Jaringan GUSDURian bersama UNESCO Jakarta Office mengadakan pelatihan media digital untuk melibatkan para pemuda lintas agama dan kepercayaan dalam kampanye narasi pemilu damai. Kegiatan tersebut diselenggarakan di tiga wilayah, yaitu di Yogyakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mempersiapkan para calon pemimpin agama muda untuk menjadi agen dalam menyebarkan narasi perdamaian terkait pemilu di media sosial dan komunitas masing-masing.
Untuk mengikuti agenda ini, peserta harus melalui tahapan seleksi dengan berbagai syarat seperti aktif di media sosial dengan pengikut minimal 5.000 atau tergabung dalam sebuah komunitas kepemudaan berbasis agama. Total terdapat 330 kandidat peserta lintas iman dan kepercayaan yang mendaftar kegiatan ini. Dari jumlah tersebut, hanya 61 orang yang diterima dan ditempatkan di Yogyakarta (3 – 5 November), Cirebon (10 – 12 November), dan Minahasa (14 – 16 November).
Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menyampaikan bahwa program ini merupakan salah satu upaya GUSDURian untuk memperkuat gerakan masyarakat sipil, terutama generasi muda. Pada Pemilu 2024, pemuda disebut sangat menentukan hasil pemilihan sehingga pemuda akan menjadi sasaran kampanye. “Kami tidak ingin pemuda hanya sebagai objek, namun pemuda harus jadi bagian penting dalam proses politik yang akan berlangsung,” ujarnya di Wisma Lorenzo, Lotta, Pineleng, Minahasa (14/11).
Pelatihan ini membekali para peserta dengan empat aspek bermedia digital, yaitu kecakapan, keamanan, etika, dan budaya digital. Harapannya, pemuda lintas agama bisa menjadi agen utama dalam menyebarkan gagasan positif terutama dalam konteks pemilu damai. Pelatihan ini merupakan bagian dari proyek Social Media 4 Peace yang mendapat dukungan pendanaan dari Uni Eropa dan diadakan di berbagai negara. Secara khusus, proyek ini ditujukan untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap konten yang berpotensi membahayakan yang disebarkan secara online.
Selama tiga hari pelatihan, peserta mendapatkan berbagai materi seperti memahami lanskap digital, identifikasi kesalahan informasi, strategi kampanye narasi positif, keagaman digital, hingga produksi konten narasi damai. Materi-materi tersebut disampaikan oleh para ahli dan praktisi yang bergelut di isu-isu tersebut, seperti Iqbal Ahnaf (CRCS), Didiet Saputro (praktisi media sosial), Yekhti Hesthi Murthi (UNESCO Office Jakarta), Dedik Priyanto (islami.co), Sobih Adnan (jurnalis), Fatum Abubakar (Al-Khairat), dan lain sebagainya. Sebagian pemateri merupakan alumni dari Advanced Training bagi tokoh lintas agama yang juga diselenggarakan oleh GUSDURian dan UNESCO pada 20 – 22 Oktober lalu di Yogyakarta.
Salah satu peserta di Minahasa Djihan Magfira Rivai mengungkapkan pelatihan ini memberikan banyak hal baru baginya. Ketua Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Sulawesi Utara ini merasa mendapat banyak wawasan terkait media digital. “Pelatihan ini memberikan insight yang baru terkait isu-isu politik yang provokatif, hoaks, dan lain-lain. Selain itu, saya bisa bertemu dengan relasi yang bermacam latar belakang suku, agama, dan daerah yang sangat berpengaruh dalam membangun pandangan soal keberagaman,” ujar Djihan yang memiliki pengikut lebih dari 96 ribu di TikTok.
Wildan, salah satu peserta training di Cirebon dari Penghayat Kepercayaan mengaku mendapatkan banyak hal selama proses pelatihan. Selain mendapat jejaring baru dari berbagai latar belakang, dirinya juga merasa mendapat berbagai ilmu baru, terutama terkait kampanye narasi positif di dunia digital.
“Kegiatannya seru dan keren. Banyak ilmu baru, salah satunya pemahaman untuk membedakan misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Ini hal yang sangat penting agar tidak mudah percaya pada informasi yang diterima. Harus dicek kebenarannya dengan berbagai cara,” ucapnya.
Setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta akan terlibat dalam kampanye narasi perdamaian di berbagai platform media sosial dan melakukan sosialisasi terkait bahaya hoaks dan jenis-jenis kesalahan informasi di masa pemilu di komunitas dan masyarakat dampingannya.