Pentingnya Keterlibatan Perempuan dalam Upaya Konservasi Air

Seiring bertambahnya penduduk bumi, kebutuhan dan permintaan air (water demand) kian meningkat. Pertumbuhan penduduk, variabilitas, dan perubahan iklim, faktor alam dan faktor antropogenik, penggunaan air secara berlebihan, adanya kontaminasi air, ekstraksi air tanah, serta faktor teknologi adalah sederet pengaruh yang menyebabkan ada dan terbatasnya ketersediaan sumber daya air. Kondisi seperti ini sebenarnya telah jauh lebih dulu direspons Islam. Islam memberikan tuntunan kepada umatnya agar tidak berlebihan dalam menggunakan suatu hal, seperti termaktub dalam QS Al-A’raf. Secara lebih spesifik, Islam melalui beberapa riwayat hadis seperti HR. Bukhari no. 192 serta HR. Damiri no. 1806 melarang adanya sikap berlebihan menggunakan air (dalam berwudhu) serta tuntunan agar senantiasa berhemat air.

Seberapa Besar Ketersediaan Air di Bumi bagi Kita?

Meski air termasuk sumber daya terbarukan, memperkirakan ketersediaan air di bumi bukanlah perkara mudah. Sebab, sifat air selalu berubah dan dinamis. Wujud air yang cair dapat mudah berubah ke fase padat atau gas, begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi.

Hidrosfer bumi menurut Shiklomanov (1998) mengandung sekitar 1386 juta kilometer kubik air yang terdiri dari 97,5% air asin dan 2,5% air tawar. Sebagian besar air tawar (68,7%) berupa es dan penutup salju permanen di Antartika, Arktik, dan di daerah pegunungan. Sedangkan 29,9% lainnya berupa air tanah segar. Meski demikian, total air tawar di bumi yang tersebar di danau, waduk, dan sungai hanya berkisar 0,26%.

Indonesia, menurut Yusuf dan Koundouri (2004) memiliki sekitar 6% dari total keseluruhan sumber daya air tawar dunia. Namun, variabilitas musiman dan spasial dalam pendistribusian sumber daya air berdampak pada kekurangan air regional periodik. Kondisi ini sebagaimana terjadi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Sustainable Water Use

Diakui atau tidak, kebanyakan dari kita berpikir bahwa upaya konservasi sumber daya air hanya perlu dilakukan ketika terjadi kekeringan parah atau kekurangan air mulai mengancam. Padahal, penggunaan air haruslah bersifat berkelanjutan (sustainable water use) guna mendukung manusia agar bertahan dan berkembang di masa depan tanpa merusak siklus hidrologi maupun sistem ekologi.

Menurut Sallata (2015) konservasi sumber daya air merupakan sebuah upaya untuk memelihara keberadaan dan keberlanjutan sifat dan keadaan, serta fungsi air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai guna memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik di waktu sekarang maupun di waktu yang akan datang. Dalam pengamatan Postel (2015) manusia di berbagai belahan dunia telah jauh melampaui penggunaan batas air terbarukan. Hal tersebut dikarenakan banyak dari kita menganggap bahwa air adalah sumber daya yang murah dan ketersediaannya tidak terbatas. Padahal, kelangkaan air dapat terjadi jika kita tidak menjaga kelestariannya.

Secara garis besar, konversi air terbagi menjadi dua bagian. Pertama, konservasi air nondomestik (umum) dan kedua, konservasi air domestik (rumah tangga). Konservasi air nondomestik yang dilakukan dengan teknologi misalnya, ada beberapa cara seperti pengisian kantong-kantong air di daerah cekungan, melakukan proses infiltrasi agar meningkatkan masuknya air ke dalam tanah, serta melakukan proses evapotranspirasi guna mengurangi adanya kemungkinan kehilangan air. Secara umum, konservasi air nondomestik berupaya meningkatkan infiltrasi ke dalam tanah untuk mengurangi adanya limpasan permukaan berlebih yang dapat menyebabkan banjir, bukan semata-mata sebagai pengimbuhan kembali air tanah yang terus menerus diambil.

Beberapa langkah konservasi air nondomestik dapat berupa adanya pembuatan lubang resapan biopori, sumur resapan, embung, pemanen air hujan, peningkatan efisiensi irigasi untuk lahan pertanian, penerapan agroforestry, dan lain sebagainya. Sedangkan konservasi domestik dapat dilakukan dengan mengubah perilaku hidup dan bijak menggunakan teknologi.

Konservasi Air di Ranah Domestik

Produk-produk teknologi yang menunjang upaya konservasi air di ranah domestik mulai banyak terjual di pasaran. Namun, harga produk-produk tersebut belum cukup ekonomis. Selain itu, perubahan konservasi air yang bergantung pada teknologi cenderung membutuhkan waktu yang lama dan usaha yang ekstra. Sebab itulah, perubahan perilaku merupakan metode konservasi air yang paling dapat segera dilakukan dan tidak memakan biaya mahal.

Di Indonesia, aktivitas domestik masih didominasi oleh kaum perempuan, meski tentu saja dalam beberapa hal lelaki terlibat di dalamnya. Namun, sekalipun perempuan memiliki karir di ranah publik, mereka masih dominan sebagai pengelola urusan domestik. Itu sebabnya, perempuan memiliki peran penting dan andil besar dalam suksesi konservasi air rumah tangga. Bahkan di beberapa daerah seperti di Aceh misalnya, perempuan adalah aktor utama yang menjaga ekosistem air di hutan. Meski klaim yang selama ini terwacanakan bahwa tugas-tugas seperti itu dibebankan pada laki-laki. Kondisi ini juga terjadi di ranah domestik perempuan pedesaan seperti; sumur. Meski peran penggalian pertama dilakukan oleh laki-laki, dalam memelihara air sumur baik kebersihan maupun strategi penjernihan sampai air siap minum di meja makan dilakukan oleh perempuan. Edukasi adalah hal terpenting dalam perubahan perilaku hidup. Kebiasaan dalam rumah tangga secara teoritis akan terwariskan pada generasi anak-cucu. Itu sebabnya, jika kebiasaan-kebiasaan menghemat air dilakukan maka anak-anak akan mengikuti pola hidup orangtuanya.

Ada beberapa cara yang dapat mulai dibiasakan sebagai langkah membentuk kebiasaan perilaku untuk mendukung upaya konservasi air di ranah domestik. Seperti kegiatan di kamar mandi misalnya, mematikan keran air sebelum bak penuh, tidak membuang sampah di toilet karena akan membutuhkan lebih banyak air untuk menyiram, menggunakan air bekas mandi untuk menyiram toilet atau menyiram tanaman yang tidak dapat dimakan, dan rutin mengecek kebocoran pada pipa.

Langkah-langkah kecil seperti menampung air saat hujan guna menyiram tanaman juga bagian dari upaya mendukung langkah konservasi air. Dalam menanam tanaman misalnya, gunakan sistem pelekat pot atas bawah agar ketika pot bagian atas disiram, pot bagian bawah juga akan menerima siraman. Penggunaan air oleh anak-anak juga perlu dikontrol terutama saat mandi, serta menyampaikan edukasi kepada anggota keluarga lain agar menggunakan air seperlunya.

Selain itu, beberapa hal juga dapat dipraktekkan di dapur misalnya, menghindari mencuci piring dan peralatan masak dengan air yang terus menerus mengalir serta memastikan membuang sisa-sisa makanan maupun sayuran ke tempat sampah komposter bukan di wastafel. Sebab, melakukan hal demikian akan memerlukan banyak air untuk menyiram dan menimbulkan masalah septik. Kebiasaan mencuci pakaian juga perlu diperhatikan. Maksimalkan kapasitas penuh jika mencuci pakaian dengan mesin. Mencuci pakaian dengan cara manual lebih disarankan. Upaya-upaya tersebut tentu membutuhkan dukungan dari pemerintah. Sebab, masih banyak masyarakat bahkan kaum perempuan yang belum sadar pentingnya melakukan konservasi air karena minimnya edukasi dari pemerintah. Upaya berhemat air tidak saja berdampak pada terpeliharanya ekosistem sumber daya air, tetapi akan berdampak juga bagi menurunnya penggunaan listrik yang berujung pada kontribusi besar mengurangi potensi kelangkaan sumber daya terbarukan lainnya.

(Artikel ini pertama kali dimuat di neswa.id)

Anggota Dewan Pimpinan Pusat SULUH Perempuan sekaligus kader PMII Kota Semarang. Tinggal di Jakarta.