Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) GUSDURian Pasuruan menggelar Forum 17-an di bulan Agustus. Berkolaborasi dengan Pengurus Rayon (PR) Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Legok, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, kegiatan bersama ini digelar di Halaman Musala Ar-Ridho, Dusun Legok, Jumat (19/8/2022).
Penggerak KGSKR GUSDURian Pasuruan, Khoridatul Bahiyyah menyampaikan, Forum 17-an merupakan agenda bersama di Jaringan Gusdurian sebagai wadah atau ruang bertemu para gusdurian di daerah setempat, baik secara personal, gagasan, maupun gerakan tentang keindonesiaan dan nilai, pemikiran, serta keteladanan (NPK) Gus Dur.
“Khusus di bulan Agustus ini bertemakan ‘Kemerdekaan dalam Keberagaman’. KGSKR memilih menyelenggarakan kegiatan diskusi film yang berjudul KTP dan masalah kos dan keberagaman di Jogja,” imbuhnya saat menjadi moderator diskusi.
Pematik diskusi, Yeni Lutfiana, membuka diskusi dengan menjelaskan pengalamannya sebagai bagian dari mayoritas di Indonesia. Menurutnya, menjadi mayoritas itu akan terasa ketika menjadi minoritas. Artinya, kalau menjadi mayoritas itu belum pernah menjadi minoritas, atau mengimajinasikan diri menjadi minirotas, susah untuk memahami bagaimana rasanya menjadi minoritas.
“Sekalipun kita besar, kita tidak sombong. Ketika kita kecil, kita tidak perlu merasa kecil hati. Sekalipun kita kuat, kita tidak perlu melemahkan yang lain. Sekalipun kita lemah, kita tidak perlu merasa ketakutan. Mari hidup bersama, saling menghormati dan menjaga,” pungkas Koordinator Regional Jawa Timur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia itu.
Sementara itu, Pemuda Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Gempol, Rangga Tri Wicaksono, menceritakan pengalamannya sebagai minoritas. Pernah hanya karena ia telah diketahui beragama Kristen, ia kemudian mendapatkan perlakuan yang berbeda.
“Gus Dur sudah menjadi jembatan bagi kita yang berbeda-beda. Maka jembatan yang dibangun Gus Dur itu harus terus dirawat dan diperkokoh,” pungkasnya saat menjadi pemantik diskusi.
Untuk itu, Ketua Rayon PSHT Legok, Ubaid Aisyul Hana, mengucapkan terima kasih kepada KGSKR GUSDURian Pasuruan. Ia berharap kegiatan diskusi dan kegiatan lain tentang keberagaman dapat secara rutin dilaksanakan bersama PSHT.
“Sangat bermanfaat. Lebih-lebih, pemikiran dan perjuangan Gus Dur itu sangat-sangat relevan bagi kami di PSHT,” tutur Dosen Sekolah Tinggi Teknologi dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STT-STIE) Walisongo Gempol itu.
Senada dengan itu, Gus Sabiq Al Hadi, berterima kasih telah dilibatkan dalam kegiatan Forum 17-an. Apalagi, di pondok pesantren belum bisa mengadakan kegiatan yang mampu membuka wawasan terkait keberagaman secara langsung.
“Kegiatan seperti ini harus banyak digalakkan, untuk mengisi keterbatasan pemahaman masyarakat. Sehingga kita dapat semakin toleran. Semoga kami terus dilibatkan dalam kegiatan semacam ini,” pungkas Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotun Nafiiyyah itu.
Untuk diketahui, sebelum diskusi, dilakukan penyerahan paket buku untuk Pondok Pesantren Roudlotun Nafiiyyah dan pemuda Dusun Legok, Desa Legok, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Forum 17-an di bulan Agustus ini didukung juga oleh Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Gempol, Pondok Pesantren Roudlotun Nafiiyyah Dusun Tempel Desa Legok, Pengurus Cabang (PC) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kabupaten Pasuruan, Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pasuruan, Pengurus Cabang (PC) Korp PMII Puteri (Kopri) Pasuruan, dan Penerbit Elex Media Komputindo.