 17-an bersama komunitas lintas isu di Pasuruan.

Melalui kegiatan ini, Komunitas GUSDURian dan Komunitas Punk membuktikan bahwa seni bisa menjadi jembatan lintas dunia dari jalanan hingga ruang-ruang diskusi. Bahwa siapa pun punya hak bersuara, termasuk melalui goresan tajam pisau cukil di atas kayu.

Penggerak Komunitas GUSDURian Pasuruan, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *