Social Media

Temu Kebangsaan di Cirebon: Bahas Pendidikan Moderasi Beragama hingga Perizinan Rumah Ibadah

Cirebon dipilih menjadi kota pertama bagi pembukaan rangkaian agenda Temu Kebangsaan di 30 titik di berbagai kota Indonesia. Agenda Temu Kebangsaan ini diinisiasi oleh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian dan Komunitas GUSDURian Cirebon bertindak sebagai tuan rumah pertama bagi penyelenggaraan agenda tersebut.

Acara yang bertajuk #IndonesiaRumahBersama ini diselenggarakan pada Selasa, 11 April 2023 di Rumah Cirebon Creative Hub. Terselenggaranya Temu Kebangsaan ini bertujuan untuk membangun ruang antarelemen masyarakat, meng-update perkembangan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta membuat agenda bersama antarelemen masyarakat untuk promosi toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Jay Akhmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian berharap dengan Temu Kebangsaan melalui GUSDURian Cirebon ini, selanjutnya bisa menjadi rumah bersama bagi siapa pun dan tempat untuk saling bertukar pikiran mengenai isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.

“Harapannya, melalui GUSDURian Cirebon ini dapat menjadi rumah bagi siapa pun. Hari ini kami mengajak Bapak-Ibu sekalian selain berbuka puasa, hal lain yang tak kalah penting adalah bagaimana kita terus bertemu. Jaringan di Cirebon ini dapat menjadi ruang bersama kita untuk saling bertukar pikiran terkait isu keberagaman, lebih khusus dan lebih umumnya adalah terkait Cirebon itu sendiri,” ucapnya.

Agenda tersebut dihadiri oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari organisasi masyarakat seperti FKUB, PCNU Kota Cirebon, JAI Kota Cirebon, Lesbumi, Tokoh Agama Katolik & Protestan, PSMTI, PHDI, sampai aktivis perempuan, aktivis pendidikan, Ketua PC Fatayat, Ketua PC Ansor, OMK, dan lain sebagainya.

Temu Kebangsaan ini berbentuk Focus Group Discussion (FGD) yang dipandu oleh senior GUSDURian Cirebon, yaitu Shobih Adnan. Selaku fasilitator, Shobih memulai memandu jalannya Focus Group Discussion tersebut dengan menawarkan sebuah tajuk pertemuan. “Kita kasih tajuk ‘Ada Apa Cirebon Sekarang?’ Terutama soal tema-tema KBB (kebebasan beragama dan berkeyakinan),” ujarnya.

Memasuki sesi diskusi, Agung Firmansyah sebagai Ketua Lesbumi Kabupaten Cirebon mengawali pembicaraan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan di Cirebon.

Sebagai Ketua Lesbumi Kabupaten Cirebon, Agung berbagi tentang program yang dijalankan sebagai mitigasi pencegahan intoleransi, yaitu dengan kursus kebudayaan.

“Kami punya satu program katakanlah mitigasi pencegahan intoleransi. Kami namakan programnya itu kursus kebudayaan. Kami set ada tiga modul di sana. Satu soal sejarah dan seni Cirebon, kemudian kedua soal perspektif keadilan gender, dan ketiga ada bagaimana memvisualisasikan dan menyebarkan gagasan-gagasan toleransi itu melalui media sosial,” ujarnya.

Selain itu perwakilan dari PHDI wilayah Cirebon Made Supartini menggarisbawahi tentang pendidikan yang menjadi potensi munculnya sikap intoleran.

“Kondisi Cirebon memang saat ini kondusif ya Pak, seperti yang tadi Bapak sampaikan, memang kalau kita lihat secara nyata memang demikian, tapi riak-riak kecil itu pasti ada,” ucapnya.

“Misalnya di pendidikan, terutama karena itu sekolah dan anak-anak adalah aset bangsa kita. Kalau mereka belum memahami moderasi beragama sejak dini, pasti masih ada yang namanya intoleransi itu,” lanjutnya.

Sementara perwakilan dari PGIS, Oloan Gurning menambahkan soal pandangannya terkait isu kebebasan beragama dan berkeyakinan yang erat kaitannya dengan perizinan rumah ibadah. “Masalah intoleransi, terutama untuk yang Kristen, sering terjadi terutama karena masalah ibadah atau tempat ibadah. Soal perizinannya,” ungkapnya.

Kemudian lebih lanjut, perwakilan dari pemuda Jemaat Ahmadiyah Kota Cirebon menyampaikan keresahannya terkait bagaimana mereka beribadah secara sembunyi-sembunyi.

“Jadi sampai sekarang tempat ibadah yang kami miliki di sana itu tidak bisa dipakai, atau belum bisa dipakai secara bebas layaknya tempat ibadah lainnya. Karena pemerintah setempat, khususnya Desa Kali Tengah di sana itu seakan-akan tidak membuka kesempatan untuk kami memakai tempat ibadah tersebut. Dan untuk perkembangan sekarang, saya sudah menanyakan dari rekan saya di sana itu baru bisa dipakai untuk tarawih, itu pun secara diam-diam dengan cara mematikan lampu,” ujarnya.

Sesi diskusi berjalan dengan lebih banyak lagi argumen dari beberapa perwakilan organisasi/komunitas yang hadir. Di akhir acara, Shobih Adnan selaku fasilitator menyimpulkan bahwa ada tiga hal yang perlu digarisbawahi.

“Dari awal soal update KBB di Cirebon, kita bisa mengambil tiga garis besar. Pertama soal pendidikan, karena kita membicarakan jangka panjang yang awalnya kita sepakat bahwa di saat-saat ini, pekan-pekan ini, bulan-bulan ini bahkan tahun ini Cirebon adem ayem katanya, meskipun ada riak-riak sedikit, sehingga semuanya berbicara jangka panjang. Maka isu yang muncul tadi soal pendidikan. Yang kedua soal kebudayaan, dan yang ketiga tentang perizinan tempat ibadah,” ucapnya.

Kemudian ia melanjutkan. “Problem sampai program yang tadi disampaikan perlu juga disosialisasikan, bahwa tingkat kebutuhan teman-teman Protestan terhadap titik tempat ibadah itu lebih banyak ketimbang kita umat Islam atau Katolik,” tutupnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Cirebon, Jawa Barat.