Rawat Keberagaman, GUSDURian Cirebon Gelar Nonton Bareng Film Toleransi di Forum 17-an

Komunitas GUSDURian Cirebon berkolaborasi dengan OMK (Organisasi Muda Katolik) Bunda Maria menggelar Forum 17-an untuk memperingati Hari Toleransi Internasional 2022 pada Sabtu (19/11) lalu.

Acara yang bertajuk “Beda Setara, Kita Saudara” itu berlangsung di Gereja Bunda Maria Kota Cirebon yang berisi dialog dan nobar (nonton bareng) film Hidup Berbeda Agama dalam Satu Atap di Kampung Sawah dan Tiga Agama Tetap Bersama.

Forum 17-an merupakan forum bulanan yang bertujuan menjadi ruang temu dan dialog bagi semua elemen masyarakat Cirebon. Menurut Cecep, mewakili Dewan Koordinator Komunitas GUSDURian Cirebon dalam sambutannya, “Selain menjadi ruang temu, Forum 17-an juga menjadi ruang diseminasi Nilai, Pemikiran dan Keteladanan (NPK) Gus Dur”.

Pada Forum 17-an kali ini, hadir sebagai pembicara, yaitu KH. Marzuki Wahid sebagai tokoh GUSDURian Cirebon, Romo Antonius Haryanto selaku Paroki Bunda Maria, dan Alifatul Arifiati dari PC Fatayat NU Kab. Cirebon.

Menurut KH. Marzuki Wahid, dalam film tersebut merupakan hal biasa, menggambarkan realitas Indonesia. Seperti yang terjadi di Cigugur, Kuningan, dan Cirebon yang hidup berdampingan dan damai.

“Melihat Indonesia itu memang harus seperti itu. Bukan hanya itu, di Kuningan itu berbaur dan berdampingan dengan keyakinan dan aktivitasnya heterogen. Realitas semacam itu sudah biasa dan banyak ditemukan di berbagai daerah dan harus dikembangkan sebagai simbol Bhinneka TunggaI Ika,” ujar Rektor ISIF ini.

KH. Marzuki Wahid menambahkan bahwa semua agama mengajarkan kasih, cinta, kerukunan, dan keagamaan. Menurutnya, tidak mudah jika sudah masuk ke dalam realitas, berurusan dengan politik dan sebagainya, bukan soal agama saja.

“Tetaplah kita beragama sesuai dengan keyakinannya. Kita harus beragama secara utuh dan penuh yang merupakan hak masing-masing individu,” tegasnya.

Sementara itu, Romo Antonius Haryanto menceritakan pengalaman masa kecilnya waktu di Yogyakarta di tengah situasi keberagaman.

“Indonesia lahir dengan keberagaman. Saya lahir dengan kondisi yang beragam. Tetapi saat ini, hal tersebut menjadi masalah. Permasalahannya berada pada stigma bahwa atribut itu menunjukkan kualitas iman dan beribadah kita. Kualitas saat ini yang diperlukan dalam kondisi yang heterogen,” ungkapnya.

Alifatul Arifiati, pembicara ketiga dalam forum ini mengatakan film tersebut penting untuk ditonton. Ia menjelaskan bahwa Indonesia mampu hidup dalam satu rumah dengan isi yang beragam. Baginya, kajian lintas iman merupakan suatu akses yang diperlukan untuk saling memahami dan mengetahui.

“Pengetahuan saya terkait keberagaman hanya mengetahui dari literasi. Dengan memberikan peran untuk yang belum mengetahui banyaknya perbedaan di Indonesia dan hal tersebut diharapkan bisa hidup berdampingan,” harap Alifatul.

Ketua OMK Bunda Maria berharap dengan diadakannya acara ini semua orang bisa mengaplikasikan ke lingkungan sekitar untuk terus bersolidaritas dan bertoleransi yang tinggi dengan semua orang tanpa pandang latar belakangnya bagaimana. “Semoga acara ini bisa diadakan terus untuk selanjutnya,” lanjutnya.

Forum 17-an ini dihadiri peserta dari berbagai pegiat kelompok dan komunitas di Cirebon. Seperti dari Santri SUPI ISIF, KIPAN, IPNU dan IPPNU Kab. Cirebon, GMNI Cirebon, OMK Santo Yusup, DEMA ISIF, LPM Naraya, Santri Pesantren Kayuwalang, PMII Kab.Cirebon, dan tokoh Forum Sabtuan.

Penggerak Komunitas GUSDURian Cirebon, Jawa Barat.