Menghidupi Tradisi Kombongan dalam GUSDURian Mamasa

Terdapat sebuah tradisi yang sering dilakukan masyarakat Mamasa saat mereka merasa perlu bertemu, yaitu kombongan atau ma’ kombong. Kombongan adalah sarana berkumpul masyarakat dalam penyelesaian sebuah persoalan. Kombongan juga dapat diartikan sebagai rapat untuk merencanakan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan.

Meski disebut rapat, pertemuan ini sebenarnya lebih sering dilakukan dalam suasana santai atau informal. Tradisi ini juga bisa dibilang tidak bias gender karena semua orang, baik laki-laki atau perempuan, bisa mengekspresikan pendapatnya di forum tersebut.

Kombongan biasanya dipimpin oleh stakeholder setempat yang bertindak sebagai moderator. Pemangku kebijakan ini bisa saja dari seorang pemuka adat, pemuka agama, atau perwakilan pemerintah; tergantung situasi atau kebutuhan kombongan.

Kegiatan kombongan bisa juga diartikan sebagai suatu kegiatan gotong royong dalam bentuk kelompok untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kombongan sering dilakukan di salah satu rumah warga untuk mendiskusikan salah satu kegiatan yang akan dilakukan, sekaligus membahas kebutuhan dalam acara tersebut.

Contohnya ketika ada sebuah keluarga akan melakukan pesta pernikahan, maka pihak keluarga akan mengundang keluarga besar untuk membicarakan atau mendiskusikan persiapan pernikahan tersebut. Dari situ keluarga besar akan bergotong royong mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dan semua pihak keluarga akan mengambil peran dalam acara tersebut.

Dikarenakan kombongan ini merupakan salah satu tradisi dari daerah Mamasa, maka GUSDURian Mamasa mesti memposisikan diri untuk tetap melestarikannya karena bagian 9 nilai utama Gus Dur. Selain nilai kearifan tradisi, kombongan juga memuat nilai-nilai lain seperti persaudaraan, kesetaraan, kesederhanaan, dan kemanusiaan.

Kombongan sejalan dengan agenda Komunitas GUSDURian Mamasa, yakni “Nimbrung Bareng” atau yang bahasa trennya kongko-kongko. Nimbrung Bareng merupakan kegiatan GUSDURian Mamasa yang biasa dilakukan untuk berdiskusi maupun melakukan rapat internal komunitas. Kombongan ini pula juga dijadikan sebagai sarana untuk lebih mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antaranggota komunitas maupun masyarakat pada umumnya. 

Maka dari itu kombongan dan nimbrung merupakan istilah yang berbeda namun mempunyai makna yang sama, yakni dengan kesederhanaan suatu forum dapat dilaksanakan tanpa bersifat formal. 

Eksisnya kombongan hingga hari ini adalah potret keseharian masyarakat Mamasa yang masih kental akan tradisi kolektivismenya. Jika melihat laju modernitas yang begitu kencang membentuk kultur masyarakat yang semakin individualis, maka kombongan bisa dikatakan adalah antitesis dari dampak buruk modernitas tersebut.

Penggerak Komunitas GUSDURian Mamasa, Sulawesi Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *