Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian menggelar acara peluncuran buku bertajuk Menatap Lukisan Gus Dur pada Rabu, 29 September 2021 malam. Buku tersebut berisi 17 esai terbaik dari lomba esai yang diadakan atas kerjasama antara Jaringan GUSDURian, Islami.co, dan NU Online tahun lalu. Bertepatan dengan peringatan hari lahir (harlah) Gus Dur, kompetisi menulis esai tersebut berhasil menerima sekitar 240-an kiriman karya. Selanjutnya, esai-esai itu dikurasi oleh para kurator dan juri dari ketiga jejaring media tersebut dan dirilis sebagai sebuah buku setahun setelahnya.
Dalam acara peluncuran yang diadakan secara daring, Koordinator Tim Media Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Heru Prasetia menyebut bahwa para peserta pemenang lomba yang tulisannya diterbitkan dalam buku ini juga telah berkesempatan menerima beasiswa penulisan esai bersama Hairus Salim, esais dan salah satu juri lomba. Menurut Heru, buku Menatap Lukisan Gus Dur melewati proses yang sangat panjang, mulai dari seleksi hingga mewujudkannya menjadi buku.
“Saya kira, pentingnya buku ini adalah karena justru ditulis oleh orang-orang (muda) yang jaraknya jauh sekali dengan Gus Dur. Kebanyakan buku mengenai Gus Dur itu ditulis oleh sahabat-sahabatnya, murid-muridnya, orang yang dekat dengan Gus Dur. Maka endorsement dari mbak Alissa Wahid bisa kita garis bawahi betul, bahwa yang menyatukan mereka (para penulis muda) adalah nilai-nilai atau gagasan-gagasan Gus Dur yang dicerna melalui tulisan, buku, dan cerita-cerita orang lain,” komentar Heru terhadap buku yang sedang dirilis.
Ia berharap generasi berikutnya juga ikut mengenal dan memahami Gus Dur sebagaimana tulisan-tulisan yang ada di buku ini. Heru menutup pengantarnya dengan rencana menjadikan penerbitan buku sebagai tradisi di Jaringan GUSDURian untuk terus menerus mengembangkan dunia literasi.
Acara peluncuran buku Menatap Lukisan Gus Dur sendiri diisi oleh dua narasumber, yaitu Kalis Mardiasih dan Hairus Salim. Keduanya merupakan juri dalam lomba esai tersebut, selain Savic Ali dari NU Online. Sepanjang acara, kedua narasumber dipandu langsung oleh Rifqi Fairuz dari Islami.co selaku host.
Kalis Mardiasih mengakui bahwa ia sangat serius ketika menjuri esai-esai yang ia seleksi. Di sela-sela kesibukannya menulis, ia harus mengadakan rapat sampai malam bersama juri lain untuk membicarakan poin-poin yang ada dalam tulisan para peserta. “Jadi ini proses kurasinya bukan proses yang main-main gitu ya. Nggak kaleng-kaleng!” katanya.
Ia menyebut bahwa Jaringan GUSDURian merupakan organisasi gerakan sosial (social movement) yang salah satu kewajibannya merupakan menulis. Menurutnya menulis merupakan produk berpikir dan produk intelektualitas, sekaligus itulah yang membedakan organisasi gerakan sosial dengan organisasi lain.
“Jadi dengan menulis ini sesungguhnya teman-teman sedang membuktikan bahwa gerakan anak muda hari ini bukan hanya gerakan keyboard warrior,” terang Kalis.
Di sisi lain, Hairus Salim mengaku senang karena para penulis di buku ini mempunyai latar belakang yang sangat beragam. “Yang menulis Gus Dur di sini tidak hanya seputar orang Islam, NU, PMII, orang Jawa, juga tidak didominasi oleh laki-laki,” kata Hairus.
Selain itu, murid Gus Dur tersebut juga membedah topik tulisan dalam buku ini yang tak kalah beragam. Menurutnya, selama ini topik tentang Gus Dur selalu disempitkan hanya seputar pluralisme dan dialog antaragama saja. Di buku ini, kata Hairus Salim, ada banyak tema-tema lain seperti lingkungan, ekonomi, dan isu perempuan.
“Saya bahkan jadi diingatkan, misalnya bahwa Gus Dur pernah membuat moratorium penebangan hutan sampai 20 tahun. Tapi sayang sekali, karena Gus Dur dilengserkan, moratorium itu tidak jadi dijalankan. Padahal itu penting sekali mengingat sekarang deforestasi luar biasa,” tutur Hairus.
Acara peluncuran buku tersebut diadakan secara daring via Zoom dan disiarkan langsung melalui akun GUSDURian TV di Youtube.