Arab Kristen di Timur Tengah

Bagi yang tidak familiar dengan peta demografi dan geo-kultural masyarakat Arab Timur Tengah, pasti akan mengira kalau semua orang Arab yang tinggal di kawasan ini secara otomatis memeluk agama Islam. Padahal tidak. Tidak sama sekali.

Tidak semua orang Arab itu Muslim. Sama seperti tidak semua orang Melayu atau Sunda itu Muslim, tidak semua orang Ambon Manise atau Papua atau Batak itu Kristen, tidak semua orang Tiongkok itu memeluk Konghucu atau Taoisme, tidak semua orang India itu Hindu. Bahkan tidak semua orang Yahudi itu Yahudi.

Populasi masyarakat Arab Kristen itu banyak dan tersebar di berbagai penjuru angin. Mereka bukan hanya tinggal dan tersebar di kawasan Timur Tengah saja tetapi juga di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, dlsb.

Ingat: agama Kristen itu lahir di Timur Tengah broh, bukan di Eropah atau Amerikah. Foto di TS ini hanyalah sekelumit contoh masyarakat Arab Kristen yang tinggal di Israel. Sangat “syar’i” sekali kan? Ada sekitar 20% populasi Arab di Israel, baik Muslim maupun bukan.

Di Timur Tengah sendiri, populasi Arab Kristen tersebar di hampir semua negara. Meski demikian hanya sejumlah negara saja yang memiliki populasi Arab Kristen cukup signifikan, yaitu Libanon, Suriah, Mesir, Palestina, Irak, dan Yordania. Sebagai “wong Arab”, mereka juga berbahasa Arab dan mempraktikkan tradisi-kultur Arab seperti saudara-saudara Muslim mereka (misalnya dalam hal berpakaian, makanan, tarian, musik, dlsb).

Mayoritas masyarakat Arab Kristen di Timur Tengah mengikuti gereja Ortodoks Koptik, Katolik Maronite, Katolik Roma, Ortodoks Timur, Katolik Chaldea, Ortodoks Assyria, Ortodoks Suriah, dlsb. Meskipun, di era kontemporer ini, ada juga yang mengikuti Pentecostalism, Evangelism, atau bahkan Mormon.

Perkembangan Mormon ini cukup menarik. Mungkin karena “doktrin” Mormon yang membolehkan perkawinan poligini (suami memiliki sejumlah istri) sehingga memikat sebagian masyarakat Arab. Ini sama dengan Islam yang membolehkan poligini sehingga memikat raja-raja Nusantara dulu.

Sejarahnya, asal-usul suku-suku Arab berasal dari kawasan Jazirah Arabia, tempat saya tinggal sekarang ini. Mereka kemudian menyebar ke berbagai kawasan lain di Timur Tengah dan bahkan sampai Afrika Utara, Asia Tengah, dan Eropa sejak ekspansi keislaman yang dilakukan oleh para “warriors” suku/klan Arab (terutama setelah wafatnya Nabi Muhammad) dan semakin menguat dan menggelembung sejak berdirinya kerajaan-kerajaan/dinasti Islam (Umayah, Abbasiyah, Andalusiyah, dlsb) yang dikontrol oleh sejumlah suku/klan Arab tertentu.

Sebelum Islam lahir di Jazirah Arab, masyarakat Arab ada yang memeluk Kristen, Yahudi, Zoroastrianisme, atau menganut agama-agama/kepercayaan lokal masing-masing suku/klan Arab. Kawasan Arabia selatan (Najran dan Yaman), dulu menjadi basis Kristen, sedangkan Madinah dulu banyak ditempati umat Yahudi. Hingga kini sisa-sisa mereka masih ada.

Sebelum menjadi kelompok etnik-bahasa yang dominan di Timur Tengah, kawasan ini dulu bukan “basis Arab”, melainkan Persi, Berber, Turki, Kurdi, dlsb. Meskipun tentu saja sampai sekarang, mereka masih banyak jumlahnya.

Jadi, sebagaimana mendung tak berarti hujan atau sujud syukur tak berarti menang, Arab pun tak berarti Muslim. Gitu coy.

(Artikel ini pertama kali dimuat di islami.co)

Direktur Nusantara Institute. Associate Professor di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Saudi Arabia.