Social Media

Sowan Pujaan Hati Gus Dur

Senin, 10 April 2023 lalu, saya mendapat info bahwa seorang tokoh perempuan yang alim dan menjadi kiblat gerakan perempuan di Indonesia, juga seorang yang menjadi belahan jiwanya Gus Dur hadir ke Kota Surakarta pada 12 April 2023. Benar, beliau adalah Dr. (H.C) Ny. Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum.

Bertempat di Balai Kota Surakarta yang diselimuti ornamen bulan Ramadan, beliau menyapa segenap elemen-elemen masyarakat Surakarta, yakni tokoh-tokoh lintas agama, dan tak lupa seluruh penggemar Gus Dur atau lazimnya adalah para GUSDURian, terkhusus GUSDURian Surakarta dan Sukoharjo.

Dalam pidatonya Ibu Nyai Sinta Nuriyah mengumandangkan pentingnya bertoleransi. Sebagaimana mengutip dari Radar Solo Jawa Pos (12/04/2023), beliau bercerita berbagai kisah dan kerukunan antarumat beragama, seperti makan sahur hingga buka bersama di depan rumah ibadah pemeluk agama lainnya.

“Saya mengajak semua komponen yang ada di Indonesia, apa pun suku dan agamanya. Bersahur di halaman gereja atau di rumah agama lain itu jangan dikaitkan dengan agama, karena kami tidak ikut ritualnya. Kami saling menghargai dengan cara-cara seperti itu. Ini masih saya lakukan sampai sekarang,” terangnya.

Kepanggih Secara Ideologis

Semenjak kecil, saya hanya mengenal Bu Nyai Sinta Nuriyah sebatas sebagai istrinya Gus Dur. Namun, setelah salah diizinkan bergabung di GUSDURian, tepatnya di GUSDURian Sukoharjo oleh koordinatornya, yakni Sahabat Moh. Hamzah Sidik, saya menjadi lebih mengenal beliau, mulai membaca biografi beliau hingga kisah-kasihnya bersama Gus Dur.

Tepatnya di buku karya Greg Barton yang berjudul Biografi Gus Dur (Ircisod, 2020) kita bisa membaca dan merasakan perjalanan terjal yang dilalui dua sejoli tersebut. Saat mengajar di sebuah madrasah di Tambakberas pada awal tahun 1960-an, hati Gus Dur tertarik pada seorang gadis bernama Nuriyah. Itu pun tanpa alasan yang rasional. Nuriyah dikenal sebagai murid yang cerdas dan berpikir bebas, dan kedua hal itu sangatlah erat dengan Gus Dur.

Pada tahun 1963, Gus Dur hijrah ke Mesir untuk belajar di Universitas Al-Azhar dengan beasiswa dari Departemen Agama. Tak lupa, dalam menjalani kehidupannya di Mesir, Gus Dur terus melakukan korespondensi dengan Sinta Nuriyah. Awalnya, hubungan Gus Dur dengan Sinta Nuriyah tidak begitu lancar. Namun, karena korespondensi (saling memberi kabar) yang teratur mereka merasa sebagai pasangan serasi atau, dengan kata lain Sinta Nuriyah menerima Gus Dur sebagai teman hidupnya. Bahkan, Sinta Nuriyah pergi ke “tukang ramal” untuk mencari tahu apakah Gus Dur memang cocok dengannya ataukah dia harus mencari laki-laki lain.

“Tukang ramal” itu memberikan jawaban yang jelas, bahwa: “Jangan mencari-cari lagi. Yang sekarang ini akan menjadi teman hidup Anda.” Meski jawaban tadi mengganggu pikiran Sinta Nuriyah, karena ia belum yakin betul akan kecintaannya kepada Gus Dur. Akhirnya, pada pertengahan tahun 1966, Gus Dur menulis surat kepada Sinta Nuriyah. Ia ditanya apakah siap menjadi istrinya. Awalnya jawaban Sinta Nuriyah masih mengambang, yakni: “Mendapatkan teman hidup bagaikan hidup dan mati. Hanya Tuhan yang tahu.” Gus Dur tidak kecil hati dan tetap menulis surat kepadanya sambil menumpahkan keputusasaannya kepada Sinta Nuriyah akan apa yang dialaminya di Mesir.

Pada gilirannya, Sinta Nuriyah membalas surat yang sedikit menghibur Gus Dur dengan kata-kata, yakni: “Mengapa orang harus gagal dalam segala hal? Anda boleh gagal dalam studi, tetapi paling tidak Anda berhasil dalam kisah cinta.” Gus Dur dengan segera menulis surat kepada ibunya Sinta Nuriyah untuk meminangnya.

Sinta Nuriyah resmi bertunangan dengan Gus Dur pada pertengahan 1968. Dan, Sinta Nuriyah akan meneruskan studinya di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta setelah menamatkan studinya di Pondok Pesantren Tambakberas Jombang.

Gus Dur dan Sinta Nuriyah pun akhirnya menikah. Pernikahan ini bisa dikatakan aneh. Karena Gus Dur tidak mempunyai waktu dan sangu buat kembali ke Indonesia karena posisinya sedang di Baghdad, Gus Dur diwakili oleh kakeknya, KH. Bisri Syansuri. Jadi nampak seorang gadis menikah dengan kakek-kakek umur 81 tahun. Hingga, Gus Dur dan Sinta Nuriyah melakukan resepsi pernikahan ulang dan menata keluarga dari nol.

Kepanggih Betul

Begitulah sekelumit kisah perkenalan saya dengan Bu Nyai Sinta Nuriyah yang menjadi teman hidupnya Gus Dur—yang kita teladani bersama—yang secara ideologis saya bertemu beliau lewat buku. Nah, sebuah nikmat dan kenikmatan dari Tuhan Yang Maha Esa bahwa bisa kepanggih (bertemu) dengan Bu Nyai Sinta Nuriyah di Surakarta 12 April 2023 lalu.

Saya pun berkesempatan menatap langsung wajah cerah-cemerlang beliau. Seketika, hati saya terasa berguncang (dredek) seraya menyebut kalimat-kalimat pujian kepada-Nya, saya merasa bersyukur tiada terkira atas kesempatan tersebut. Memang begitu, energi kebaikan dari para orang yang alim dapat membuat seseorang yang memandangnya merasa gemetar. Begitu juga saya.

Demikian. Semoga kita selalu berdoa agar Bu Nyai Sinta Nuriyah diberikan kesehatan agar beliau bisa secara konsisten membimbing kita, terutama sahabat-sahabat GUSDURian seluruh negeri agar berada di jalan yang lurus dan terus mengumandangkan dan memperjuangkan apa yang telah Gus Dur tanam.

Penggerak Komunitas GUSDURian Sukoharjo, Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *