SEMARANG – Sebanyak 200 surat penangguhan penahanan Dera dan Munif dilayangkan oleh sejumlah tokoh lintas agama, akademisi, aktivis, BEM se-Kota Semarang, masyarakat umum, hingga sejumlah CSO dari tingkat daerah hingga nasional pada Jumat (5/12/25) siang.
Sepasang aktivis lingkungan dan HAM yang ditahan, Adetya Pramandira (Dera) dan Fathul Munif, yang akan melangsungkan pernikahan pada tanggal 11 Desember 2025 mendatang terancam batal. Sebab mereka harus menghadapi proses penahanan. Masyarakat menilai, penangkapan mereka dinilai tidak adil dan dipaksakan.
Dari 200 penjamin ini di antaranya ada tokoh nasional, seperti Alissa Wahid dan Inayah Wahid, yakni putri mendiang Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian dari kelompok akademisi ada Feri Amsari, dosen Tata Negara FH Andalas, hingga keterlibatan KH. Ubaidillah Shodaqoh selaku Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah.
Surat penangguhan ini dilakukan agar dikaji oleh Polrestabes Kota Semarang untuk memberikan dukungan langsung kepada Dera-Munif. Penangguhan ini menjamin kesiapan moral dan mental serta akan memastikan yang bersangkutan akan bersikap kooperatif dalam seluruh proses hukum yang sedang berjalan.
Menurut perwakilan penjamin yang datang dari akademisi, Hotmauli Sidabalok menyatakan bahwa surat penangguhan sudah diterima dan akan diberitahukan pada 10 Desember mendatang. Meskipun belum dikabulkan, ia berharap kedua aktivis ini akan ditangguhkan penahanannya agar dapat menikah sesuai rencana.
“Sudah diterima Kapolrestabes Semarang, tapi belum dikabulkan. Nanti akan diberitahukan 10 Desember 2025. Kami menjamin mereka tidak akan ke mana-mana selama proses hukum dilakukan,” ungkapnya.

Kronologi
Dera dan Munif adalah sepasang aktivis HAM dan lingkungan yang ditangkap pada Senin, 27 November 2025. Rekam jejak sepasang sejoli tersebut memang lekat dengan aktivitas membela kaum marginal yang dikriminalisasi di wilayah konflik lingkungan. Dera adalah staf Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jateng dan Munif aktif di Aksi Kamisan Semarang.
Sebelumnya, Dera baru saja pulang dari Jakarta untuk mendampingi aduan kriminalisasi ke sejumlah institusi negara seperti Komnas HAM. Ia berangkat dengan satu staf Walhi lain, untuk melaporkan tindakan kriminalisasi petani dan warga sipil di daerah Kendal dan Jepara ke Komnas HAM.
Menurut penuturan Dera, ia memang sudah merasa diperhatikan dan diikuti oleh orang tidak dikenal saat di Jakarta, hingga Munif datang menjemput dan turut ikut diamankan pada 27 November dini hari. Seperti dilansir Wespeak.org dan Kompas.com, keduanya dijemput paksa oleh 24 aparat bersenjata tanpa surat penangkapan dan tanpa pernah dipanggil atau diperiksa sebagai saksi maupun terlapor.
Hingga kini surat penangguhan masih menjadi harapan besar sejumlah masyarakat agar kedua aktivis ini segera dibebaskan dan ditangguhkan penahanannya. Saat ini Dera dan Munif masih menjadi menjadi tahanan di tempat terpisah di Polrestabes dan Polda Jateng.









