JAKARTA — Jaringan GUSDURian telah resmi membuka acara Konferensi Pemikiran Gus Dur di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, DKI Jakarta pada Jumat (29/8/2025). Kegiatan ini dihadiri antara lain oleh Ahmad Suaedy, Buya Hussein, Greg Barton, sahabat dan murid Gus Dur, individu, lembaga, tokoh lintas agama, jejaring masyarakat sipil, serta para akademisi dari berbagai daerah di Indonesia.
Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kejadian meninggalnya demonstran dalam aksi unjuk rasa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025). Ia menilai kejadian ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan DPR terkait pentingnya menjaga aspirasi rakyat serta keselamatan warga dalam setiap dinamika demokrasi.
“Kami turut berduka atas meninggalnya saudara kita yang memperjuangkan hak-hak rakyat kemarin,” ujar Alissa.
Ia menilai bahwa Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur merupakan sosok politisi yang memiliki keberpihakan kepada rakyat. Menurutnya, Gus Dur adalah tipe pemimpin yang menempatkan gagasan di atas segalanya.
Gus Dur, lanjutnya, memiliki pandangan yang jelas mengenai Indonesia. “Indonesia yang dicita-citakan Gus Dur adalah Indonesia yang adil, makmur, dan sentosa. Inilah gagasan yang terus digunakan untuk mendorong gerakan perubahan,” jelas Alissa.
Alissa mengatakan, sejarah mencatat bahwa Gus Dur kerap menyampaikan kritik tajam terhadap DPR. Salah satu ungkapannya yang masih sering dikutip adalah “memang tidak jelas bedanya antara DPR dan TK.” Kritik itu lahir dari keprihatinan Gus Dur terhadap kebijakan DPR yang dinilai sering kali tidak berpihak kepada rakyat.
“Belakangan kita mendengar kabar yang mengenaskan, ada warga kehilangan nyawa akibat kebijakan DPR yang tidak peka terhadap rakyat. Padahal, bagi Gus Dur, sikap melayani rakyat adalah hal yang utama,” katanya.
Meski pernah menjabat sebagai presiden, ia menyampaikan bahwa Gus Dur tetap menekankan agar warga NU maupun masyarakat luas tetap kritis terhadap pemerintah. Ia berada pada persimpangan antara negara dan rakyat, tetapi selalu berpihak kepada kepentingan rakyat.
Alissa menambahkan, Gus Dur dikenal sebagai sosok lintas iman yang sangat dekat dengan masyarakat. Ribuan orang dari berbagai latar belakang pernah mendoakan Gus Dur di makamnya.
“Gus Dur adalah pemikir Islam, kiai, sekaligus politisi. Sebagai presiden, beliau dikenang saudara-saudara di Papua sebagai seorang negarawan yang mengembalikan jati diri Papua. Semua kiprahnya selalu kembali pada nilai kemanusiaan,” tutur Alissa.
Menurutnya, Gus Dur mengajarkan bahwa keputusan seorang pemimpin harus ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini berangkat dari spiritualitas dan ruang-ruang teologis yang selalu menjadi dasar langkah Gus Dur. Ia aktif menanamkan benih persaudaraan lintas iman dengan tujuan utama kemanusiaan.
“Bagi Gus Dur, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Semua keputusan, semua gagasan, dan semua perjuangan akhirnya bermuara pada nilai kemanusiaan,” ujar putri sulung Gus Dur tersebut.
Konferensi Pemikiran Gus Dur sendiri bertujuan untuk mendiskusikan dan memperdalam warisan intelektual Gus Dur dalam konteks pemikiran tentang keindonesiaan, keagamaan, sosial, dan politik yang dikontekskan pada persoalan demokrasi dan ekologi.
Konferensi ini akan mendiskusikan tema yang telah ditentukan, di antaranya Agama sebagai Etika Sosial, Demokrasi dan Supremasi Sipil, serta Keadilan Ekologi. Peserta dalam konferensi ini adalah akademisi, intelektual, tokoh agama yang membahas berbagai topik yang telah ditentukan dalam cara pandang Gus Dur. Sedangkan output agenda ini akan menelurkan karya akademik dengan berbagai tema dari kacamata Gus Dur.
Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian merupakan momen konsolidasi para penggerak GUSDURian. Kegiatan tersebut diikuti sekitar 2.000 peserta, terdiri dari Komunitas GUSDURian, sahabat dan murid Gus Dur, individu, lembaga, tokoh lintas agama, jejaring masyarakat sipil, serta para akademisi dari berbagai daerah di Indonesia.
Adapun kegiatan meliputi Konferensi Pemikiran Gus Dur, Forum Gerakan, dan Festival Gerakan. Dalam forum tersebut juga digelar Community Space: bazar dan pameran gerakan; Learning Space: ruang berbagi pengetahuan dan keterampilan yang diisi para pakar dan penggerak; serta dimeriahkan dengan Malam Budaya.









