Komunitas GUSDURian Bone Bolango baru saja menggelar Forum 17-an dengan mengangkat tema “Menilik Demokrasi Kita”, yang dilaksanakan di Warkop Ruang Temu, Matobonebol, Bone Bolango Gorontalo, Senin (19/9/2022).
Diskusi tersebut melibatkan dua pemantik, yakni Zein Slamet Baladraf selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Bone Bolango dan Wahiyudin Mamonto selaku Ketua Lakspesdam NU Kota Gorontalo 2020.
Pada pemaparan materinya, Zein menjelaskan tentang demokrasi yang sering digaungkan sejumlah golongan yang ingin mendirikan negara khilafah. Kata dia, kepemimpinan tersebut tidak mencerminkan demokrasi yang sebenarnya karena pemimpin ditentukan bukan secara mufakat, tetapi secara turun temurun.
“Indikator persyaratannya adalah adanya pemilu. Demokrasi tidak lengkap kalau tidak ada pemilu. Ini dipengaruhi oleh ideologi negara,” jelas Zein.
Selain itu, ia menjelaskan tentang panjangnya sejarah demokrasi di Indonesia. Menurutnya, pemilu dengan keterlibatan masyarakat secara langsung baru terlaksana pada 2004.
“Itulah era awal demokrasi dalam konteks prosedural,” sebutnya.
Di Bawaslu sendiri, sambungnya, dalam meningkatkan sistem demokrasi Zein melakukannya dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat tidak diperlakukan sebagai objek, tapi juga ikut mengawasi pemilu.
“Saya berharap ada agenda kolaborasi antara GUSDURian dan Bawaslu,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Wahiyudin menjelaskan sejarah panjang demokrasi dari masa lahirnya di kota Athena, Yunani kuno. Katanya, ada yang perlu diperhatikan dari segi sejarahnya. Yakni, demokrasi yang berjalan pada masa itu berjalan dengan prinsip ‘pengecualian’.
“Demokrasi hanya dinikmati oleh segelintir orang,” tandasnya.
Menurutnya, demokrasi tidak terbatas hanya pada lembaga. Sehingga pada abad ke 16 masehi, praktik demokrasi dikolaborasikan dengan pikiran filsafati.
“Demokrasi, dalam muatannya, yakni mengisi moral yang memimpikan kebebasan dasar manusia,” ucapnya.
Dari titik tersebut, demokrasi secara ideal digaungkan. Dan pada abad tersebut melatarbelakangi lahirnya konstitusi atau hukum yang menjamin kebebasan manusia.
“Ini menurut saya yang melatarbelakangi pemikiran demokrasi dalam pandangan Gus Dur,” kata Wahiyudin.
Diskusi tersebut diakhiri dengan tanya jawab mengenai demokrasi. Dalam berjalannya diskusi, berbagai komunitas turut hadir untuk menyemarakkan dan menghidupkan Forum 17-an tersebut.