Social Media

Refleksi TOF: Menjadi Fasilitator sebagai Upaya Mendampingi Komunitas GUSDURian di Daerah

Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian mengadakan Training of Facilitator (TOF) pada 5-7 Mei 2023 di Hotel Museum Batik, Yogyakarta. Beberapa hal yang menjadi tujuan diselenggarakannya kegiatan ini di antaranya adalah sebagai ruang konsolidasi fasilitator untuk refleksi, meningkatkan kapasitas fasilitator terkait kepemimpinan (leadership) dan paradigma kefasilitatoran, serta merumuskan strategi pelaksanaan Pertemuan Komunitas (Community Meeting) dan Kelas Penggerak GUSDURian.

Setelah Pandemi Covid-19 dinyatakan sudah bisa disikapi, Komunitas GUSDURian di daerah bergerak dan memperkuat kembali setelah vakum sekitar 2 tahun lamanya karena saat itu fokus penggerak komunitas adalah sebagai relawan GUSDURian Peduli. Setelah tahun 2022 beberapa Komunitas GUSDURian telah mengadakan Pertemuan Komunitas sebagai media konsolidasi penggerak dan membuat rencana aksi (action plan) komunitas.

Pasca Pertemuan Komunitas terdapat kebutuhan menjaring penggerak baru di banyak komunitas. Dalam hal ini, Seknas Jaringan GUSDURian melakukan Pelatihan berupa TOF sebagai upaya untuk menyiapkan fasilitator untuk mengawal Pertemuan Komunitas dan Kelas Penggerak GUSDURian di berbagai daerah.

Kaitannya sebagai calon fasilitator Pertemuan Komunitas dan Kelas Penggerak GUSDURian, beberapa kebutuhan yang perlu dimiliki sebagai seorang fasilitator yakni, kemampuan mendalami materi yang akan disampaikan, kemampuan menjadi pendengar yang baik, kemampuan untuk berinteraksi dan komunikasi dengan peserta dalam forum, dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi di lapangan. Tentunya materi-materi kefasilitatoran yang telah disusun Seknas menjadi panduan dalam fasilitasi komunitas di daerah.

Menurut Prof. Otto Scharmer, manakala berjumpa dengan orang lain tak ayal muncul 3 Voices (Judgement, Cynicism, Fear). Hal yang terus melekat dalam diri manusia dan tentunya perlu disikapi dengan 3 Openness (Mind, Heart, Will). Selain itu, menjadi pendengar yang baik ternyata dapat dilatih dengan cara mengetahui berbagai macam Level of Listening, di antaranya:

  • Listening 1 yang berasal dari kebiasaan diri, terdapat proses downloading untuk mengonfirmasi ulang opini dan penilaian sebelumnya.
  • Listening 2 yang berasal dari luar diri, mengetahui perbedaan sehingga ditemukan fakta akibat proses membuka pikiran, menyikapi suara penghakiman dengan keingintahuan sehingga terjadi diskonfirmasi fakta baru.
  • Listening 3, munculnya hubungan emosional dengan membuka hati dalam menyikapi suara sinis agar dapat melihat dari sudut pandang orang lain.
  • Listening 4, tahap generative di mana proses membuka keinginan nyata berupa keberanian tindak lanjut dari penyikapan terhadap suara kekhawatiran, yang mana menjadi terhubung dengan masa depan yang diimajinasikan.

Berinteraksi dengan orang lain terlebih dengan orang yang baru dijumpai memerlukan pendekatan yang berbeda dan menyesuaikan kondisi yang ada. Menyamakan frekuensi dengan orang yang diajak komunikasi menjadi penting untuk dilakukan agar terjadi ketersambungan. Dalam konteks menjadi Fasilitator, kemampuan berinteraksi dengan peserta menjadi hal wajib karena secara pengertiannya, Fasilitator yang bermakna memudahkan proses. Maka dalam memfasilitasi, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan aktif dari peserta.

Melatih kepekaan terhadap situasi memang bisa terasah melalui implementasi atau jam terbang. Semakin dipraktikkan akan semakin timbul kepekaan dalam membaca situasi di forum. Tentunya jika diimbangi dengan evaluasi dan semangat untuk meningkatkan kapasitas diri. Perjumpaan menciptakan dialog yang menjadi sarana saling kesepahaman satu sama lain. Baiknya apabila terdapat asumsi perlu diklarifikasi sehingga membuat frekuensi menjadi satu.

Sering kali kesalahpahaman membuat koordinasi terhambat, perlunya ruang perjumpaan agar terjadi sharing session antarpenggerak dalam komunitas. Membagi visi antara koordinator dengan para penggeraknya sebagai upaya merawat dan meningkatkan rekening emosi dalam Komunitas GUSDURian. Upaya-upaya tersebut menjadi penting dalam keberlanjutan jalannya Komunitas GUSDURian di daerah. Menciptakan ruang vakum bagi penggerak dan anggota agar mereka mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kapasitasnya, salah satu upaya dalam menjaga regenerasi penggerak di komunitas.

Dengan melibatkan anggota baru atau calon-calon penggerak komunitas dalam beberapa kegiatan akan menciptakan relasi yang baik dan transfer knowledge di dalamnya. Intensitas perjumpaan yang meningkat dan pelibatan calon-calon penggerak dalam kegiatan Komunitas GUSDURian sebelum nantinya mendapatkan pendidikan intens di Kelas Penggerak GUSDURian.

Sikap Kepemimpinan dan Paradigma Kefasilitatoran yang dimiliki seorang fasilitator menjadi bekal dalam mendampingi Pertemuan Komunitas dan Kelas Penggerak GUSDURian di Komunitas GUSDURian di daerah. Kesempatan untuk terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri bagi seorang fasilitator yang difasilitasi Seknas JGD dalam rangka melebarkan lingkaran pengaruhnya di luar diri dan komunitas.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banjarnegara, Jawa Tengah.