Jaringan GUSDURian Ajukan Permohonan Penangguhan Aktivis Lingkungan dan Demokrasi

Pada 28 November 2025 dua aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM) Adetya Pramandira dan Fathul Munif ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dituduh melakukan tindak pidana dalam Pasal 45A Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE sebagaimana Pasal 160 KUHP. Keduanya dianggap melakukan penghasutan saat terjadi demonstrasi pada Agustus lalu.

UU ITE kembali menjadi bencana hukum bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi karena digunakan untuk merepresi pihak yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan penguasa. Sebelumnya, puluhan aktivis pro demokrasi di Solo juga ditahan dengan pasal yang sama, termasuk Aktivis GUSDURian Solo Dafa Labidulloh Darmaji. Hal ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, terutama terhadap fungsi pengawasan yang menjadi bagian penting dari demokrasi. Jika kritik dibungkam dan pengkritik dikriminalisasi, maka jargon dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat tidak lagi berjalan karena supremasi sipil telah dikooptasi.

Jaringan GUSDURian yang merupakan jejaring masyarakat sipil yang melanjutkan nilai, pemikiran, dan keteladanan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memandang penahanan para aktivis lingkungan dan demokrasi tidak perlu dilakukan dengan dua pertimbangan utama. Pertama, para aktivis tersebut belum pernah melakukan tindak pidana. Kedua, para aktivis yang ditahan merupakan aktivis yang aktif melakukan advokasi perlindungan terhadap lingkungan hidup serta penegakan Hak Asasi Manusia dan demokrasi.

Di dalam KUHAP terdapat hak bagi tersangka untuk memintakan penangguhan penahanan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan”.

Selain itu penahanan dilakukan hanya jika diperlukan, jika tidak maka dapat dikategorikan sebagai penahanan yang tidak dibutuhkan (unnecessary detention) dan penahanan sewenang-wenang (arbitary detention), hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005.

Oleh karenanya Jaringan GUSDURian mengajukan diri sebagai penjamin para aktivis khususnya Adetya Pramandira, Fathul Munir (Semarang), dan Dafa Labidulloh Darmaji (Solo) dan memohon penangguhan penahanan terhadap ketiganya. Kami menjamin ketiganya tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan tidak akan mempersulit jalannya proses hukum, serta sanggup dan bersedia untuk menghadiri setiap proses hukum yang ada.

Pada penjamin terdiri dari akademisi, aktivis demokrasi, pakar hukum, hingga penggerak lintas iman yang selama ini bergerak bersama berbagai elemen termasuk pemerintah dalam memperjuangkan kehidupan yang harmonis, adil, dan setara.

Untuk Adetya Pramandira dan Fathul Munir, kami telah mengirimkan permohonan surat penangguhan dengan nomor surat 118-SP-SekNas JGD-XII-2025 tertanggal 2 Desember 2025 yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Cq Kasatreskrim Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. Kami berharap agar permohonan penangguhan penahanan ini dikabulkan demi tegaknya keadilan.


Yogyakarta, 4 Desember 2025

Alissa Wahid (Direktur Jaringan GUSDURian) & Keluarga Besar Jaringan GUSDURian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *