JEMBER – Komunitas GUSDURian Jember menyambut kunjungan pengurus Greja Kristen Jawi Wetan atau GKJW Jember (Senin, 21/07/2025) dan menggelar Dialog Lintas Iman dan Budaya Jember 2025 (Kamis, 07/08/2025) bekerja sama dengan Gereja Kristen Indonesia Jember.
Pendeta Kukuh, dalam kunjungan hangat yang bertempat di Gus Dur Corner UIN KHAS Jember ini, menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan penggerak GUSDURian di tempat tugasnya sebelumnya. Ia juga merefleksikan pengalamannya berinteraksi dengan para penggerak Komunitas GUSDURian yang selalu cair dan dengan suasana penuh kekeluargaan. Pendeta Kukuh kemudian memaparkan bahwa GKJW Jember terbuka untuk bekerja sama untuk agenda selanjutnya.
Budi Siswanto, yang juga aktif sebagai ketua MLKI Jember, juga menambahkan, bahwa kedatangan rombongannya untuk mengajak Komunitas GUSDURian Jember berkolaborasi. Dirinya juga mengisahkan pengalamannya berinteraksi dengan para tokoh lintas iman Jember yang peduli pada minoritas dan kelompok marjinal.
Sementara, pada kegiatan Dialog Lintas Iman dan Budaya Jember 2025 yang berlangsung di Gereja Kristen Indonesia Jember, Saras Dumasari, pemateri pertama yang mewakili GUSDURian Jember, memaparkan bahwa di tengah krisis kemanusiaan dan intoleransi yang masuk marak terjadi di Indonesia, ia mengutip pendapat Gus Dur bahwa kemanusiaan merupakan nilai tertinggi dalam ajaran agama yang sangat relevan dengan orang muda.
Saras juga memaparkan nilai-nilai dan keteladanan yang diberikan Gus Dur, seperti melaksanakan prinsip kesalingan peran dalam keluarganya dan tidak patriarkis. Tak lupa Saras juga mengajak para peserta yang hadir untuk aktif dalam gerakan GUSDURian Jember.
Tujuan kegiatan ini menurut Saras adalah untuk melanjutkan inisiatif dialog lintas iman dan budaya, memperkuat jaringan aksi kolaboratif, menyediakan ruang aman dan terbuka untuk beragam kelompok agama, serta advokasi komunitas minoritas.
“Meneruskan semangat dialog menjadi aksi nyata lintas iman dan budaya, membangun jejaring kerja kolaboratif antarkomunitas dan lintas agama, menyediakan ruang aman dan terbuka untuk ekspresi keberagaman, serta pembelaan kelompok minoritas,” tuturnya.

Sementara, Yonathan, pemateri kedua dari GKI Jember, memperkenalkan teologi persahabatan yang dikembangkan oleh komunitas Kristen. Ia kemudian mengajak para peserta bersama-sama menyanyikan dan menarikan lagu Roti dan Mentega.
Lagu Roti dan Mentega berisi pengingat bahwa setiap manusia adalah teman, selalu bersama, dan bersatu seperti mentega dan roti atau celana dan baju. Lagu ini juga mengandung pesan untuk saling mendukung dan mendoakan.
Ia juga memaparkan bahwa lagu yang biasa dinyanyikan dalam Sekolah Minggu ini mengajarkan pertemanan yang inklusif, tanpa sekat batas identitas sosial.
Alumnus STFT Jakarta ini juga berpesan, bahwa persahabatan dan kasih perlu dilanjutkan oleh masyarakat. Selain itu ia juga memaparkan bahwa umat Kristen terbuka untuk berkolaborasi untuk melakukan aksi sosial bersama komunitas dan umat agama lain. “Pengikut Kristus itu bisa kok melakukan persahabatan inklusif,” tuturnya.
Faisol Abrori, Kasubag Tata Usaha Kantor Kemenag Jember, dalam sambutannya memuji ikhtiar GUSDURian Jember menyelenggarakan Dialog Lintas Iman dan Budaya dengan bertempat di rumah ibadah minoritas. Menurutnya, hal ini dapat menunjukkan pada publik bahwa umat beragama minoritas juga mengajarkan kebaikan.
Faisol memaparkan, bahwa keberagaman di Indonesia meniscayakan kebhinekaan perlu dijaga bersama. “Dari keberagamaan itulah, muncul kebhinnekaan,” tuturnya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa Pancasila menjadi pemersatu bangsa yang dapat mendorong kemakmuran bangsa. “Pancasila yang mengikat negara kita, sehingga menjadi negara yang makmur, subur, dan gemah ripah,” tuturnya.
Fransiskus Xaverius Yiddi, pengurus Gereja Santo Yusuf sekaligus Penyuluh Agama Katolik Kementerian Agama Jember juga memaparkan kesan mendalamnya pada sosok Gus Dur. Gus Dur menurutnya merupakan tokoh yang istimewa, karena bersikap sederhana dan pemikirannya memukau.
“Gus Dur adalah sosok yang istimewa pol, sederhana, membuat orang terperdaya,” kesannya.
Yiddi juga menyatakan kekagumannya pada GUSDURian yang telah mengimplementasikan nilai moderasi beragama dalam praktik advokasi.
“Saya salut dengan GUSDURian, karena telah mengaktualisasi nilai moderasi beragama dalam praktik advokasi. “Karena telah itu moderasi beragama yang data, bukan berteori,” tambah Yiddi.
I Nengah Sukarya, tokoh Hindu Jember, juga menceritakan kesan khusus pada sosok Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur dekat dengan tokoh Hindu dan sering berkunjung pada kediaman Ibu Gedong Bagoes Oka. Nengah juga terkesan karena Gus Dur berperan besar memperkuat emansipasi, penghargaan terhadap kemanusiaan, toleransi, dan sikap saling menghargai antarkelompok di Indonesia
Nengah juga berharap, GUSDURian Jember dapat berkontribusi mengedukasi masyarakat bahwa dalam komunitas beragama terdapat tempat ibadah kecil yang berbeda dengan tempat ibadah yang harus didirikan dengan perizinan khusus.

Kukuh Iman Santoso, Pendeta GKJW Jember, menceritakan kesannya terhadap pernyataan Gus Dur. Menurutnya Gus Dur pernah mengajarkan pada publik bahwa seseorang tidak akan menanyakan pada kita agama kita, jika kita berbuat kebaikan pada orang lain. Menurutnya, pendapat para undangan dari lintas Iman telah menunjukkan kesadaran inklusif merasakan kehangatan sambutan insan umat beragama lain.
Pria yang akrab disapa Pendeta Kukuh ini berharap bahwa kegiatan tersebut dapat menginisiasi komitmen bersama untuk bergerak, misal dalam isu lingkungan.
Kukuh juga berharap, agar kegiatan perjumpaan lintas iman yang sedang digagas dapat berkembang. Tidak hanya mendiskusikan persamaan, namun juga untuk mengenal perbedaan.
“Mari kita buka ruang seluas-luasnya, waktu-waktu yang akan datang, perjumpaan tidak hanya mendiskusikan persamaan-persamaan, tapi perbedaan juga perlu didiskusikan,” harapnya.
Kukuh juga berharap, agar GUSDURian Jember mengusulkan dalam kegiatan TUNAS GUSDURian 2025 agar Jaringan GUSDURian mengembangkan program untuk memperkuat penghargaan lintas iman.
Mahmud Zain, Koordinator Penggerak GUSDURian Jember, turut memberikan pernyataan penutup kegiatan ini. Dirinya memaparkan bahwa dalam proses mengadvokasi konflik rumah doa yang telah dilakukan GUSDURian Jember, stakeholder terkait kerap fokus pada korban dengan mengajak menghentikan ibadahnya, bukan fokus mencegah tindak pelanggaran kebebasan beragama yang dilakukan pelaku.
Zain juga mengajak para tokoh lintas iman untuk bersama-sama terlibat dalam advokasi pelanggaran kebebasan beragama.









