Jaringan GUSDURian Rayakan Toleransi melalui Festival Film Toleransi di Berbagai Kota

Jaringan GUSDURian akan menyelenggarakan Festival #BedaSetara dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional pada 16 November 2022. Peringatan hari toleransi dilakukan setiap tahun oleh GUSDURian, sebutan untuk para pengikut Gus Dur, sebagai upaya melanjutkan perjuangan sang guru bangsa. Selama hidup, Gus Dur dikenal sebagai tokoh humanis yang menyuarakan toleransi antarsesama umat manusia.

“Kami melihat toleransi harus terus disuarakan karena di tengah masyarakat kerap terjadi tindakan intoleran,” ujar Jay Akhmad, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Ia menyoroti hasil riset beberapa lembaga seperti Setara Institute yang menyebut angka intoleransi terutama atas nama agama masih tinggi.

“Keberagaman bisa menjadi anugerah, namun bisa juga jadi musibah apabila tidak dijaga dengan baik,” sambungnya. Cara menjaga toleransi adalah dengan tetap bersilaturahmi dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan golongan.

Melalui Festival #BedaSetara, Jaringan GUSDURian mengajak banyak pihak untuk sama-sama merayakan perbedaan, alih-alih merusaknya. Jay Akhmad meyakini bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sebenarnya sangat toleran. Namun selama ini masih jarang disuarakan sehingga narasi intoleransi masih lebih mendominasi. Festival #BedaSetara menjadi salah satu kiat Jaringan GUSDURian untuk memperbanyak narasi toleransi di tengah masyarakat.

Rencananya, Festival #BedaSetara akan diadakan di berbagai kota di seluruh Indonesia sepanjang bulan November. Ada beragam kegiatan yang dilakukan, seperti diskusi tematik, forum silaturrahmi lintas agama, kampanye media sosial, hingga bedah film.

Pada tahun ini, ada lima film yang akan diputar, yaitu ‘Lasem Kota Toleransi’ yang diproduksi RRI, ‘Liyan’ karya Pungguh Windrawan, ‘The Invisible Heroes’ produksi Narasi, ‘Toleransi di Kampung Sawah Bekasi’ dari Kumparan, dan ‘Tiga Agama Tetap Bersama’ karya Fandi Akhmad.

“Kami berharap festival ini menjadi langkah positif dalam menunjukkan wajah masyarakat yang beragam,” ucap Jay Akhmad. Ia sekaligus mengajak semua pihak untuk berkolaborasi demi merawat keberagaman agar Indonesia tetap menjadi rumah bersama bagi semua.

Perdamaian dan Keadilan

Festival #BedaSetara tahun ini mengambil tema “Perdamaian Tanpa Keadilan adalah Ilusi”. Tema tersebut diambil dari pernyataan Gus Dur yang cukup terkenal. Hal ini yang menjadi spirit festival bahwa perjuangan merawat toleransi harus disertai dengan perjuangan menegakkan keadilan.

“Toleransi bukan sekadar hidup berdampingan, namun juga memastikan akses yang setara bagi semua,” ujar Jay Akhmad. Ia menambahi bahwa Indonesia mengalami banyak pekerjaan rumah dalam upaya menegakkan keadilan. Oligarki, korupsi, ketimpangan sosial, dan perusakan lingkungan menjadi contohnya.

Selain itu, Jay menyebut toleransi menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari perilaku intoleran hingga toleransi yang dibajak. “Di media sosial, banyak pihak yang membawa kata toleransi justru untuk bertindak intoleran,” ujarnya. Tindakan itu berupa pelabelan dan stigmatisasi pada kelompok yang berbeda dengan sebutan tertentu.

Situasi ini semakin pelik apabila dikaitkan dengan politik elektoral. Masyarakat seolah-olah terbagi menjadi kelompok toleran dan intoleran.

“Padahal kita harus bersikap kritis bahwa problem utamanya soal keadilan,” pungkasnya.