GUSDURian Lombok Tengah Peringati Haul Gus Dur ke-12 bersama Sekjen INTI Pusat

Puluhan aktivis dan pemuda yang tergabung dalam Komunitas GUSDURian Lombok Tengah pada Kamis, (30/12/2021) mengadakan diskusi epik dengan tema “Gus Dur dan Jejak Sejarah-Budaya Tionghoa di Nusantara”.

Kegiatan yang berlangsung di Berugak Buku Pondok Pesantren Sirajul Huda Paok Dandak Desa Durian Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah ini dihadiri langsung oleh Sekjen Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Candra Jap, Pendiri Museum Peranakan Tionghoa Indonesia, Tengku Azmi Abubakar, dan H. Rudi Hidayat Sekjen INTI NTB.

Sekretaris Panitia Haul Gus Dur ke-12 di Lombok Tengah Rian Al Ghifari mengatakan, diskusi ini adalah rangkaian dari peringatan Haul Gus Dur ke-12 di Lombok Tengah.

“Selain diskusi ini, ada beberapa rangkaian kegiatan lain yakni penghijauan, pembagian sembako, santunan yatim, dan puncaknya nanti akan ditutup pada tanggal 15 Januari 2021 yang Insya Allah akan dilaksanakan di Lapangan Bencingah Praya,” jelasnya.

Dalam diskusi Candra Jap menyatakan, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) menjadi sangat penting karena nama ini adalah pemberian dari tokoh besar KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Dikisahkannya, pasca pelengseran Soeharto pada tahun 1998, terjadi berbagai kerusuhan di Indonesia terutama di Jakarta. Dalam peristiwa-peristiwa tersebut masyarakat Tionghoa selalu menjadi korban, terjadi peristiwa kekerasan, penjarahan, dan lainnya. Karena sejumlah tokoh Tionghoa ramai-ramai mengadu ke Gus Dur, bagaimana caranya agar warga Tionghoa tidak lagi menjadi kambing hitam dalam setiap peristiwa konflik ini.

“Kata Gus Dur waktu itu, kalau etnis Tionghoa tidak mau dijadikan kambing hitam maka berorganisasilah, berkumpullah, dan tunjukkan kontribusi Anda kepada saudara-saudara di Indonesia, maka dibentuklah Perhimpunan Indonesia Tionghoa ini,” terangnya.

Dan uniknya kata Candra, saat akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Kehakiman, nama organisasi ini ditolak dengan alasan harus ada kata “Keturunan”, Perhimpunan Indonesia keturunan Tionghoa. Sementara mereka ingin agar istilah keturunan tidak ada supaya tidak ada gap antara Tionghoa dan Non-Tionghoa dan nyata menjadi sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

“Hal ini kami lapor lagi ke Gus Dur, beliau marah dan langsung memerintahkan menghapus kata keturunan itu dan tetap bernama Perhimpunan Indonesia Tionghoa. Bahkan beliau minta dirinya langsung dimasukkan sebagai anggota pertama di kepengurusan,” kenang Chandra.

Tak hanya itu tambah Candra, setelah terbentuknya INTI, sepanjang tahun 1999-2000 itu masih sering terjadi konflik dan warga Tionghoa masih sering menjadi korban diskriminasi, Gus Dur selalu di depan pasang badan.

“Gus Dur buat kami sendiri memang jasanya besar sekali. Dan memang mendapat tempat yang spesial di hati orang-orang Tionghoa. Bagaimana Gus Dur memperjuangkan dan menjadi terdepan dalam membela hak-hak minoritas di negeri ini,” pungkasnya.

_____________

Liputan ini pertama kali dimuat di qolama.com