Buku Biografi Gus Dur karya Greg Barton: Layaknya Sahabat yang Sedang Bercerita

Membaca buku Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2002) membuat saya menemukan cerita menakjubkan dan tidak ternilai tentang sosok beliau: Gus Dur. Jejak-jejak bijak beliau semasa hidupnya yang diulas oleh Greg Barton telah memulihkan kerinduan saya kepada sosok Gus Dur. Sebagai santri yang sejak awal mondok di Depok (Pesantren Al-Hamidiyah), saya memang mengidolakan beliau.

Kiai saya, KH. Zainudin Maksum Ali semasa di asrama lumayan rutin menceritakan kiprah Gus Dur kepada kami, anak-anak santri. Buya, sapaan cinta kami kepada beliau, membuat kami menumbuhkan kecintaan kami kepada para ulama NU di Nusantara. Sampai suatu saat saya mendapatkan dan membaca “buku manjur” biografi Gus Dur ini.

Dalam buku Biografi Gus Dur dituliskan bahwa pada usia sekitar 25 tahun, Gus Dur belajar di Kairo Mesir untuk memperdalam ilmunya. Tapi, pelajaran yang diajarkan di sana telah Gus Dur pelajari pada saat di pesantren. Alhasil, Gus Dur malah sering menghabiskan waktunya di sana untuk melihat film dan mengunjungi kedai-kedai kopi.

Tentu penulis tertarik pada aktivitas beliau yang ini: nonton film dan mengunjungi kedai-kedai kopi. Namun bukan berarti keilmuan Gus Dur patut diremehkan. Kemampuan beliau dalam menguasai bidang keilmuan tak terbantahkan dan pemikirannya memukau mata dunia. Gus Dur pulang ke Indonesia sebagai sosok intelektual yang banyak menelurkan gagasan yang bahkan masih relevan sampai sekarang. Sosoknya yang penuh teka-teki dan kontroversi membuat pemikiran dan tindakannya sering disalahpahami oleh banyak kalangan.

Sebagai lulusan pesantren, penulis menaruh harapan besar semoga apa yang telah dirintis Gus Dur akan berjalan terus-menerus, yaitu wajah Islam yang percaya diri, ramah, dan terbuka. Adapun berkat pemikirannya, Indonesia dikenal serta diakui oleh masyarakat internasional.

Buku tebal karya Greg Barton ini berhasil memberikan pandangan ilmiahnya, sehingga mampu memberikan cakrawala dan perspektif yang mendalam secara lebih sederhana kepada saya. Greg layaknya seorang sahabat yang memerikan sosok Gus Dur yang sangat multidimensional kepada para pembaca. Greg memotret Gus Dur dari berbagai sisi, baik dari sisi humanis, pluralis, demokrat tulen, budayawan, agamawan, dan sebagai seorang intelektual terkemuka. Greg menampilkan pemahaman yang utuh dan komprehensif tentang sosok Gus Dur kepada kita.

Isi buku Biografi Gus Dur ini sangat layak untuk dijadikan pegangan dan referensi mengenai pandangan-pandangan Gus Dur. Greg telah berhasil menjelaskan berdasarkan konteks yang tepat, yang kerap tidak diketahui oleh pers maupun khalayak umum, serta menjelaskannya masalah-masalah secara gamblang, baik Gus Dur sebagai pribadi yang visioner, pemimpin PBNU pada masa-masa sulit, Presiden RI ke-4, hingga masa kejatuhan pemerintahannya.

Terakhir, ada satu ungkapan Gus Dur yang memikat kami para santri dan selalu saya ingat adalah, “Tirakat santri paling utama adalah membaca. Ibadah santri paling membekas ialah menulis.”

Alumnus Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok dan melanjutkan mondoknya di Pesantren Al-Qur'an Syihabudin Bin Ma'mun, Caringin Banten. Penulis juga lulusan KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) di kampus STAI Indonesia, Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *