Hingga saat ini, posisi perempuan dalam lanskap sistem sosial dinilai masih menduduki strata kedua. Di sisi lain, toleransi antarumat beragama kian memasuki fase kronis. Problematika kedua hal itu seolah tidak pernah selesai.
Menanggapi hal itu, Komunitas GUSDURian Jepara mencoba membedah fenomena tersebut melalui Forum Pojok Rakyat dalam wadah gerakan Forum 17-an. Kegiatan ini diisi dengan nonton bareng (nobar) dan diskusi bersama Ainul Mahfudh selaku Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ansor Jepara, Ikfina Maufuriyah selaku Aktivis Jalin Damai, dan Penggerak GUSDURian Jepara, Purwanto.
Forum 17-an sendiri merupakan forum rutinan yang diselenggarakan oleh Komunitas GUSDURian di seluruh Indonesia untuk menyemai Nilai, Pemikiran, dan Keteladan (NPK) Gus Dur dan isu prioritas Jaringan GUSDURian. Selain itu, forum ini juga merupakan simpul jejaring gerakan komunitas di masing-masing kota.
Dipantik dengan tiga video pendek berjudul Resik Masjid, Jawata Wanita, dan Pengerten, Forum Pojok Rakyat dari GUSDURian Jepara dan Jawata Production mencoba merefleksikan berjalannya sistem kehidupan masyarakat Jepara, termasuk hubungan antarumat beragama dan seagama.
Pada video Pengerten, menunjukkan posisi perempuan yang masih berada di posisi subordinat, tersisihkan dari arus utama. Sementara itu, di video Jawata Wanita memperlihatkan perjuangan perempuan (Jepara) yang bekerja sebagai kuli ukir. Mereka dibayar 500 perak tiap lembar kayunya untuk menyokong ekonomi keluarga.
Di sisi lain, dalam video Resik Masjid menyiratkan nilai toleransi yang kuat di Jepara. Masjid bernama Nurul Hikmah tersebut berlokasi di Desa Tempur, Kecamatan Keling, yang berhadapan langsung dengan Gereja Injil Tanah Jawa (GITJ).
Pada forum yang dihadiri sebanyak 50 peserta itu, Koordinator GUSDURian Jepara, Fuad Fahmi Latif memaparkan, semakin ke sini problematika di Jepara kian berwarna. Mulai dari eksistensi perempuan hingga interaksi sosial antarumat beragama turut jadi sorotan.
Menurutnya, perlu pengawasan serta penjagaan terhadap persoalan yang terjadi. Maka, melalui kajian tersebut diharapkan para peserta dari Komunitas GUSDURian dan khalayak umum itu mampu mengejawantahkan peristiwa dan memahami konstruksi sosial di akar rumput.
“Ini perlu dipahami secara lebih luas lagi, karena masih terdapat segudang perspektif yang mesti disajikan di sini. Isu perjuangan perempuan di tengah himpitan kebutuhan, toleransi agama di Jepara, sementara di luar daerah begitu bersitegang soal identitas ini. Begitulah kajian kali ini,” papar Fuad di Joglo X-Tempur, Mlonggo, Jepara, Minggu (19/3/23).
Pada kesempatan itu, turut dihadiri Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Unisnu Jepara, Mayadina; Ketua PC PMII Jepara 2023-2024, Mandala Putra; anggota Ansor Desa Sekuro dan IPNU IPPNU; serta anggota Karang Taruna desa sekitar.