MAKASSAR – Dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Komunitas GUSDURian Makassar kembali menggelar Roadshow Dialog Keberagaman #3 bertajuk “Silaturahmi Merdeka Toleransi: Pemuda Lintas Agama Merajut Keberagaman 80 Tahun NKRI” pada Senin, 18 Agustus 2025. Acara yang berlangsung di Keuskupan Agung Kota Makassar ini menghadirkan pemuda lintas iman untuk membicarakan tantangan toleransi, kemanusiaan, dan lingkungan hidup.
Dialog juga menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Pastor Albert Arina (Ketua Komisi Kerawam & Hak Keuskupan Agung Makassar) dan Syarifah Ainun Jamilah (Founder Cadar Garis Lucu & aktivis GUSDURian Makassar). Sesi dipandu oleh Sulfia Clarita dari Komunitas Cadar Garis Lucu.
Koordinator GUSDURian Makassar, Fathur Marzuki, dalam sambutannya menegaskan bahwa roadshow ini bertujuan memperkuat silaturahmi lintas iman, memperkenalkan isu-isu keberagaman, sekaligus merawat semangat kebangsaan di tengah masyarakat yang beragam.
Dalam pemaparannya, Pastor Albert menyebut kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah mukjizat sejarah karena berhasil menyatukan keragaman suku, budaya, dan bahasa. “Kemerdekaan bukan hadiah, tetapi hasil perjuangan dan pengorbanan. Tugas kita hari ini adalah mengisinya dengan kebajikan, kepedulian kemanusiaan, dan perhatian pada lingkungan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, diskusi lintas iman seperti ini sebenarnya sudah berada pada level yang lebih tinggi karena membicarakan isu-isu kemanusiaan yang nyata. “Kita membahas krisis air bersih, masalah kemiskinan, dan berbagai persoalan kemanusiaan lainnya. Kita tidak lagi terjebak pada perdebatan teologi. Justru isu kemanusiaan inilah yang menjadi pintu masuk kolaborasi tanpa prasangka akibat perbedaan keyakinan,” tegas Pastor Albert.

Sementara itu, Syarifah Ainun Jamilah menyoroti tantangan intoleransi yang semakin kompleks. Menurutnya, politisasi agama kerap memicu perpecahan. “Kalau kita tidak menjaga keragaman ini dengan baik, maka imajinasi tentang Indonesia bisa buyar. Karena itu, kita perlu memperkuat kesadaran kolektif, termasuk melalui gagasan ekoteologi yang menegaskan bahwa semua agama mengajarkan kepedulian pada bumi,” jelasnya.
Dari unsur Pemuda Katolik Komda Sulsel, dialog ini juga menegaskan sejarah penting Vatikan sebagai pihak pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pemuda Katolik menegaskan perlunya diskusi pluralisme yang konsisten dan menawarkan kolaborasi dengan GUSDURian melalui Deklarasi Cinta, sebuah gerakan moderasi lintas organisasi kepemudaan yang membawa pesan toleransi dan cinta kasih.
Acara ini ditutup dengan kesepakatan bahwa merawat keberagaman tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, melainkan membutuhkan kerja sama lintas iman. “Kesetaraan yang kita harapkan adalah tidak meninggalkan siapa pun di belakang. Kita bisa memulainya dengan komitmen pada isu lingkungan dan kemanusiaan,” tutup Ainun.









