Social Media

GUSDURian Mojokerto Bingkai Kemerdekaan dalam Keberagaman lewat Nobar dan Diskusi Film di Forum 17-an

GUSDURian Mojokerto menyelenggarakan Forum 17-an dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 yang mengangkat tema “Kemerdekaan dalam Keberagaman”, pada Sabtu, 20 Agustus 2022 di Gereja Katolik Santo Yosep, Mojokerto.

Melalui sambutannya, koordinator GUSDURian Mojokerto, Muhammad Kholilulloh, menyampaikan tujuan diselenggarakannya acara tersebut.

“Sesuai dengan tema kegiatan malam ini, bagaimana kita bisa duduk berdampingan malam hari ini menjadi salah satu upaya mengimplementasikan kemerdekaan dalam keberagaman untuk terus melestarikan 9 Nilai Utama Gus Dur,” tuturnya yang duduk bersama dengan perwakilan Gereja Katolik Santo Yosep.

Tidak hanya itu, Dani sebagai perwakilan Gereja menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas yang membawa misi perdaimaian dari Presiden Gus Dur ini.

“Saya senang dan menyambut baik kegiatan yang luar biasa ini, bagaimana kita malam hari ini bisa duduk bersama walaupun berbeda agama, kepercayaan, dan inilah yang bisa kita sebut dengan kemerdekaan dalam keberagaman,” terang Dani menyambut kedatangan tamu yang hadir malam itu.

Sebagai agenda utama dalam kegiatan tersebut, tamu undangan yang hadir diajak untuk menonton film pendek yang berjudul Mantan Tentara Anak Muslim dan Kristen Ambon yang Jadi Duta Damai dari kanal YouTube BBC News Indonesia.

Dalam sesi diskusi film yang dimoderatori oleh Belinda sebagai salah satu penggerak GUSDURian Mojokerto ini menghadirkan tiga narasumber yang diambil dari keterwakilan kelompok masyarakat. Mereka adalah Cahya Suryani, Ketua organisasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia wilayah Mojokerto; Zen Arifin, S.PD.I, jurnalis dari Media Online Suara.com; dan Romo Andreas Putra, Pastor Rekan Paroki Santo Yosef Mojokerto.

Romo Andreas membuka sesi diskusi setelah menonton film tersebut. Ia menceritakan bagaimana sudut pandangnya dalam memaknai film yang berdurasi 7 menit 19 detik ini.

“Pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan keburukan, namun kepentinganlah yang membuat keindahan dari agama, tradisi, dan budaya menjadi modal untuk menghancurkan,” katanya.

Tidak hanya itu, ia juga berpendapat bahwa tidak dapat dipungkiri hingga saat ini kita masih belum dapat dikatakan merdeka dalam keberagaman, “Buktinya masih saja ada konflik yang disebabkan perbedaan ras, suku, agama, maupun budaya,” tambahnya.

Berbeda dengan Romo Andreas, Cahya Suryani atau yang akrab disapa Caca ini melihat dari sudut pandang persebaran infromasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Satu hal penting yang perlu diingat dan selalu dipraktekkan oleh kita semua, dalam menerima informasi jangan langsung direspons, beri jeda untuk diri kita bisa mencerna,” pesan Caca kepada peserta yang hadir.

Ia menjelaskan bahwa dengan proses ‘jeda’ yang dilakukan akan memberikan diri kita ruang untuk mencerna sehingga tidak sampai terjadi seperti yang di film, “Bagaimana informasi yang membawa prasangka buruk terhadap kelompok lain telah menjadi pendapat umum yang dipercaya,” tandasnya.

Sebagai penutup sesi narasumber, Zen Arifin sebagai jurnalis yang sempat menjadi peserta diskusi dalam pembuatan film tersebut, berpesan untuk tidak mudah percaya pada siapa pun, sekalipun dari sumber yang kredibel.

“Bahkan informasi yang disampaikan media saja harus perlu diolah lagi, karena terkadang kami sebagai tim media masih saja ada terplesetnya. Jadi harus terus dilakukan check, re-check, and balance untuk menerima informasi dari luar,” pesan Zen.

Acara yang dihadiri oleh 78 orang ini mampu menyatukan berbagai kelompok yang datang. Mulai dari komunitas Orang Moeda Katolik, Kepercayaan Kejawen, Pendeta dari Agama Protestan, beberapa pemeluk agama Islam, dan kelompok kelompok lain yang turut berpartisipasi aktif dalam sesi diskusi tersebut.

Tidak hanya nobar dan diskusi film, acara ini juga menyuguhkan beberapa sajian budaya, mulai dari Tari Sufi, Komunitas Persada dengan musikalisasi puisi dengan tema Tanah Air, dan tampilan hiburan lainnya.

Sebagai penutup, sebagai tradisi dalam berbagai kegiatan GUSDURian, acara tersebut diakhiri dengan doa bersama lintas agama yang dipimpin oleh masing-masing perwakilan agama dan kepercayaan yang hadir malam itu.

Penggerak Komunitas GUSDURian Mojokerto, Jawa Timur.