Thomas Purwadhi, Wakil Ketua Pelayan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Gempol, Kabupaten Pasuruan, bercerita tentang mimpinya bertemu KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ia tidak bersedia menyebutkan tanggal. Karena mimpi itu bersamaan dengan weton dirinya.
Weton dalam budaya Jawa memiliki arti penanggalan atau perhitungan dari hari lahir seseorang yang digunakan sebagai patokan dalam merujuk ramalan tertentu. Weton terdiri dari hari atau dino dan pasaran (kepercayaan terkait hari).
Dalam mimpinya, ia sedang bersama Gus Dur yang tengah memberikan nasihat sekaligus berbincang-bincang bersama dua tokoh nasional di negeri ini. Meski lupa terkait isi nasihatnya, Pak Pur, sapaan akrabnya, melihat kedua tokoh itu mengangguk-angguk sebagai tanda setuju dan manut. Penulis secara pribadi diberi tahu tentang nama kedua tokoh itu. Hanya saja, lebih baik untuk dirahasiakan. Khawatir digunakan untuk kepentingan tertentu. Lebih-lebih untuk kepentingan politik praktis.
Tiba-tiba, Gus Dur berpamitan. Padahal diskusinya belum tuntas. Gus Dur menjelaskan bahwa dirinya harus mendatangi kondangan teman sekolahnya. “Siapa yang mau mengantar? Tapi syaratnya harus berbaju batik!” ujar Gus Dur dalam mimpi itu.
Kedua tokoh itu hanya diam. Terlihat enggan untuk mengantarkan Gus Dur. Karena diskusinya yang belum selesai itu harus berakhir. Lebih-lebih, kedua tokoh itu memang tidak menggunakan baju batik. “Begitu juga dengan saya,” kata Pak Pur.
Hingga akhirnya, ia memberanikan diri untuk menjawab tawaran itu. “Gus, saya bersedia mengantar. Namun saya tidak berpakaian batik. Dospundi Gus?”
Ternyata Gus Dur bersedia diantarkan. Tetapi tidak menggunakan mobil. Karena lokasinya tidak terlalu jauh dan jalannya sempit.
Saat sudah berada di rumah, Gus Dur duduk menunggu di teras. Sembari memompa ban motor, Pak Pur melihat ke arah Gus Dur. Beliau melepas kacamata. Wajah Gus Dur telihat bersih dan berseri. Ia kemudian kaget saat melihat mata Gus Dur dengan bola mata hitam kecokelatan.
“Gus njenengan itu sebenarnya apa bisa melihat?” tanya Pak Pur penasaran. “Aku sakjane biso ndelok. Nanging ben gak ketok uwong. Makane aku merem. Menowo aku gelem mbuka moto, asline ya jelas (Aku sebenarnya bisa melihat. Hanya saja agar tidak kelihatan orang. Apabila saya mau membuka mata, terlihat jelas,” jawab Gus Dur.
Hanya berjarak beberapa meter ketika berangkat mengantarkan Gus Dur, Pak Pur pun terbangun. Seketika itu juga ia menulis mimpi itu dan dikirimnya ke Grup Whatsapp Komunitas GUSDURian Pasuruan. Berawal dari itu, penulis akhirnya mendampingi Pak Pur, ziarah ke makan Gus Dur di Jombang, Minggu (27/02/2022).
Dalam masa pandemi, Makan Gus Dur hanya dibuka pada pukul 08.00 hingga 13.30 WIB. Kami berangkat dari Desa Kejapanan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, pukul 11.30 WIB. Berdasarkan Google Maps, perjalanan menggunakan mobil membutuhkan waktu 1 jam 42 menit. Sehingga sampai di lokasi makam pada pukul 13.12 WIB. Meski lalu lintas padat merayap, kami sampai di makam Gus Dur pukul 13.15 WIB. Anehnya, di lokasi makam yang selalu ramai itu, tepat di depan pintu maqbarah, kosong. Sehingga kami berempat melewati para jamaah lain yang sedang membaca tahlil dan bisa duduk di depan.
Kami pun berdoa dengan keyakinan masing-masing dengan tujuan mendapatkan barokah (berkah) dan melepas rindu kepada Gus Dur. Setelah itu, kami pun pulang dan membeli beberapa oleh-oleh untuk keluarga masing-masing.
Sesampainya di rumah Pak Pur, kami kembali berbincang-bincang. Ia pun bercerita bahwa sewaktu di makam Gus Dur, saat berdoa dengan menutup mata (semacam meditasi), ia melihat Gus Dur keluar dari sebuah istana yang megah dan tersenyum. Lalu ia pun tersadar dan melihat jam tangan tepat pukul 13.30 WIB.
Tiba giliran penulis menyampaikan makna mimpi dari Pak Pur. Yang sebelumnya telah penulis tanyakan kepada salah satu paman penulis. Seorang santri abdi dalem dan alumnus Pondok Pesantren Nailul Falaah Blimbing Malang. Penulis hanya akan menyampaikan beberapa saja dalam tulisan ini. Untuk menjaga privasi Pak Pur.
Mimpi itu bermakna bahwa Pak Pur sesungguhnya telah mengetahui dan siap melanjutkan pemikiran, keteladanan, dan perjuangan Gus Dur. Itulah makna dari momen dialog dan perbincangan dalam mimpinya.
Lalu makna ajakan Gus Dur untuk mengantarkan kondangan dengan memakai batik, merupakan ajakan Gus Dur untuk bersama-sama menjaga kerukunan dan perdamaian di Indonesia. Sedangkan momen melihat mata Gus Dur, itu merupakan tanda sebuah karamah yang dimiliki oleh Gus Dur, seorang wali dan kekasih Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Terlepas dari makna mimpi Pak Pur, mimpi itulah yang membuat dirinya akhirnya memberanikan diri untuk berziarah ke makam Gus Dur. Untuk pertama kalinya dan berniat akan berziarah kembali.
Itu semua membuktikan bagaimana pemikiran, keteladanan, dan perjuangan Gus Dur itu dirasakan, diterima, menjadi inspirasi, dan akan diteruskan oleh masyarakat dan tokoh agama yang mengharapkan kerukunan dan perdamaian di Indonesia. Gus Dur sudah meneladankan, kita tinggal melanjutkan. Alfatihah.