Social Media

Kembali Adakan Diskusi Pojok, GUSDURian Bone Kaji Isu LGBT dan Entitas Sosial dalam Perspektif Pancasila

Kultur sosial yang semakin berkembang seiring dengan pesatnya globalisasi memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif pada masyarakat, terutama terkait akses digitalisasi yang semakin bebas. Salah satu entitas sosial yang tak luput dari dampak globalisasi yakni berkembangnya komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).

Karena itu GUSDURian Bone kembali mengadakan diskusi rutinan dengan tema “LGBT dan Entitas Sosial dalam Perspektif Pancasila”. Diskusi ini menghadirkan dua pemateri, yaitu Opik (mubalig Ahmadiyah) dan Alfian Amal (perwakilan presma IAIN Bone). Diskusi kali ini diadakan dengan sistem panel untuk memperkaya pengetahuan para peserta yang hadir.

Kegiatan ini dilaksanakan pada Jum’at, 27 Juli 2023 di pelataran mushola IAIN Bone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Para peserta yang hadir rata-rata adalah mahasiswa baru dan beberapa penggerak muda GUSDURian Bone.

Opik memantik diskusi dengan menyampaikan bahwa LGBT masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat Indonesia hari ini.

“LGBT adalah salah satu wadah yang keberadaannya masih menjadi perdebatan dalam kultur masyarakat Nusantara, sebab perilaku mereka yang tampak di muka umum dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang dari norma dan fitrah manusia,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh pemateri kedua. Dirinya menambahkan bahwa mayoritas masyarakat masih menganggap komunitas ini menyimpang.

“Dalam pandangan agama, Komunitas LGBT jelas melenceng dari ajaran Tuhan melalui petunjuk kitab-Nya dan para pesuruhnya,” ujar Alfian Amal.

Opik kemudian menimpali kembali bahwa meski anggapan tersebut lumrah di masyarakat, tetapi keberadaan Komunitas LGBT tidak boleh dikucilkan, apalagi dengan dicaci maki.

“Mereka (LGBT) ini adalah kelompok yang sebetulnya masih bisa kita arahkan ke jalan yang lebih baik, sesuai petunjuk agama dan norma sosial. Namun harus melalui pendekatan yang lebih komunikatif dan manusiawi, sebagaimana sosok Gus Dur yang selalu melihat problem sosial melalui kacamata kemanusiaan,” ujar Opik.

Para peserta yang hadir juga menyampaikan beberapa pendapat mereka, khususnya terkait keberadaan kelompok LGBT dalam konstitusi dan dalam konteks perkawinan.

“Kelompok LGBT ini seharusnya bisa dibuatkan semacam draf fikih ataupun aturan yang setidaknya mampu memberikan sedikit solusi melalui pendekatan struktural negara terkait keinginan mereka. Namun yang pasti mengabulkan keinginan mereka terkait rancangan pernikahan sesama jenis harus didialogkan dalam forum-forum diskursus tentang inklusi sosial keberagaman agar mereka tetap merasa aman,” ujar Reski, salah satu peserta yang hadir.

Kegiatan ini pun diakhiri dengan rencana dari peserta dan penggerak GUSDURian Bone untuk menginisiasi pertemuan dengan kelompok yang identik dengan pelangi ini, khususnya yang ada di IAIN Bone. Menurut beberapa mahasiswa, kelompok ini ada tetapi tidak menampakkan diri. Tentunya hal ini perlu untuk didampingi, apalagi jika benar mereka ada dalam lingkup perguruan tinggi Islam.

Penggerak Komunitas GUSDURian Bone, Sulawesi Selatan.