Bertempat di Gedung Muzdalifa, Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Jum’at 14 Oktober 2022 acara Pembukaan TUNAS Jaringan GUSDURian diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya pada pukul 16.00 WIB. Acara ini dipandu langsung oleh dua MC, Satria Pamungkas dan Putri Humaira.
Pembukaan TUNAS GUSDURian ini dihadiri kurang lebih 1.300 peserta yang terdiri dari para penggerak, kader, pecinta Gus Dur dari berbagai komunitas GUSDURian di Indonesia maupun di luar negeri
“Di sini hadir peserta terjauh yang berasal dari Komunitas GUSDURian Sorong, Papua Barat,” kata Mukhibullah Ahmad, ketua panitia TUNAS 2022, dalam sambutannya.
Selanjutnya, Jay Ahmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian dalam sambutannya mengatakan bahwa sekarang sudah ada 155 komunitas GUSDURian di seluruh Indonesia, dan 5 komunitas di luar negeri.
“Komunitas ini adalah komunitas yang tidak ada alumninya,” terang pria yang akrab disapa Jay itu. “Karena GUSDURian adalah anak ideologis Gus Dur, maka dari itu Ibu Khofifah juga termasuk GUSDURian.”
Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa Timur dalam sambutannya mengatakan, “Jawa Timur yang menjadi sentral Bumi Majapahit ini merupakan roh spirit pluralisme. Mahapatih Gajah Mada berikrar akan menyatukan pulau-pulau di Nusantara itu adalah bentuk dari spirit keberagaman.”
Sejalan dengan itu semua, dalam orasi kebangsaannya, Alissa Wahid selaku Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian sangat mengapresiasi seribu lebih undangan yang hadir, termasuk dari para tokoh agama dan juga agama lokal.
Ia juga menyinggung Khofifah sebagai murid yang langsung dikader oleh Gus Dur. Menurutnya, Khofifah mewarnai perpolitikan Indonesia dengan spirit kemanusiaan.
“Apresiasi kepada seluruh GUSDURian yang hadir, karena tanpamu aku hanyalah remahan rengginang,” kata Alissa Wahid yang disambut gelak tawa peserta.
“Jaringan GUSDURian ini seperti sapu lidi,” tambah Alissa. “Filosofi sapu lidi ini terbukti. Awal terbentuknya Jaringan GUSDURian ada sekitar 30 komunitas dan di acara TUNAS dulu hanya dihadiri seratusan peserta. Sekarang sudah ada 155 komunitas dan dihadiri 1.300 peserta. Ini membuktikan Jaringan GUSDURian sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat.“
Alissa Wahid menyampaikan bahwa ia sering mendengar keluh kesah dari kelompok yang sering mendapat ketidakadilan.
“Dulu kalau kami dimarginalkan, kami mengadu ke Gus Dur. Sekarang beliau sudah tiada, kami mau mengadu ke siapa?” tutur Alissa menirukan. Menurutnya, keluh kesah itulah yang menjadi salah satu spirit terbentuknya Jaringan GUSDURian.
“Gus Dur ibarat sebuah kayu jati yang berusia ratusan tahun yang tidak mudah patah. Seorang Alissa Wahid cuma sebatang lidi yang sangat mudah patah,” lanjut Alissa. “Maka dari itu Alissa mencari lidi-lidi yang lain untuk dijadikan satu. Lidi di sini bermakna sebagai anak-anak ideologis Gus Dur yang tersebar dan tersatukan menjadi sapu lidi dalam Jaringan GUSDURian yang berhikmat terus menerus melayani Indonesia dengan tanpa pamrih.”
Menurut Alissa perjuangan Gus Dur belum selesai. Berangkat dari situ Jaringan GUSDURian akan terus belajar, bergerak, dan merawat perjuangan Gus Dur untuk Indonesia.
“Selamat berjuang kawan-kawan GUSDURian! Gus Dur sudah meneladankan, saatnya kita melanjutkan,” pungkas Alissa Wahid.
Arti Bhineka Tunggal Ika sangat terasa dalam acara ini. Terbukti dengan beragamnya peserta yang hadir, serta ditutup dengan doa lintas iman yang diwakili oleh perwakilan penggerak komunitas.