Kita sering memperhatikan cara-cara seseorang beragama. Dari yang ringan sampai yang kelihatan berat dan ketat. Ini berangkat dari pengalaman dan pengetahuan serta dari pengajaran yang didapatkan secara historis selama seseorang itu hidup. Namun klasifikasi tentang cara bertindak dan berpikir orang yang beragama dapat kita lihat dari beberapa ciri, yang saya sebut sepintas lalu dalam pikiran sebagai “teori”.
Triple Movement Theory, saya menyebutnya. Yaitu orang akan padat, rigorous (rigid), dan terpusat pada satu sentral agamanya sendiri dibanding mampu melihat kepada pikiran dan kebijaksanaan dari yang lain. Ini disebut gerakan (movement) awal orang yang baru mempelajari Islam atau baru masuk ke dalamnya.
Sedangkan, gerakan (movement) kedua adalah sebuah penafsiran keragaman yang lebih luas, liberal, dan ta’awun kepada semua pihak, baik dalam inter maupun intra agama seseorang.
Sedangkan gerakan ketiga, adalah seseorang yang memahami dan tahu kelebihan agamanya sendiri dan memahami pikiran penafsiran keagamaan intra kelompok-kelompok agamanya, namun juga menghargai serta menunjukkan hormat kepada pikiran dan kebijaksanaan gagasan dari luar agamanya. Ia mampu menginternalisasi ke dalam dirinya sifat rahmah dan ta’awun kepada siapa saja yang memegang dan bertindak sesuai nilai-nilai universal dan mampu memaafkan orang lain yang tidak mampu bertindak sesuai nilai-nilai yang ada dengan pertimbangan rasional dan sikap rahmah yang matang. Seseorang yang menerapkan gerakan ketiga ini juga berusaha secara sosial, historis, maupun politis mengupayakan terwujudnya nilai-nilai universal.
Movement (gerakan) pikiran ketiga ini memampukan pemiliknya untuk selalu sigap melihat keindahan di dalam setiap fenomena keagamaan dan realitas. Keindahan itu dianggap berasal dari kebaikan suci manusia yang kodrati, selalu menginginkan kebaikan dengan cara yang beragam. Ia terlihat tawakkal dan ridho pada ketentuan Yang Esa, tapi mampu berbuat rasional sekaligus cinta kasih kepada siapa dan makhluk apa saja.
Sekali lagi, ini berbeda dengan dikotomi selama ini antara seseorang yang hanya meniatkan dan memusatkan pencapaian-pencapaian yang dilakukan di dalam hidup hanya semata dunia saja. Namun, selain itu orang yang berada di gerakan ketiga ini mampu memahami dan sublim bahwa pada dasarnya ilmu yang ia dapat berasal dari ma’rifah kepada Yang Maha Esa. Sesuatu yang meliputi sekaligus lepas dari alam semesta. Yang awal sekaligus yang akhir.
Orang yang memasuki gerbang (gerakan) ketiga ini adalah seoarang arif. Ia hidup menyelami kebenaran sebagai dapurnya sendiri, tapi mampu menampakkan law-attractions kebaikan dan akhlak kepada yang lain sebanyak-banyaknya. Seperti matahari yang bersinar kepada siapa saja tanpa mengenal perbedaan, juga hujan yang jatuh ke bumi tanpa memilih kepada yang kulit hitam, merah, atau putih. Atau seperti laut yang menampung apa saja dengan segala kebijaksanaannya. Tapi juga seseorang yang berada di gerakan ketiga ini bisa berpakaian parlente atau berjubah rapi, tetapi ada juga mereka ini bahkan mampu terlihat sangat sederhana, dan bahkan penampilannya eksentrik. Dianggap gila bagi orang umum, dan sebagainya.
Ia bersembunyi dan sengaja menyembunyikan ilmu dan akhlaknya tanpa sebanyak-banyaknya orang mampu tahu. Demi menghindari berbagai fitnah atau ia sendiri sebetulnya telah dicap berbagai macam tuduhan fitnah dari yang lain.
Namun tanpa sepengalaman yang sama mampu dimiliki oleh banyak orang lain, yang ia khusus miliki; maka ia kebanyakan sengaja hidup dalam takdir-takdir yang sudah ditentukan.
Mereka yang masuk ke dalam gerakan ketiga atau level tiga ini, bukan hanya sebagai contoh, melarang dan tidak setuju kepada pembabatan hutan dan pohon sebagai salah satu isu yang sedang dibahas dan ditakuti saat ini oleh warga masyarakat seluruh dunia mengenai climate change (perubahan iklim). Namun, orang yang berada di gerakan level tiga ini mampu mengetahui dengan ilmu dan merasakan secara intens bahwa sebut saja, dalam pohon itu ada sungai, memangkas saja pohon sama dengan merusak sungai.
Di dalam pohon ada sungai kecil yang mengalir dari rambut halus akar melalui jaringan kapiler (pembuluh atau pipa), suaranya sunyi. Melalui phloem pohon makan hidangan bumi. Melalui fotosintesis, sinar cahaya atau matahari pohon bisa memasak. Melalui xylem pohon meneguk secangkir air.
Seseorang yang masuk di tahap tiga, sudah rindu sebetulnya melihat pepohonan yang menyanyi, bersama gemerisik dahannya diterpa angin. Fenomena perusakan lingkungan itu terjadi, jangankan di kota, desa pun mulai hilang program reboisasi.
Orang yang berada di gerakan ketiga ini yang sedang tinggal di lingkungan yang mulai berbeda itu maka mereka terkadang setidaknya diam dalam sibuk; merasakan makanan dilahap, air yang ia teguk, aliran darah menyuap miliaran sel-sel di dalam dirinya sendiri. Walaupun ramai dan gembira sel-sel menyanyikan pujian-pujian suci kepada Nabi, imam-imamnya, untuk berdoa kepada Tuhan Yang Esa.
Triple Movement Theory ini saya perhatikan selalu ada dalam masyarakat agama, dan dalam penampakan-penampakannya. Triple Movement Theory ini semacam tahapan beragama dan dapat berputar atau berkelindan satu sama lain dalam hidup manusia.
Semoga kita berada di gerakan ketiga. Kita hidup di dalamnya, berbuat dengan dan menjadi di dalam petunjuk-petunjuk universal.