“Jadi jelek-jelek gini, saya ini juga mursyid tarekat, he, he,” ungkap Gus Dur.
Gus Dur meladeni obrolan kami dengan santai sambil berkisah, saat hendak berangkat menunaikan haji, rombongan berkumpul di rumah Ciganjur untuk berdoa Walimatus Safar. Entah bagaimana dan dari mana, dalam penglihatan ruhaniah Gus Dur, mendadak muncul sesosok lelaki sepuh berpakaian biasa mendekatinya.
Persis di dekat telinga Gus Dur, sosok tersebut berbisik, “Gus, nanti kalau sampai di depan Ka’bah, sampean manut dan ngikut saja dengan orang yang berpakaian dan bersurban serba hijau ya”. Mendengar pesan tersebut, sembari tetap memanjatkan doa, Gus Dur menjawab, inggih, dengan ekpresi penuh tawadhu’. Rampung berpesan, seiring lantunan doa penutup Walimatus Safar, sosok tersebut menghilang bersama suara Amin Amin jamaah rombongan. Rombongan Gus Dur sekeluarga pun berangkat ke Tanah Suci Makkah menunaikan ibadah Haji.
Gus Dur tidak merinci prosesi kegiatan ibadah hajinya selama di sana, kecuali satu pengalamannya yang berkesan. Momen ketika Gus Dur berada di depan Ka’bah dekat Maqam Ibrahim dan Hijir Isma’il, salah satu tempat mustajab dekat Ka’bah. Saat beranjak shalat sunnah thawaf dua rakaat, dalam penglihatan ruhaniah Gus Dur, muncul sesosok lelaki misterius dengan ciri seperti dalam pesan saat berangkat. Berjubah dan bersurban serba hijau, sesosok lelaki sepuh menyapa Gus Dur, “Gus, shalat jamaah bareng saya ya”. Sosok misterius itu langsung maju ke depan menjadi imam sholat dan Gus Dur pun makmum di belakangnya.
Selesai shalat berjamaah dan melantunkan doa secukupnya, sosok yang berpakaian dan bersurban serba hijau berdiri persis di hadapan Gus Dur yang masih duduk seraya berkata, “Gus, mulai sekarang, saya angkat dan baiat panjenengan menjadi mursyid thariqah fi asiya” (pen: mursyid tarekat se-Asia). Gus Dur tidak merinci makna dan cakupan mursyid fi asiya, dan justru sambil guyonan berseloroh kepada penulis, “Jadi jelek-jelek gini, saya ini juga mursyid tarekat, he, he, tetapi kan tidak perlu saya tunjuk-tunjukkan”.
Mendengar jawaban Gus Dur, kami hanya bisa bengong, meski spontan dalam benak berbisik, mengapa maqom mulia tersebut tidak perlu ditunjuk-tunjukkan? Belum sempat bertanya, Gus Dur berseloroh, “Ya tidak perlu saya tunjuk-tunjukkan, sebab pengejawantahan dari tarekat itu ya Ihsan (berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Allah SWT). Sama juga seperti Mbah Hasyim Asy’ari, beliau cenderung menyembunyikan tarekatnya. Sebab bagi Mbah Hasyim Asy’ari, buah dari tarekat itu ya amaliah Ihsan (berbuat baik) dalam keseharian”. Kami bertiga mengangguk penuh taslim, dan obrolan pun berlanjut ke topik-topik yang lain.
Catatan di atas merupakan penggalan kisah obrolan penulis dengan Gus Dur pada medio 2009 bersama Mas Rumadi Ahmad dan sahabat Alamsyah M Dja’far, persis selepas beliau selesai berdialog dengan Cardinal Jean-Louis Tauran, Delegasi Vatikan Bidang Hubungan Antar Agama, di kantor The Wahid Institute. Selepas acara, Gus Dur enggan beranjak, spontan kami memberanikan diri menemani beliau sambil menanyakan beberapa topik-topik keagamaan.
Kami bertiga ngobrol bareng Gus Dur, silih berganti menanyakan beragam isu yang muncul dalam benak masing-masing. Mas Rumadi dan sahabat Alamsyah duduk berderet di sebelah kanan Gus Dur, dan saya duduk samping kiri setengah menghadap. Gus Dur dengan telaten menjawab beragam topik yang kami ajukan, sambil mengunyah kacang dan singkong rebus di hadapannya.
Selama Gus Dur berbagi pengalaman menyangkut sejarah dan tokoh, kami hanya bisa takjub, terlebih saat Gus Dur mengisahkan interaksinya dengan para wali dan tokoh-tokoh masyhur yang sudah mangkat. Kami mendengar dan taslim sepenuhnya. Tak heran jika Gus Miek, salah satu wali nyentrik penyebar tradisi Semaan al-Qur’an dan Dhikrul Ghofilin, dalam satu sesi ceramahnya, menyebut Gus Dur sebagai sosok dengan maqom “Sesepuh Tarekat” atau “Konsultan Akhirat”, tanpa menyebut nama tarekat tertentu.
Desember adalah Bulan Gus Dur. Tahun ini, entah berapa ratus kegiatan haul yang akan diselenggarakan oleh berbagai kalangan untuk mengenang dan meneladani manaqib beliau. Sosok mashur yang tidak sekedar mewakafkan diri bagi kemaslahatan umat di dunia, namun telaten menjadi pamomong umat untuk kebahagiaan akhirat. Rasanya bisa ratusan haul, baik yang diselenggarakan kalangan Muslim maupun umat lintas agama. Semoga keberkahan beliau-beliau yang tersebut di atas melimpah kepada kita semua. Allahumma Infa’na bi Barkatihim wa Ihdina al-Husna bi Hurmatihim, Amien, Lahum al-Fatihah.
Pamulang, 21 November 2022