Social Media

Diskusi GUSDURian: Ada Apa dengan Iklim Kita?

Perubahan iklim salah satunya terjadi karena polusi udara, bisa disebabkan dari kendaraan bermotor, aktivitas pabrik, maupun pembakaran sampah. Di Yogyakarta, salah satu kota besar di Indonesia, motor merupakan transportasi utama bagi warga, sehingga menjadi penyumbang karbon monoksida terbesar tiap tahunnya. Lalu bagaimana sebenarnya problem lingkungan semacam ini, baik di Yogyakarta secara khusus maupun secara nasional dan global? Dan apa kira-kira yang bisa kita lakukan sebagai solusi untuk menyelamatkan lingkungan kita?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Jaringan GUSDURian mengadakan diskusi daring bertajuk “Ada Apa dengan Iklim Kita?” pada Jum’at, 15 Oktober 2021. Diskusi tersebut terselenggara berkat kerja sama dengan berbagai pihak, yaitu Jogja Lebih Bike, SP Kinasih, Purpose Climate Lab, dan Pesantren Bumi Cendekia. Dipandu langsung oleh Sarah Monica (Presenter/Beritabaru.co), acara ini mempertemukan tiga narasumber: Inaya Wahid (Koalisi Penggugat Polusi Udara Jakarta), Aldy Permana (Purpose Climate Lab Campaigner), dan Hilman Firdaus (Wakil Kepala Sekolah Bumi Cendekia Yogyakarta).

Diskusi dibuka dengan presentasi Aldy Permana sebagai campaigner perubahan iklim. Ia menyebutkan bahwa ketika berbicara mengenai gas rumah kaca, Indonesia merupakan salah satu negara yang penting karena kontribusinya melalui deforestasi dan kebakaran hutan. Gas rumah kaca sendiri merupakan penyebab utama perubahan iklim, sebuah fenomena alam yang membuat pemanasan bumi menjadi lebih cepat karena aktivitas manusia.

“Gas rumah kaca sebagian besar disumbang oleh karbon dioksida dan metana. Zat itu biasanya dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan seperti pabrik, sektor industri, transportasi, bahkan penggunaan energi yang dihasilkan ketika kita makan,” terang Aldy.

Aldy juga menjelaskan bahwa salah satu dampak global dari perubahan iklim adalah tidak menentunya pola cuaca, yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia sendiri.

“Misal di Yogyakarta, kemarin kan puncak-puncaknya kemarau ya, tapi ternyata ada yang beberapa hari malah hujan terus. Sebaliknya, sekarang bulan Oktober yang seharusnya peralihan ke musim hujan, tapi malah agak panas. Ini akhirnya berpengaruh kepada manusia juga, salah satunya kepada petani,” lanjut Aldy memberi contoh.

Selanjutnya, Inaya Wahid menyambung dengan cerita perjuangannya dalam memerangi polusi udara di Jakarta. Sejak 2018, Inayah bersama 31 orang lainnya tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota). Mereka bertemu, melakukan kasak-kusuk, dan mulai mengajukan citizen lawsuit. “Setelah melalui dua tahun dan ditunda sebanyak delapan kali, akhirnya pada tanggal 16 September 2021 kemarin kami dinyatakan menang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meskipun hanya sebagian,” tutur Inaya.

Terdapat tujuh pihak yang digugat oleh Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota), tetapi yang diputuskan bersalah melanggar hukum hanya ada lima pihak. Mereka dianggap lalai melakukan kewajibannya untuk menjaga baku mutu udara ambien. Namun sayangnya, para tergugat kecuali pihak Pemprov DKI itu kemudian melakukan banding.

“Sesuatu yang sejujurnya kami sayangkan,” kata Inaya. “Padahal ini adalah sesuatu yang butuh kerjasama. Kami nggak sedang cari musuh atau mau berantem, kok. Tujuan utamanya adalah kita harus melakukan sesuatu terkait polusi udara sebelum terlambat,” lanjut putri bungsu Presiden Abdurrahman Wahid tersebut.

Inaya juga menjelaskan bahwa akibat buruknya kualitas udara Jakarta, ada salah satu pelari Asian Games sempat jatuh pingsan karena dia tidak bisa bernapas dengan baik. Dalam skala global sendiri, menurut riset ada 160 ribu kematian di lima kota terpadat di dunia pada tahun 2020 dikarenakan polusi udara. Angka yang tidak sedikit.

Diskusi kemudian disambung oleh cerita Hilman Firdaus yang turut mengelola pesantren dan SMP Bumi Cendekia. Pesantren yang terletak di sebelah barat Yogyakarta ini disebut-sebut sebagai salah satu pesantren ekologis.

“Bumi Cendekia ini sejak awal didirikan oleh para aktivis, di mana salah satu visinya adalah santri dapat memberi manfaat pada lingkungan, baik terhadap lingkungan sosial maupun lingkungan alam semesta. Ini sudah menjadi concern para pendiri,” kata Hilman.

Lingkungan di sekitar Pesantren Bumi Cendekia mayoritas adalah persawahan, kebun, dan ada selokan Mataram (sungai). Ini merupakan sumber daya yang sangat mendukung untuk lingkungan di sekitar pesantren.

“Kami telah melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung pesantren ramah lingkungan. Jadi para santri terus kami dorong untuk melakukan inovasi-inovasi supaya kelestarian alam semua ini tetap terjaga. Di antara inovasi yang telah dilakukan oleh santri-santri adalah melakukan penghematan listrik dan pengelolaan limbah sampah supaya tidak mencemari lingkungan sekitar,” lanjut Hilman.

Diskusi ini diselenggarakan melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui akun Youtube GUSDURian TV.